Benarkah Dyah Balitung pendiri candi Rara Jonggrang

Benarkah Dyah Balitung pendiri candi Rara Jonggrang – Dyah Balitung yang berkuasa antara tahun 899 dan 911 Masehi dikenal sebagai pendiri candi Rara Jonggrang atau yang terkenal dengan nama Candi Prambanan, di Prambanan dekat Yogyakarta.

Candi Rara Jonggrang mengandung legenda yang sampai kini masih melekat di hati masyarakat Jawa Tengah khususnya. Pada candi itu dilukiskan dalam bentuk relief cerita tentang riwayat putra mahkota dari kerajaan Ayodya dalam cerita Ramayana.

Bacaan Lainnya

Putra Mahkota yang Tersingkir

Dyah Balitung rupanya tertarik sekali oleh cerita itu, karena mirip dengan pengalamannya sendiri. Kalau demikian, Dyah Balitung itu adalah seorang putra mahkota yang tersingkirkan dari Mataram dan mengembara ke Jawa Timur, mungkin ke Kanjuruhan karena di Kanjuruhan terdapat peninggalan yang menyatakan di sana dilakukan pemujaan Agastya, yaitu Syiwa dalam bentuk Mahaguru.

Pada candi Prambanan pun terdapat arca Syiwa sebagai Mahaguru tersebut.

Pada zaman pemerintahan Kayuwangi dan Watuhumalang, di Mataram terjadi kekacauan akibat perebutan kekuasaan di antara para pangeran. Kehancuran dapat diatasi oleh Dyah Balitung.

Seperti dalam cerita Ramayana, sebenarnya Rama adalah putra mahkota yang berhak atas tahta kerajaan. Maka Balitung menyamakan dirinya dengan Rama dan ia mengaku berhak atas kerajaan Mataram setelah ia menjadi raja.

Ibukota kota Mataram Kuno diberi nama Ayodyapura, yang kemudian berubah dengan sebutan Yogyakarta. Raja Dyah Balitung berkuasa atas wilayah Mataram yang meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pada sebuah prasasti, disebut kalimat: “Ri Medang ri Bhumi Mataram”, yang artinya “medang di Mataram”. Jadi, nama kerajaan itu tetap Mataram dan ibukotanya Medang.

Medang terletak di sekitar Prambanan (Yogyakarta). Hal itu berdasarkan pendapat Dr. Stutterheim yang membandingkan peta daerah Kedu dengan daerah Gangga – Yamuna di India. Ia menyatakan bahwa Ayodyapura yakni tempat Rama menjadi Yogyakarta di Jawa.

Pemerintahan Dyah Balitung

Beberapa tindakan Dyah Balitung semasa memerintah Kerajaan Mataram Kuno antara lain sebagai berikut:

1. Pada prasasti Telang tahun 904 M, Rakai Watukur membuat penyeberangan di Paparahuan (desa Praon dekat dengan Wonogiri, Jawa Tengah) di tepi Sungai Bengawan Solo. Untuk itu, tiga desa yaitu Telang, Mahe dan Paparahuan dijadikan Sima.

2. Pada prasasti Guntur (907 M) Dyah Balitung telah mengeluarkan Jayapatra (keputusan pengadilan).

Masalahnya adalah: seorang yang bernama Pu Tabwel penduduk desa Guntur dituntut oleh alat negara, atas pengaduan Sang Dharma yang telah sia-sia menagih hutang kepada Pu Tabwel. Pu Tabwel tidak mau membayar, karena yang berhutang adalah istrinya yang telah meninggal.

Pada persidangan Pu Tabwel menang perkaranya, karena menurut undang-undang zaman itu, hutang istri tanpa sepengetahuan suami tidak menjadi tanggungan suaminya. Maka Pu Tabwel diberi surat Jayapatra dengan disaksikan oleh para pejabat, agar masalah hutang itu tidak diungkit-ungkit lagi di kemudian hari.

Pos terkait