Kemajuan Abbasiyah bidang perdagangan dan industri

Kemajuan Abbasiyah bidang perdagangan dan industri – Melanjutkan artikel sejarah Islam Kemajuan yang diraih masa Dinasti Abbasiyah, di sana telah disebutkan 3 bidang kemajuan yang berhasil di raih. Selanjutnya akan dibahas kemajuan dalam bidang perdagangan dan industri.

Sejak masa khalifah kedua Abbasiyah, Al-Manshur, sumber Arab paling awal yang menyinggung tentang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainnya pada abad ke-3 Hijriyah.

Bacaan Lainnya

Tulang punggung perdagangan ini adalah sutra, kontribusi terbesar orang China kepada dunia Barat. Biasanya, jalur perdagangan yang disebut “jalan sutra” menyusuri Samarkand dan Turkistan Cina, sebuah wilayah yang kini tidak banyak dilalui dibanding wilayah-wilayah dunia lainnya yang sudah dihuni dan berperadaban.

Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara estafet, hanya sedikit khalifah yang menempuh sendiri perjalanan sejauh ini. Akan tetapi, hubungan diplomatik telah dibangun sebelum orang Arab terjun ke dunia perdagangan.

Diriwayatkan bahwa Sa’d Ibn Waqqah, seorang penakluk Persia menjadi duta yang dikirim Nabi ke Cina. Makam Sa’d masih bisa ditemukan di Kanton. Tulisan-tulisan tertentu pada monumen Cina lama tentang agama Islam di Cina jelas merupakan tulisan palsu yang dibuat oleh para tokoh agama.

Pada pertengahan abad ke-8 telah dilakukan pertukaran duta. Dalam catatan sejarah Cina abad itu, kata amir al-muminin diucapkan dengan hanmi mo mo ni oleh Abu Al-Abbs, khalifah Dinasti Abbasiyah pertama, Abo loba; dan Harun, A lun.

Pada masa khalifah-khalifah itu terdapat sejumlah orang Islam yang menetap di Cina. Pada mulanya, orang Islam itu dikenal dengan sebutan Ta syih dan kemudian Hui Hui (pengikut Muhammad).

Di sebelah barat, para pedagang Islam telah mencapai Maroko dan Spanyol. Seribu tahun sebelum de Lesseps, Khalifah Harun mengemukakan gagasan tentang mengganti kanal di sepanjang Ists-mus di Suez. Namun, perdagangan di Mediterania Arab tidak pernah mencapai kemajuan yang berarti.

Laut hitam juga tidak mendukung perdagangan maritim, meskipun pada abad ke-10 telah dilakukan perdagangan singkat melalui jalur darat ke utara dengan orang yang tinggal di kawasan Valda.

Namun, karena jaraknya yang dekat dengan pusat kota Persia dan kota-kota makmur di Samarkand dan Bukhara, Laut Kaspia menjadi titik pertemuan dagang yang favorit. Para pedagang muslim membawa kurma, gula, kapas, dan kain wol, juga peralatan dari baja dan gelas.

Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra dari kawasan Asia yang lebih jauh, juga mengimpor gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam dari Afrika.

Gambaran tentang jumlah keuntungan yang diperoleh Rothschild dan Rockefeller pada abad tersebut mungkin juga telah diraih oleh seorang penjual permata dari Bagdad, Ibn Al-Jashshash, yang tetap kaya meskipun Al-Muqtadir telah menyita hartanya sebesar 16 juta dinar, dan menjadi keluarga pertama yang dikenal sebagai pengusaha permata.

Para pengusaha dari Bashrah yang membawa dagangannya dengan kapal laut ke berbagai negeri yang jauh, masing-masing membawa muatan bernilai lebih dari satu juta dirham. Seorang pemilik penggilingan di Bashrah dan Baghdad yang tidak berpendidikan mampu berderma untuk orang miskin sebesar seratus dinar perhari, dan kemudian diangkat oleh Al-Mu’tashim menjadi wazirnya.

Tingkat aktivitas perdagangan semacam itu didukung pula oleh pengembangan industri rumah tangga dan pertanian yang maju. Industri kerajinan tangan menjamur di berbagai pelosok kerajaan.

Daerah Asia Barat menjadi pusat industri karpet, sutra, kapas, dan kain wol, satin dan brokat (dibaj), sofa, (dari bahasa Arab, suffah) dan kain pembungkus bantal, juga perlengkapan dapur dan rumah tangga lainnya.

Mesin penganyam Persia dan Irak membuat karpet dan kain berkualitas tinggi. Ibu Al-Musta’in memiliki sehelai karpet yang dipesan khusus seharga 130 juta dirham dengan corak berbagai jenis burung dari emas yang dihiasi batu rubi dan batu-batuan indah lainnya.

Sebuah pusat industri di Baghdad yang namanya diambil dari nama seorang pangeran Ummayah, Attab, memberi merk kain buatannya dengan ‘attabi yang pertama kali dibuat di sana pada abad ke-12. Kain tersebut ditiru oleh perajin Arab di Spanyol, dan terkenal di Perancis, Italia, dan negara-negara Eropa lainnya dengan nama tabi.

Istilah tersebut kemudian berubah menjadi tabby, yang merujuk pada seekor kucing yang unik dan berwarna. Kufah memproduksi kain sutra atau separuh sutra untuk penutup kepala yang masih digunakan hingga sekarang dengan nama kuftyah.

Tawwaj, Fasa, dan kota-kota lainnya di Paris memiliki sejumlah pabrik kelas satu yang membuat karpet, sulaman, brokat, dan gaun panjang untuk kalangan atas. Barang-barang semacam itu dikenal sebagai thiraz (dari bahasa Persia) yang memuat nama atau kode sultan.

Pos terkait