Nasionalisasi Terusan Suez Gamal Abdul Nasir

Daerah Suez merupakan daerah atau wilayah strategis di Mesir yang mana di daerah tersebut terdapat sebuah terusan yang dikenal dengan “Terusan Suez”. Terusan Suez merupakan terusan yang ada di Mesir yang menghubungkan antara Kota Suez di Laut Merah dengan Port Said di Laut Tengah. Terusan ini dibangun oleh Ferdinan de Lesseps (dari Prancis pada tahun 1859–1869) yang penggaliannya melewati beberapa danau, yaitu Danau Timzeh, Danau Bellah, dan Danau Pahit. Panjang Terusan Suez ini ±166 km (Soeratman, 2012).

Dengan adanya terusan ini, perekonomian Mesir berkembang pesat, karena merupakan jalur transportasi laut yang menghubungkan Benua Eropa dengan Benua Asia. Terusan Suez ini juga merupakan jalur perairan yang menghubungkan Laut Tengah dengan Laut Merah. Jalur ini menjadi perlintasan vital lalu lintas laut internasional. Ini sekaligus membuatnya memiliki daya tawar politik dan ekonomi yang tinggi di mata dunia.

Bacaan Lainnya

Pembangunan dimulai pada 25 April 1859 di tempat yang nantinya menjadi Port Said. Pembangunan Terusan Suez selesai pada 15 Agustus 1869 dengan kedalaman 5 meter, lebar 50-90 meter, dan panjang 160 kilometer yang melewati kota Suez, Ismailia dan Port Said.

Pada 17 November 1869 Terusan Suez dibuka untuk pelayaran yang pengelolaannya diserahkan kepada Suez Canal Company berdasarkan konsesi tahun 1866 yang diberikan oleh pemerintah Mesir ketika masih dalam proses pembangunan dibawah Ismail (memerintah Mesir 1863-1879), yang kemudian diratifikasi oleh sultan Turki Ottoman (Fage dan William, 2002)

Pada awal abad ke-20, di Mesir timbul suatu usaha untuk mengakhiri kekuasaan Inggris yang sudah berkuasa sejak tahun 1882. Untuk meredam tuntutan tersebut, akhirnya Inggris memproklamirkan Mesir sebagai Negara Monarki Konstitusional. Mesir dapat bebas mengelola negara dengan ketentuan Inggris masih menguasai empat masalah.

Masalah tersebut yaitu masalah Sudan, keamanan Mesir dari intervensi asing, penjamin kepentingan asing dan minoritas, serta pengawasan Terusan Suez (Fage dan William, 2002)

Mesir pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser, hubungan antara Inggris dan Mesir menjadi sangat tegang karena sikap anti-Inggris Gamal Abdul Nasser yang sangat jelas. Puncak ketegangan hubungan antara Inggris dan Mesir terjadi ketika Gamal Abdul Nasser melakukan nasionalisasi Terusan Suez sebagai bentuk reaksi atas dibatalkannya bantuan dana untuk pembangunan Bendungan Aswan oleh Amerika Serikat.

Selain untuk membiayai pembangunan Bendungan Aswan, Gamal Abdul Nasser dalam pidatonya tanggal 28 Juli 1956 menyatakan ini sebagai salah satu langkah untuk menuju Mesir yang merdeka sepenuhnya.

Setidaknya ada dua alasan mengapa Nasser menasionalisasi Terusan Suez, pertama untuk mendanai pembangunan Bendungan Aswan, dan kedua ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Mesir merupakan yang berdaulat dan independen, serta bisa mengambil kebijakan tanpa pengaruh dari Barat. Nasser menganggap nasionalisasi Terusan Suez sebagai tantangan terhadap dominasi Barat, langkah untuk menuju Mesir yang independen, dan menambah pendapatan Mesir dari aset-aset strategis.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemerintahan Inggris. Perdana Menteri Inggris Anthony Eden dalam memorinya menuliskan bahwa kegagalan untuk menjaga terusan sebagai perairan internasional akan menyebabkan kehilangan seluruh aset Inggris di kawasan tersebut (Nurudin, 2015).

Peranan Nasser sangat kharismatik di kalangan bangsa Arab, terkenal dengan gagasan monumentalnya “socialism of Arab” atau isytirakiyah. Yang dimaksud dengan ide sosialisme Arab adalah kesatuan bangsa Arab dalam satu wadah tatanan ekonomi sosialis. Baginya, ekonomi sosialis dipandang lebih dekat dengan semangat ajaran Islam, karena mendorong semangat kesejahteraan sosial.

Gagasannya banyak diterima bangsa Arab saat itu, karena dianggap mampu menolong umat dari kesengsaraan akibat penjajahan. Dia juga terkenal menggagas ide “Nasionalisme Arab”, yaitu kesatuan bangsa Arab dalam satu wadah kepemimpinan yang merdeka dari cengkeraman bangsa Eropa. Idenya berkembang sampai ke berbagai wilayah Asia dan Afrika. Lalu timbullah gerakan kemerdekaan di seluruh belahan dunia dari penjajahan Eropa (Nurudin, 2015).

Nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Gamal Abdul Nasser menimbulkan konflik antara Mesir dan Negara Barat. Terusan Suez sangat penting bagi Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Bagi Inggris, terusan suez merupakan penghubung ke koloni Inggris di India, Timur Jauh, Australia, dan Selandia Baru. Konflik yang muncul berubah menjadi perang terbuka ketika Inggris, Perancis, dan Israel melakukan invasi ke Mesir untuk menjatuhkan Gamal Abdul Nasser dari pemerintahan (Aboul, 2005).

Walaupun secara militer operasi ini sukses, tetapi tidak secara ekonomi dan politik. Inggris dan Perancis mendapat tekanan politik dan ekonomi dari dunia internasional untuk menghentikan invasi tersebut.

Pihak lain yang terlibat dalam konflik nasionalisasi Terusan Suez adalah Israel. Dalam hal ini, Israel yang merupakan bentukan negara Barat menjadi pemicu konflik dengan negara-negara Arab yang tidak menerima keberadaan negara tersebut.

Setelah Perang Arab pertama tahun 1948, Israel terus mendapat ancaman dari negara-negara Arab sehingga mengharuskan negaranya memimpin kekuatan militer di kawasan tersebut. Sikap permusuhan dan persaingan kekuatan militer diantara Israel dan Mesir menjadikan konflik tidak terhindarkan.

Pada tahun 1949 Terusan Suez ditutup bagi kapal Israel dan pada tahun 1955 Mesir melarang kapal Israel melewati Teluk Aqabah yang merupakan jalur laut menuju Laut Merah. Hal ini menjadikan Israel bersama dengan Inggris dan Perancis terlibat dalam konflik nasionalisasi Terusan Suez untuk menjatuhkan Nasser dari pemerintahan (C Shupe, 2018).

Dengan kegigihan dan kerja kerasnya, Presiden Gamal Abdul Nasser berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Bahkan, suatu ketika setelah kalah dalam Perang Enam Hari dengan Israel pada tahun 1967, Presiden Gamal Abdul Nasser ingin menarik diri dari dunia politik tetapi rakyat Mesir menolaknya.

Alhasil, Presiden Gamal Abdul Nasser dapat mewujudkan perubahan mulai dari menasionalisasi Terusan Suez hingga membangun Bendungan Aswan Hal ketiga adalah sumber daya yang merupakan salah satu faktor terpenting dibutuhkan dalam melakukan perubahan (Nurudin, 2015).

Dalam hal ini, perubahan yang salah satunya dilakukan dalam pembangunan Bendungan Aswan, membuat Presiden Gamal Abdul Nasser harus menyiapkan pendanaan, yang mana berasal dari penerimaan Terusan Suez dan dibantu pula oleh pemerintah Uni Soviet (Russia) dalam hal dana dan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

  • C Shupe, M. 2018. Nationalization of the Suez Canal. Journal of Conflict Resolution, Vol. 24 (03) 477-49
  • Fage., dan William Tordoof. 2002. A History of Africa (Fourth Edition). Oxfordshire: Routledge taylor & francis group location
  • Aboul, LCDR Youssef. 2005. The Heikal Papers: A Discourse on Politics and the 1967 Arab Israeli War with Egyptian President Gamal Abdel Nasser.Strategic Insights, Vol. IV (04).
  • Nurudin, M. 2015. Pemikiran Nasionalisme Arab Gamal Abdul Nasser dan Implikasinya terhadap Persatuan Umat Islam di Mesir. Jurnal ADDIN, Vol. 9 (01) 51-84.
  • Soeratman, D. 2012. Sejarah Afrika. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

PENULIS

Iffah Nafia

Nama: Iffah Nafia
TTL: Bondowoso, 27, April 2000
Profesi: Mahasiswa
Instansi: Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Jember

Pos terkait