Puputan Margarana Bali

Puputan Margarana – Pertempuran habis-habisan di Margarana Bali, sangat mengharukan jiwa bangsa Indonesia, karena banyaknya rakyat yang gugur di medan laga sebagai kusuma bangsa.

Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan kurang lebih 2.000 tentara di Bali, disertai oleh kolonel-kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang mengadakan perjalanan ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan markas tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara menghadapi Belanda.

Bacaan Lainnya

Sekembalinya dari Yogyakarta kesatuan-kesatuan resimennya ditemui dalam keadaan terpencar-pencar.

Baca juga: Pertempuran 10 November

Situasi Politik Pemerintah RI

Perkembangan situasi politik Pemerintah RI bertambah kurang menguntungkan sebagai akibat dari Persetujuan Linggajati, yang menyatakan bahwa daerah kekuasaan de-facto RI yang diakui hanya terdiri dari Jawa, Madura dan Sumatera.

Hal itu berarti bahwa Bali tidak diakui sebagai bagian dari Republik Indonesia.

Sementara itu Belanda sedang giat-giatnya mengusahakan berdirinya satu negara boneka di wilayah Indonesia bagian timur. Letnan kolonel Ngurah Rai dibujuk Belanda untuk bekerjasama, tetapi ajakan tersebut ditolaknya mentah-mentah.

Puputan Margarana Bali
Puputan Margarana Bali

Ngurah Rai Menyerang Belanda

Ketika merasa kekuatannya sudah cukup, pada tanggal 18 Nopember 1946 Ngurah Rai mulai menyerang Belanda. Tabanan digempur dan berhasil dengan menyergap satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya.

Seluruh kekuatan Belanda di Bali dan Lombok lengkap dengan pesawat terbang dikerahkan untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai.

Karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran “puputan” yang berarti habis-habisan di Margarana, sebelah utara Tabanan. Dan pertempuran tersebut sampai sekarang terkenal dengan nama “Puputan Margarana” Bali.

I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anak buahnya. Gugurnya Letnan Kolonel Ngurah Rai tersebut telah melicinkan jalan bagi usaha Belanda untuk membentuk apa yang dinamakan “Negara Indonesia Timur”.

Pos terkait