Sistem kemasyarakatan suku Minangkabau

Masyarakat suku Minangkabau tidak mengenal organisasi masyarakat lainnya yang bersifat adat kecuali kelompok kekerabatan: paruik, kampueng dan suku. Karena itu instruksi/praturan pemerintah, soal administrasi pedesaan, sering disalurkan kepada penduduk desa melalui panghulu sukunya dan panghulu andiko. Sebuah suku dengan panghulu aukunya juga dibantu oleh seorang dubalang dan manti yang tugasnya menjaga keamanan suku.

Ada suatu masyarakat yang panghulu sukunya dipilih, dan ada juga yang hanya menjadi hak suatu keluarga tertentu saja, kalau keluarga itu telah habis, baru pindah kepada keluarga lainnya.

Stratifikasi sosial masyarakat Minangkabau pada daerah tertentu (terutama Padang Pariaman) masih mengenal 3 tingkatan, yaitu : lapisan bangsawan, orang biasa dan lapisan terendah (para budak.

Bentuk desa dan rumah suku Minangkabau

1. Golongan bangsawan

Memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan sering mendapat kemudahan dalam segala urusan, misalnya : memperolah uang jemputan yang tinggi jika menikah, boleh tidak memberi belanja kepada isterinya dan anaknya, memperoleh gelar kebangsawanan juga. Ia boleh kawin dengan/dari kelas mana saja.

Sebaliknya seorang wanita bangsawan dilarang kawin dengan seorang laki-laki biasa, apalagi kelas terendah. Yang termasuk golongan bangsawan ialah orang-orang yang mula-mula datang dan mendirikan desa-desa di daerah Minangkabau. Karena itu mereka disebut sebagai urang asa (orang asal).

2. Golongan orang biasa

Adalah orang-orang yang datang kemudian dan tidak terikat dengan orang asal, tetapi mereka bisa memiliki tanah dan rumah sendiri dengan cara membeli.

3. Golongan terendah

Adalah orang-orang yang datang kemudian dan menumpang pada keluarga-keluarga yang lebih dulu datang dengan jalan menghambakan diri. Oleh karena itu golongan ini menduduku kelas yang terbawah.

Menurut konsepsi orang Minangkabau, perbedaan lapisan sosial ini dinyatakan dengan sitilah-istilah sebagai berikut :

  1. Kamanakan tali pariuk, yaitu keturunan langsung dari keluarga urang asa.
  2. Kamanakan tali budi, yaitu para pendatang tetapi kedudukan ekonomi dan sosialnya sudah baik, sehingga dianggap sederajad dengan urang asa.
  3. Kamanakan tali ameh, yaitu para pendatang baru yang mencari hubungan keluarga dengan urang asa, tetapi telah dapat hidup mandiri.
  4. Kamanakan bawah lutuik yaitu orang yang menghamba pada orang asa.

Selanjutnya baca juga: Adat Budi Caniago Minangkabau

Pos terkait