Tradisi anak suku Melayu

Kehidupan orang Melayu (Riau), Indonesia selalu diwarnai dengan upacara adat sebagai warisan tradisi nenek moyang mereka. Masuknya agama Islam sedikit banyak mempengaruhi dalam pelaksanaan upacara adat tersebut, misalnya kelahiran anak hingga masuk usia dewasa.

Anak yang baru lahir, jika bayinya laki-laki segera diadzankan, sedangkan jika bayinya perempuan diiqamahkan. Khusus bayi perempuan, lidahnya ditetesi madu dengan menggunakan kain. Hal itu dimaksudkan agar anak tersebut memiliki kata-kata semanis madu.

Beberapa hari setelah kelahiran, biasanya diadakan acara aqiqah sesuai ajaran Islam. Bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan jika bayinya perempuan diaqiqahi dengan seekor kambing. Selain diaqiqahi, juga dilakukan pemotongan rambut sekaligus pemberian nama kepada sang bayi.

Ketika bayi berusia 3 bulan, diadakan upacara yang disebut megayuk budak. Pada bayi perempuan diadakan pelubangan di telinga atau disebut batindik untuk dipasangi perhiasan. Pada usia enam bulan diadakan upacara turun tanah, yaitu ketika bayi itu menjejakkan kaki pertama kali di tanah.

Pada usia anak masuk tujuh tahunan, orang tua akan mengantarkannya kepada guru ngaji untuk belajar Al-Qur’an, bersilat dan menari Zapin. Pada saat itu tiba waktunya seorang anak dikhitan (bersunat), baik laki-laki maupun perempuan.

Dalam acara bersunat, peserta perayaannya dimeriahkan dengan kesenian gazal dan langgan. Khusus anak laki-laki khitan dilakukan setelah ia tamat (khatam) Al-Qur’an yang ditandai dengan upacara berkhatam ngaji. Kebanggaan bagi orang tua jika anak yang dikhitan sudah khatam dalam membaca Al-Quran. Sebaliknya aib bagi orang tua jika anak yang dikhitan tidak dapat khatam membaca Al-Qur’an.

Khitan merupakan tanda bahwa seorang anak laki-laki dianggap telah memasuki usia dewasa. Mereka mulai memisahkan diri dengan orang tua dengan cara tidur di surau atau masjid. Anak laki-laki yang sudah dewasa disebut bujang, sedangkan anak perempuan disebut dara atau gadis.

Tradisi untuk anak Minang

Menurut adat Minang, anak laki-laki yang sudah menginjak usia aqil baliq harus segera dikhitan dan belajar ngaji. Minang memiliki adat kebiasaan dalam rangka menghantarkan anak laki-lakinya menuju masa kedewasaan.

Misalnya upacara tersebut sebagai tanda bahwa anak laki-laki tersebut sudah dianggap dewasa, sekaligus untuk mengislamkan dirinya.

Adapun untuk anak perempuan yang masuk usia dewasa diadakan upacara merias rambut (menata konde) Upacara tersebut diadakan ketika anak perempuan mendapatkan haid yang pertama.

Baca juga: Tradisi khitan pada anak suku Sunda

Pos terkait