Hasil interaksi kesusastraan di Indonesia

Hasil interaksi kesusastraan di Indonesia – Dalam sejarah, setelah terjadi interaksi aksara dan bahasa di nusantara kini lebih mudah berkomunikasi. Kemampuan membaca dan menulis, bangsa Indonesia akhirnya mampu menulis karya sastra. Naskah-naskah kuno itu ditulis di atas daun lontar, umumnya berbentuk uisi, prosa, dan tembang.

Karya sastra terkenal berbentuk epos yang berasal dari India seperti Kitab Ramayana dan Mahabharata, telah memicu para pujangga Nusantara untuk menyalin dan menerjemahkan karya-karya tersebut, namun dalam perkembangannya para pujangga itu menggubahnya secara kreatif dan indah dalam berbagai bentuk karya sastra dan kitab.

Pembuatan kitab pertama kali di Indonesia dirintis pada masa Dinasti Isyana, yaitu pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh. Ia memelopori penggubahan epik Mahabharata ke dalam bahasa Kai atau Jawa Kuno.

Sesuai tahapan perkembangannya, naskah-naskah kuno ini mulia ditulis sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno, kemudian pada zaman Kerajaan Kediri, dan berakhir pada zaman Kerajaan Majapahit.

Karya sastra Bahasa Kawi

Pada zaman Majapahit,, tembang tidak lagi menggunakan bahasa Sansekerta, melainkan bahasa Kawi (bahasa Jawa Kuno), yang disebut kakawin dan kidung. Beberapa karya sastra tersebut antara lain sebagai berikut:

1.Pada masa Mataram Kuno, ditulis Ramayana oleh Mpu Walmiki, terdiri atas tujuh kanda atau tujuh bagian. Kemudian Mahabharata ditulis oleh Mpu Wiyasa. Keduanya merupakan kisah kepahlawanan atau epos yang disadur dari India.

2.Pada saat Mataram berada di bawah kekuasaan Mpu Sindok, ditulis kitab berjudul Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab tersebut merupakan kitab suci agama Buddha aliran Mahayana, yang berisi tentang ajaran Buddha Tantrayana.

3.Pada masa Kerajaan Kediri, Karya sastra para Mpu bertambah banyak, di antaranya Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa, Kresnayana oleh Mpu Triguna, Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, Barathayuda oleh Mpu Sedah dan Panuluh, dan Gatutkacasraya oleh Mpu Panuluh.

4.Pada masa Kerajaan Majapahit ditulis Kitab Negarakertagama oleh Mpu Prapanca, Sutasoma dan Arjunawiwaha oleh Mpu Tantular, dan beberapa kitab lain yang sampa sekarang belum diketahui penulisnya, seperti Kitab Pararaton, Tantu Panggelaran, Calon Arang, Sundayana, dan Bubbuksah.

Historia

Calon arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Dikisahkan sebagai seorang janda dan ahli ilmu hitam yang sering merusak hasil panen para petani dan menyebabkan datangnya penyakit.

Putrinya bernama Ratna Manggali kesulitan mendapatkan suami, karena smua lelaki perjaka takut pada ibunya. Caon arang geram, lantas menculik seorang gadis muda lalu dikurbankan kepada Dewi Durga, dewi kematian, di sebuah kuil.

Keesokan harinya, banjir bandang melanda desa. Berbagai penyakit pun muncul. Raja Airlangga yang mengetahui hal tersebut kemudian meminta bantuan penasehatnya, Mpu Baradah untuk mengatasi masalah ini.

Mpu Baradah lalu mengirimkan seorang muridnya bernama Empu Bahula untuk dinikahkan dengan Ratna Manggali, putri sang Calon Arang. Pesta pernikahan keduanya pun berlangsung secara besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam, dan keadaan pun kembali normal.

Tantu Panggelaran adalah sebuah teks prosa yang menceritakan tentang kisah penciptaan manusia di Pulau Jawa dan segala aturan yang harus ditaati manusia. Tantu Panggelaran ditulis dalam bahasa Jawa Tengahan pada zaman Kerajaan Majapahit.

Sementara itu, Sundayana atau Kidung Sunda menggambarkan tentang seorang Putri dari Kerajaan Sunda yang tidak jadi dipersunting Hayam Wuruk karena raja Sunda tidak mau takluk terhadap penguasa Majapahit tersebut. Nyata sekali kidung ini bercerita tentang Perang Bubat.

Baca juga: Hasil interaksi sistem kepercayaan di Indonesia

Pos terkait