Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Kutai

Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Kutai – Masuk dan berkembangnya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia mengakibatkan berbagai perubahan dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama perubahan dalam pemerintahan serta mewariskan peninggalan-peninggalan dari masa pemerintahan tersebut.

Pemerintahan yang ada berdiri dalam bentuk kerajaan-kerajaan yang kekuasaannya meliputi suatu daerah. Kerajaan apa saja yang pernah berdiri di Indonesia pada zaman Hindu-Buddha? Apa saja peninggalan-peningggalannya?

Bacaan Lainnya

Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia pada zaman Hindu-Buddha antara lain sebagai berikut:

Sedangkan peninggalan yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, antara lain berupa prasasti, candi, keraton, arca, stupa, dan karya sastra.

Dengan masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia maka terjadi berbagai bentuk perubahan dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama perubahan dalam sistem kerajaan dan pemerintahan raja secara turun-temurun.

Baca juga: Peninggalan Hindu buddha

Hubungan perdagangan melalui Selat Malaka

Pada awal abad ke-5 Masehi, perhubungan pelayaran dan perniagaan antara India dan Cina melalui Selat Makasar dan Kalimantan belum ramai dibandingkan dengan pelayaran melalui Selat Malaka dan Indonesia bagian barat.

Berita Cina tentang Indonesia bagian barat telah banyak ditemukan sejak abad ke-5 Masehi, tetapi berita mengenai Kalimantan sangat sedikit.

Bukti-bukti adanya pelayaran melalui Selat Makasar dan Kalimantan berupa penemuan-penemuan berbagai arca di beberapa tempat.

Di Sempaga, Sulawesi Selatan ditemukan arca Buddha yang terbuat dari perunggu. Menurut ciri-cirinya, arca tersebut buatan Amarawati di India selatan. Di Kota Bangun (Kutai), ditemukan sejumlah arca Budha yang memperlihatkan langgam seni arca Gandhara.

Arca-arca itu sampai di Indonesia mungkin berupa barang dagangan atau persembahan untuk biara-biara Buddha. Selain arca-arca Buddha, ditemukan pula arca-arca agama Hindu, antara lain arca Ganesha yang ditemukan di Serawak.

Meskipun penemuan-penemuan itu tidak lengkap, tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa pada awal abad ke-6 Masehi telah sering terjadi hubungan pelayaran dan perniagaan antara India dengan Indonesia bagian tengah. Penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha tersebut masuk ke daerah-daerah di Indonesia seiring dengan hubungan dagang tersebut.

Penemuan prasasti di Kutai

Di daerah Kutai, tepatnya di daerah aliran sungai Mahakam, Kalimantan Timur ditemukan tujuh tiang batu bertulis, yang di sebut Yupa. Tulisan pada batu tersebut merupakan prasasti, yakni berisi maklumat raja.

Tulisan yang dipergunakan ialah aksara Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Huruf yang dipahatkan pada Yupa itu menurut modelnya bersal dari awal abad ke-5 Masehi.

Salah satu prasasti berisi maklumat raja Mulawarman yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menurut terjemahan R.M.Hg. Poerbatjaraka adalah sebagai berikut:

“Sang Maharaja Kudunga, yang sangat mulia mempunyai putra yang masyhur, sang Aswawarman namanya, yang seperti sang Ansuman (dewa matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti apa (yang suci) tiga.

Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dimakan) dengan emas amat banyak. Buat peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu ini didirikan oleh para Brahmana”.

Dari prasasti itu dapat kita ketahui bahwa sedikitnya ada tiga angkatan dalam keluarga raja, yang dimulai dengan Raja Kudunga yang memiliki anak bernama Aswawarman. Kemudian Aswawarman mempunyai tiga anak, seorang di antaranya bernama Mulawarman.

Pada salah satu prasasti disebutkan bahwa Aswawarman adalah Vansakartia, artinya pendiri keluarga raja (dinasti) atau wangsa kerajaan.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa pengaruh kebudayaan Hindu telah masuk ke kalangan istana raja Kutai. Raja Kudunga yang merupakan raja pertama belum menerapkan kebudayaan Hindu pada sistem kerajaan. Penerapan dimulai oleh Raja Aswawarman yang disebut sebagai pendiri wangsa kerajaan.

Pengaruh Hindu di Kutai

Tulisan Pallawa pada prasasti-prasasti Kutai menunjukkan bahwa telah terjadi hubungan antara kerajaan Kutai dengan kerajaan Pallawa di India selatan. Nama raja-raja dengan akhiran warman pun mengingatkan kita kepada raja-raja Pallawa seperti Mahendrawarman dan Narasimhawarman.

Pada prasasti disebutkan bahwa raja Aswawarman seperti Sang Ansuman (Dewa Matahari). Hal ini menunjukkan bahwa agama yang dianut di kerajaan Kutai ialaha agama Hindu.

Tetapi agama dan kebudayaan Hindu di Kutai hanya terbatas di kalangan keluarga raja saja. Sebagian besar rakyat kerajaan menganut kepercayaan penduduk setempat, yakni pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Raja Mulawarman telah mengadakan kurban sapi yang banyak jumlahnya (20.000 ekor) yang dilakukan oleh para brahmana di sebidang tanah suci, yang disebut Waprakesyawara.

Tempat tersebut bukan merupakan kuil atau candi, melainkan suatu daerah suci yang dikelilingi pagar, merupakan tempat suci orang Indonesia purbakala. Jelas dalam hal itu terdapat suatu perpaduan kebudayaan Indonesia-Hindu, yakni bangunan Indonesia yang memakai nama Hindu.

Waprakesyawara yang di pulau Jawa kemudian disebut Baprakesyuwara, merupakan tempat suci yang berhubungan dengan pemujaan Dewa-dewa Brahmana-Wishnu- Shiwa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa Raja Mulawarman menganut agama Hindu aliran Shiwa.

Keadaan masyarakat di Kerajaan Kutai

Ditulisnya prasasti-prasasti Mulawarman dengan mempergunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, menunjukkan bahwa di kerajaan Kutai hidup sekelompok masyarakat yang menguasai bahasa Sansekerta, yakni para Brahmana.

Para Brahmana itu datang dari India selatan. Dari isi prasasti dapat diperkirakan bahwa Mulawarman adalah seorang raja yang memiliki hubungan baik dengan para Brahmana.

Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa pada setiap prasastinya selalu dikatakan bahwa yupa-yupa yang mengagungkan namanya itu, semua didirikan oleh kaum Brahmana, sebagai suatu pernyataan terima kasih atau penghormatan kepada sang raja atas kebaikan-kebaikannya terhadap mereka.

Artikel Kerajaan Kutai lainnya: Tentang Kerajaan Kutai dan 3 rajanya

Demikian Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Kutai, terima kasih atas kunjungan anda para pecinta sejarah.

Pos terkait