Masuknya Islam ke Kalimantan Maluku dan Sulawesi

Sejarah Negara Com – Pada awal abad ke-16 Islam masuk ke Kalimantan Selatan, yaitu di kerajaan Daha atau Banjar yang beragama Hindu. Berkat bantuan Sultan Kerajaan Demak, Sultan Trenggono (1521 – 1546 M, Raja Daha dan rakyatnya masuk Islam, sehingga berdirilah Kerajaan Islam Banjar dengan raja pertamanya Pangeran Samudera yang diberi gelar Pangeran Suryanullah atau Suriansah.

Setelah raja pertama naik tahta, daerah-daerah sekitarnya mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batangla, Sukaciana, dan Sambangan. Selanjutnya di Kalimantan Timur (Kutai) pada tahun 1575 yaitu Tunggang Parangan mengislamkan raja mahkota.

Bacaan Lainnya

Sejak baginda raja masuk Islam, terjadilah proses Islamisasi di Kutai dan sekitarnya. Penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama oleh putranya, dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah-daerah.

Masuknya Islam ke Maluku – Pada abad ke-10 dan ke-11, di Maluku sudah ramai perniagaan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang dilakukan oleh para pedagang Arab dan Persia. Tentunya pada saat itu telah terjadi sentuhan pedagang muslim dengan rakyat Maluku yang membentuk komunitas Islam.

Dengan derasnya gelombang pedagang muslim dan atas ajakan Datuk Maulana Husain, di Ternate Raja Gafi Bata menerima Islam dan namanya berganti menjadi Sultan Zaenal Abidin (1465 – 1486).

Di Tidore, datang seorang pendakwah dari tanah Arab bernama Syekh Mansur, dan atas ajakannya raja Tidore yang bernama Kolana masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin.

Masuknya Islam ke Ambon – Di Ambon, Islam datang dari Jawa Timur (Gresik) yang berpusat di kota pelabuhan Hitu pada tahun 1500 M. Di saat Islamisasi berlangsung, Portugis melancarkan Kristenisasi di Ternate pada tahun 1522 M. Namun, usahanya tidak banyak berhasil. Pada masa Sultan Baabullah (1570 – 1583), benteng pertahanan Portugis di Ambon ditaklukkan.

Sejarah ini bisa anda baca di artikel: Kapan Portugis datang ke Indonesia?

Masuknya Islam ke Sulawesi – Di Sulawesi Raja Gowa-Tallo I Mangarangi Daeng Maurobia, atas ajakan Datuk Rianang masuk Islam pada tahun 1605 dengan gelar Sultan Alauddin di Talo Raja I Malingkoan Daeng Nyonri Kareng Katangka pada tahun yang sama masuk Islam dengan gelas Sultan Abdullah Awal Islam. Setelah itu Islam tersebar ke Luwu, Waio (1610; Sopeng dan Bone (1611).

Pola pembentukan tiga budaya

Berkenaan dengan proses pembentukan negara atau kerajaan Islam tersebut di atas, menurut Taufik Abdullah setidak-tidaknya ada tiga pola pembentukan budaya yang tampak dari proses tersebut, yaitu:

Pola Samudera Pasai

Lahirnya Samudera Pasai berlangsung melalui perubahan dari negara yang segmenter ke negara yang terpusat. Kerajaan ini bukan hanya berhadapan dengan golongan-golongan yang belum ditundukkan dan diIslamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan.

Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat Samudera Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut. Dengan pola tersebut Samudera Pasai memiliki kebebasan budaya untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan yang mencerminkan tentang dirinya.

Pola Sulawesi Selatan

Pola Islamisasi melalui keraton atau pusat kekuasaan. Proses Islamisasi berlangsung dalam suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologis. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.

Pola ini digunakan di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Banjarmasin. Islamisasi di daerah ini tidak memberi landasan bagi pembentukan negara. Islam tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan. Konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah ada lebih dahulu.

Pola Jawa

Di Jawa, Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan. Ketika kekuasaan raja melemah, para saudagar kaya kaya di berbagai kadipaten di wilayah pesisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja.

Mereka tidak hanya masuk Islam, tetapi juga memasuki pusat-pusat politik yang independen. Setelah keraton besar goyah, keraton-keraton kecil bersaing menggantikan kedudukannya. Ketika abad ke-14 komunitas muslim sudah besar, bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Demak tampil menggantikan kedudukannya.

Dengan posisi baru ini, Demak tidak saja menjadi pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi jembatan penyeberangan Islam yang paling penting di Jawa.

Tidak seperti pola Samudera Pasai, Islam mendorong pembentukan negara yang supradesa, juga tidak seperti Gowa-Tallo, keraton yang diIslamkan, di Jawa Islam tampil sebagai penantang, untuk kemudian mengambil alih kekuasaan yang ada. Jadi, yang tampil adalah suatu dilema kultural dari orang baru di dalam bangunan politik yang lama.

Baca juga: Proses masuknya Islam ke Indonesia

Demikian sedikit ulasan mengenai masuknya Islam ke Kalimantan Maluku dan Sulawesi, dan sekilas pembahasan pembentukan tiga budaya. Semoga menjadi catatan sejarah Islam Nusantara.

Pos terkait