Peristiwa pada masa Demokrasi Terpimpin

Peristiwa pada masa Demokrasi Terpimpin – Masa Demokrasi Terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno tahun 1966.

Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin mengkhawatirkan.

Bacaan Lainnya

Sisi positif dan negatif Dekrit Presiden Soekarno

Berlakunya dekrit presiden Soekarno ini  memiliki sisi positif dan sisi negatif.

A. Sisi positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut:

  1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang berkepanjangan.
  2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan hidup negara.
  3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda pembentukannya.

B. Sisi negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut:

  1. Memberi kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara.
  2. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.

Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin merupakan reaksi terhadap demokrasi liberal/parlementer, karena pada masa Demokrasi Parlementer kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara, sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai politik.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, sedangkan aktivitas partai politik dibatasi. Karena kekuasaan presiden yang mutlak tersebut mengakibatkan penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

Pembentukan MPRS

Berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 presiden membentuk MPRS. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum, sehingga partai-partai politik yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

Ketua MPRS Chairul Saleh, dengan tugas MPRS hanya terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada tanggal 10 November sampai 7 Desember 1960, MPRS mengadakan sidang umum pertama di Bandung. Sidang umum MPRS ini menghasilkan du ketetapan, yaitu sebagai berikut:

  1. Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto politik Republik Indonesia sebagai GBHN.
  2. Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana tahap pertama (1961 – 1969).

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan presiden berada di bawah MPR, namun pada kenyataannya MPRS tunduk kepada presiden yang terlihat dari tindakan presiden dalam pengangkatan ketua MPRS yang dirangkap oleh wakil perdana menteri III, dan pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dari pimpinan partai besar (PNI, NU, dan PKI) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

Pembubaran DPR dan pembentukan DPR GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilihan Umum tahun 1955 dibubarkan pada tanggal 5 Maret 1960. Karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden kemudian mengeluarkan penetapan presiden yang menyatakan bahwa DPR dibubarkan dan sebagai gantinya presiden mebentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR).

Karena bukan hasil pemilihan umum, maka semua anggota DPR GR ditunjuk oleh Presiden Soekarno. Peraturan maupun tata tertib DPR GR ditentukan pula oleh presiden.

Akibatnya, DPR GR mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan Presiden Soekarno tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sebab berdasarkan UUD 1945, presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi negara ini diketuai oleh presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua (Rusian Abdulgani), 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, 24 orang wakil golongan.

Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelantikan DPAS dilakukan di Istana Negara pada tangga; 15 Agustus 1959.

Seperti MPRS dan DPR GR, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah. Alasannya adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik Indonesia ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960.

Inti manipol adalah USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia) sehingga dikenal dengan manipol USDEK.

Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan dita-cita yang terkandung dalam UUD 1945.

Tujuan pembentukan Front Nasional adalah menyatukan seluruh potensi nasional agar menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno yang bertugas menyelesaikan revolusi nasional, melaksanakan pembangunan, dan mengembalikan Irian Barat.

Pembentukan Kabinet Kerja

Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri. Sedangkan Ir. Juanda menjadi menteri pertama. Kabinet Kerja dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dengan programnya yang disebut Tri Program Kabinet Kerja.   Isi Tri Program Kabinet Kerja adalah sebagai berikut :  

  1. Mencukupi kebutuhan sandang pangan.
  2. Menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara.
  3. Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan imperialisme politik (Irian Barat).

Referensi lain silahkan baca juga artikel: Keadaan politik setelah Dekrit Presiden

Pos terkait