Kehidupan masa bercocok tanam dan hidup menetap

Kehidupan masa bercocok tanam dan hidup menetap – Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan cukup pesat. Masyarakat pra aksara pada saat itu telah memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu.

Hal ini dimaksudkan agar hubungan antara manusia di dalam kelompok masyarakatnya semakin erat. Eratnya hubungan antar manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa anggota masyarakat yang lain.

Bacaan Lainnya

Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong-royong. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat bersangkutan selalu dilakukan dengan cara bergotong-royong, di antaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu, membangun rumah dan lain-lain.

Cara hidup bergotong-royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris. Kegiatan gotong-royong hingga saat ini masih tetap dipertahankan terutama di daerah pedesaan.

Dalam kehidupan masyarakat bercocok tanam sudah terlihat peran pemimpin (primus interpares). Gelar primus interpares di Indonesia adalah ratu atau datu (datuk), artinya orang terhormat dan yang patut dihormati karena kepemimpinan, kecakapan, kesetiaannya, dan lain-lain

Masyarakat pada masa bercocok tanam sudah terampil membuat gerabah, anyaman, pakaian, dan perahu. Bahan untuk anyaman dibuat dari bambu, rumput dan rotan, dengan teknik anyaman dan pola geometreis. Anyaman digunakan sebagai alat kebutuhan rumah tangga.

10 unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat Indonesia

Revolusi kehidupan manusia dari foof gathering (penyediaan alam) ke food producing dapat dibuktikan dengan beberapa hal yang disampaikan seorang ahli purbakala bernama Dr. Brandes.

Dr. Brandes mengemukakan bahwa sebelum kedatangan pengaruh Hindu Budha, di Indonesia telah terdapat sepuluh unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat Indonesia. Unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan berlayar

Pembawa kebudayaan neolitikum ke Indonesia adalah ras bangsa Austronesia yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Mereka datang ke Indonesia dengan menggunakan perahu bercadik, satu ciri perahu bangsa Indonesia adalah penggunaan cadik, yaitu alat dari bambu da kayu yang dipasang di kanan dan kiri perahu agar seimbang tidak mudah oleng.

Baca juga Asal-usul bangsa Indonesia

2. Mengenai astronomi

Pengetahuan astronomi diperlukan untuk pelayara. Mereka menggunakan rasi bintang pari (sebutan para nelayan) atau bintang “gubuk penceng” untuk melakukan pelayaran.

Untuk mengetahui datangnya musim bagi keperluan pertanian diperlukan bintang-bintang, seperti bintang beruang besar yang disebut bintang waluku yang berarti bintang bajak.

3. Kepandaian bersawah

Sejak zaman neolitikum Bangsa Indonesia telah bertempat tinggal tetap. Dengan hidup menetap mendorong mereka untuk hidup sebagai food producing. Dalam bidang pertanian pada awalnya dilakukan dengan sistem ladang, namun untuk lebih meningkatkan hasil pertanian digunakan sistem sawah.

4. Aktivitas perdagangan

Hasil panen atas barang-barang kehidupan yang dibuat dirumah banyak, namun ada beberapa kebutuhan yang tidak dapat mereka penuhi, sehingga dilakukan tukar-menukar barang (barter). Dengan barter berarti telah terjadi perdagangan.

5. Mengatur masyarakat

Dengan adanya kehidupan berkelompok yang sudah menetap perlu diadakan aturan masyarakat. Untuk itu diperlukan pemimpin yang dianggap memiliki kemampuan lebih (primus interpares) dan dapat melindungi masyarakat dari gangguan, baik dari dalam maupun dari luar, serta dapat mengatur masyarakat dengan baik.

6. Seni batik

Batik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain dengan alat yang disebut canting.

7. Kesenian wayang

Dalam kehidupan yang telah menetap dan teratur dapat diciptakan kesenian-kesenian yang lebih tinggi nilainya, seperti kesenian wayang yang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang.

Setelah pengaruh Hindu masuk ke Indonesia, kisah nenek moyang dan nasihat diganti dengan cerita Mahabharata dan Ramayana yang lebih menarik.

8. Sistem macapat (pola susunan masyarakat)

Macapat artinya tata cara yang didasarkan pada jumlah empat dengan pusat terletak di tengah. Ada satu sumber yang mengatakan macapat merupakan susunan ibu kota Solo yang terdapat tanah lawang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana/kraton.

9. Membuat kerajinan

Sambil menunggu hasil panen, ada waktu luang yang dimanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan, seperti membuat gerabah, manik-manik, pakaian dari kulit kayu/kerang, anyaman dan perhiasan. Bahkan pada zaman logam usaha kerajinan perundagian semakin berkembang.

10. Seni gamelan

Agar pertunjukan wayang kulit dapat dimainkan dengan baik dan menarik, maka perlu dibantu oleh gamelan sebagai alat musik pengiring. alat gamelan tersebut seperti gong, bonang, gambang, rebab, gender, saron, kendang dan sebagainya.

Dari penjabaran di atas, maka kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam dan menetap memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Sudah mengenal bercocok tanam secara baik.
  2. Sudah mampu mengolah bahan makan sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka (menghasilkan makanan/food producing). Di samping berburu dan menangkap ikan, mereka juga telah memelihara binatang-binatang jinak, seperti kerbau, anjing, dan babi. Binatang-binatang tersebut selain untuk keperluan konsumsi juga dapat dipakai sebagai binatang korban.
  3. Sudah mempunyai tempat tinggal yang menetap secara mantab.
  4. Peralatan yang dibuat dari batu lebih halus dan bermacam-macam seperti kapak, tombak, panah, dan lain-lain. Selain peralatan tersebut, mereka juga berhasil membuat perhiasan dari gelang-gelang dan biji-biji kalung dari batu.
  5. Peradaban mereka sudah lebih maju, alat-alat rumah tangga dibuat lebih baik dan mereka lebih mengerti seni.

Pos terkait