Keluarnya Ja’far Abi Thalib dari kaum Jahiliyah

Kedatangan Islam di Jazirah Arab merubah bangsa Arab dari kebejatan moral menuju ketinggian norma, sebagaimana tergambar dalam dialog antara Ja’far dan Raja Najasyi, ketika kaum muslimin hijrah ke negeri Habsyi pada tahun 615 Masehi.

Pada saat itu kaum Quraisy membujuk raja Najasyi agar menyerahkan kembali kaum Muslimin. Oleh sebab itu para pengungsi dipanggilnya dan kepada mereka baginda bertanya: “Cobalah terangkan apakah agama baru yang telah menyebabkan kamu sampai berpecah dengan keluarga kamu sendiri?”.

Bacaan Lainnya

Sebagai wakil kaum muslimin itu majulah Ja’far Abi Thalib menjawab pertanyaan baginda:
Demikianlah katanya:

“Tadinya adalah kami kaum jahiliyah, kaum yang bodoh dan sesat, kami hidup menyembah berhala, memakan bangkai dan melakukan segala macam kedurjanaan. Kami suka mengganggu keamanan rumah tangga orang lain. Yang kuat di antara kami memakan yang lemah, yang kaya menindas yang miskin dan begitu seterusnya.

Demikianlah keadaan kami berabad-abad lamanya sampai datang saatnya Allah mengirimkan utusan-Nya kepada kami. Yaitu seorang dari hamba-Nya yang kami tahu betul akan asal usul keturunannya, kami tahu betul akan ketinggian budi pekertinya dan kami tahu betul akan kelurusannya dan kejujurannya sejak dari kecil sampai besarnya.

Kami diajaknya mempercayai dan menyembah Allah Yang Maha Esa, mempercayai kerasulannya serta meninggalkan patung dan berhala pemujaan kami selama ini. Kami disuruhnya bersembahyang, disuruhnya lurus dan jujur, menepati janji, menyayangi anak yatim, menolong yang lemah serta menjauhi segala tindakan tercela.

Pengajaran yang baik ini masuk ke dalam fikiran kami, kami taati dan kami turuti ajarannya, kami kerjakan perintahnya dan kami jauhi semua larangannya. Ini tidak menyenangkan kaum kami.

Kami diazab, disiksa, dan digoda dengan bermacam-macam godaan supaya kami kembali menyembah berhala dan menganut adat istiadat jahiliyah yang amat sesat itu.

Setelah tak tertahan lagi kami menanggungkan azab siksaan yang melewati batas itu larilah kami memperlindungkan diri ke dalam negeri tuanku ini. Kami pilih negeri tuan untuk tempat kami memperlindungkan diri dengan pengharapan semoga terhindarlah kami dari kezhaliman dan kekejaman kaum kami itu”.

Demikianlah keterangan Jafar.

Baca juga: Saat masyarakat Arab masih feodal materialistis

Pos terkait