Sejarah konflik di Yugoslavia

Ternyata langkah yang diambil Joseph Broz Tito (baca: latar belakang Yugoslavia) tersebut menimbulkan masalah dikemudian hari. Kebijakan satu partai diprotes oleh rakyat. Kebijakan ekonomi sentralistik membuat Kroasia dan Slovenia merasa dieksploitasi oleh pemerintah pusat, karena kedua daerah itu yang terkaya bila dibandingkan dengan lainnya.

Pada tanggal 8 Mei 1980 Joseph Broz Tito meninggal dunia. Setelah Tito meninggal, Yugoslavia menghadapi masalah ekonomi yang mengakibatkan melemahnya pemerintahan pusat. Kewibawaan pemerintah pusat merosot, lebih-lebih setelah jabatan presiden diatur bergiliran dari keenam negara bagian.

Bacaan Lainnya

Memasuki tahun 1980-an perbedaan rasial mulai muncul kembali di Yugoslavia, ketegangan etnik dan kekerasan mewarnai kehidupan politik negara ini.

Pengganti Joseph Broz Tito adalah Slobodan Milosevic dari Serbia. Slobodan Milosevic ternyata tidak berhasil menyelesaikan konflik di Yugoslavia, bahkan justru muncul perang perang antaretnis.

Keenam negara bagian berusaha memisahkan diri dari Federasi dan membentuk negara merdeka dan berdaulat. Perang tersebut diawali dengan perang antara Serbia dan Bosnia.

Kroasia dan Slovenia mengumumkan kemerdekaannya pada tanggal 26 Juni 1991. Tentara Yugoslavia tidak berhasil mempertahankan Slovenia dan Kroasia. European Comunity (EC) pada bulan JUli 1991 mencoba untuk mempertahankan Yugoslavia, namun tidak berhasil.

Pada tahun 1992, EC mengakui kemerdekaan Kroasia dan Slovenia. Setelah keduanya merdeka, maka Serbia mendominasi kekuasaan Yugoslavia. Serbia merasa bertanggung jawab atas keamanan orang-orang Serbia di Kroasia yang diperlakukan tidak adil di Kroasia.

Macedonia dan Boznia-Herzegovina tidak mau di bawah kekuasaan Serbia. Kedua negara tersebut juga memerdekakan diri dan meminta pengakuan dari European Comunity atas kemerdekaan mereka. Nasib Boznia-Herzegovina tidak seberuntung Macedonia.

Di Bosnia pada bulan April 1992 terjadi perang saudara. Konfli antara Serbia, Kroasia dan Bosnia ditandai dengan peristiwa genosida yang mengejutkan dunia.

Serbia dan Montenegro pada tanggal 27 April 1992 menyatakan diri sebagai Republik Federasi Yugoslavia dengan mengakui kemerdekaan empat negara bagian lainnya.

Komunitas Internasional pada pertengahan tahun 1992 mengakui kemerdekaan negara-negara bagian Yugoslavia itu kecuali Macedonia, sedangkan untuk kedudukan Republik Federasi Yugoslavia sebagai pengganti Yugoslavia ditolak.

Dunia internasional berusaha membantu menyelesaikan konflik di negara ini, namun mengalami kesulitan karena konflik yang terjadi di Yugoslavia adalah konflik etnik. Sementara itu, PBB maupun pihak Barat hanya dirancang untuk menangani konflik politis.

Semua pihak yang terlibat dalam Perang Bosnia pada tanggal 21 November 1995 telah menyetujui cara damai untuk mengakhiri perang. Perundingan berlangsung di Dayton, Ohio, Amerika Selatan selama tiga pekan.

Persetujuan perdamaian tersebut ditandatangani oleh pemimpin Bosnia Alija Izetbegovic, pemimpin Kroasia Franjo Tudjamn, dan pemimpin bekas Yugoslavia (Serbia) Slobodan Milosevic.

Joseph Broz Tito
Joseph Broz Tito, Presiden Yugoslavia 1, Masa jabatan: 14 Januari 1953 – 4 Mei 1980

Perjanjian Perdamaian Yugoslavia

Pada tanggal 14 Desember 1955 dilakukan penandatanganan perdamaian secara resmi di Paris, Prancis, di ruang khusus Presiden Prancis Jacques Chirac di Istana Elysee.

Pemimpin yang hadir sebagai saksi dalam perjanjian tersebut adalah Presiden Bill Clinton Amerika Serikat, P.M. John Major Inggris, Konselir Helmut Kohi Jerman, PM. Victor Chernomyrdin Rusia, PM. Abdulatif Maroko, Sekjen PBB Butros Butros Ghali, Pejabat Presiden Uni Eropa Felipe Gonzales dari Spanyol, dan calon sekjen NATO, Javier Solona.

Isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut :

  1. Bosnia sebagai negara tunggal terdiri dari dua republik, yaitu Federasi Muslim-Kroasia dan Serbia Bosnia.
  2. Sarajevo bagian dari Federasi Muslim-Kroasia, berarti tentara Serbia harus meninggalkan Sarajevo.
  3. Pemerintahan sentral Bosnia harus efektif dengan presiden terpilih dan parlemen.
  4. Pemulangan pengungsi ke rumah-rumah mereka.
  5. Gerakan yang bebas di seluruh negara.
  6. Larangan terhadap penjahat perang untuk menduduki pemerintahan.

Pos terkait