Sejarah terjadinya reformasi di Indonesia

Sejarah pemerintahan di Indonesia pernah mengalami dua orde, yaitu Orde Lama berlangsung dari tahun 1945-1966 (21 tahun), dan Orde Baru berlangsung dari tahun 1966-1998 (32 tahun). Pada awalnya Orde Baru menciptakan tatanan kehidupan bernegara yang baik, pembangunan pun berkembang dengan pesat.

Munculnya reformasi

Tetapi dalam perkembangannya, Orba banyak melakukan penyimpangan sehingga membuat rakyat kecewa. Kekecewaan rakyat mengakibatkan ketidakpuasan sehingga pada akhirnya melahirkan apa yang disebut dengan gerakan reformasi. Gerakan ini bertujuan untuk melakukan pembaharuan di segala bidang. Sebagai langkah awal dari gerakan reformasi adalah pergantian pemimpin bangsa dan negara yang disebut presiden.

Bacaan Lainnya

Latar belakang jatuhnya Orde Baru berasal dari perkembangan keadaan berbagai bidang kehidupan masyarakat pada saat itu. Indonesia mengalami krisis multidimensional. Krisis terjadi di berbagai bidang kehidupan, yaitu: krisis politik, krisis ekonomi, dan krisis sosial.

Reformasi Indonesia 1998
Reformasi Indonesia 1998

Krisis Politik

Kehidupan politik bangsa Indonesia mulai memanas setahun sebelum pemilu 1997. Pemerintah yang didukung oleh Partai Golkar berusaha mempertahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima kali pemilu sebelumnya PPP, Golkar dan PDI telah dianggap tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik sebagian masyarakat.

Proses aspirasi politik ke pemerintah tidak terdistribusi secara sempurna. Segala peraturan yang dibentuk oleh MPR/DPR pada prinsipnya tidak berorientasi jangka panjang, tetapi semata-semata hanya bertujuan untuk memenuhi keinginan dan kepentingan kelompok tertentu.

Oleh karena mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, maka proses pengawasan dan pemberian mandataris kepemimpinan antara DPR dan MPR dengan presiden menjadi tidak sempurna. Unsur legislatif yang sejatinya dilakukan MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto.

Akibatnya suksesi politik pemerintahan menjadi tidak terlaksana dengan baik. Dengan kondisi tersebut memicu munculnya kondisi status quo yang berakibat pada munculnya krisis politik, baik dalam tataran elite politik maupun dalam masyarakat yang mulai mempertanyakan legitimasi pemerintahan Orde Baru.

Pada pemilu tahun 1997 Golkar menang mutlak. Kemenangan tersebut diikuti dengan munculnya dukungan kepada Soeharto untuk dapat dicalonkan kembali sebagai presiden Republik Indonesia dalam Sidang Umum MPR tahun 1998. Pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden dapat dipisahkan dari komposisi anggota MPR/DPR yang menguntungkan pihak penguasa.

Keputusan MPR untuk mengangkat kembali Soeharto sebagai presiden pada tahun 1998 menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat, baik mahasiswa, LSM, maupun tokoh masyarakat.

Mahasiswa menilai bahwa kondisi tersebut merupakan cacat politik yang berada di tataran legislatif dan eksekutif. Keputusan MPR ini kemudian memunculkan gejolak ketidaksetujuan di kalangan aktivis mahasiswa yang diikuti dengan munculnya berbagai aksi demonstrasi.

Baca juga: Gerakan reformasi Indonesia

Krisis ekonomi

Pembangunan nasional Indonesia selama pemerintahan Orde Baru terlihat sangat berhasil. Pendapatan per kapita penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan perekonomian tersebut dibangun di atas pondasi ekonomi yang keropos.

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai hanya semu belaka karena berasal dari utang luar negeri. Keroposnya perekonomian Indonesia semakin parah dikarenakan tindakan konglomerat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk mengeruk banyak utang tanpa ada kontrol dari pemerintah dan rakyat. Semua terjadi karena berkembangnya budaya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang luar biasa.

PAda pertengahan tahun 1997, perekonomian negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia mulai terguncang karena secara tiba-tiba nilai tukar dolar Amerika melonjak. Hal ini yang menyebabkan ribuan perusahaan bangkrut dan ribuan orang menjadi pengangguran.

Indonesia mengalami krisis ekonomi pada akhir tahun 1997. Nilai tukar rupiah terhadap dolar merosot tajam, bahkan hampir menyentuh level Rp 15.000,00.

Meskipun banyak yang menyebabkan krisis moneter, namun penyebab utamanya adalah spekulasi valuta asing yang telah memborong dolar dan menjualnya dengan harga yang tinggi, sehingga mata uang negara-negara di Asia Tenggara menjadi terpuruk. Spekulan terbesar pada masa krisis adalah George Soros. Harga barang dagangan mulai membumbung tinggi, sehingga daya beli masyarakat semakin melemah.

Adanya kemerosotan ekonomi Indonesia ternyata tidak mendapat tanggapan dari Presiden Soeharto dengan membuat perbaikan kebijakan ekonomi, tetapi justru Presiden Soeharto meminta bantuan dana pembangunan dari International Monetary Fund (IMF).

Presiden Soeharto pada tanggal 15 Januari 1998 menandatangani 50 butir Letter of Intent (LOI) dengan disaksikan oleh Direktur IMF Asia, Michael Camdessus, sebagai sebuah syarat untuk mendapatkan kucuran dana bantuan luar negeri tersebut.

Tingginya tingkat korupsi di tataran sektor ekonomi dan pemerintahan dan adanya kasus kredit macet yang melanda bank-bank utama di Indonesia mengakibatkan pembayaran letter of credit (L/C) dari sektor usaha Indonesia tidak diterima di luar negeri.

Penanganan krisis ekonomi Indonesia di tahun 1997/1998 berujung pada munculnya krisis multidimensi (politik, sosial, kepercayaan) masyarakat terhadap pemerintah. Adapun tanda-tanda krisis ekonomi yang melanda Indonesia waktu itu dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
  2. Memburuknya kondisi moneter, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank pada akhir 1997.
  3. Penyimpangan sistem ekonomi.
  4. Utang luar negeri yang sangat besar.
  5.  Berkembangnya KKN.
  6. Sistem pemerintahan yang sentralistik.

Baca juga: Kronologi reformasi Indonesia tahun 1998

Krisis sosial

Kesenjangan ekonomi menyebabkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Berbagai demonstrasi yang mengatasnamakan gerakan reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan oknum baik individu maupun kelompok.

Aksi kerusuhan, penjarahan dan pembakaran terjadi di mana-mana. Puncak dari aksi kerusuhan dan penjarahan terjadi pada tanggal 13-14 Mei 1998 yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Banyak korban jiwa dan harta benda dalam peristiwa tersebut.

Kondisi inilah yang kemudian memicu tuntutan kepada pemerintah pusat untuk mereformasi pola pembangunan ekonomi. Tuntutan inilah yang memunculkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya reformasi bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Pos terkait