4 golongan zaman kerajaan Islam di Indonesia

Agama Islam dan kebudayaan Islam berpengaruh besar terhadap cara hidup, alam pikiran dan kebudayaan bangsa Indonesia. Karena pengaruh agama Islam itu, maka kota-kota pantai tumbuh menjadi kerajaan-kerajaan Islam. Dengan demikian, berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.

Meskipun agama Islam berpengaruh besar terhadap kebudayaan Indonesia tetapi tidak mengubah kebudayaan Indonesia secara menyeluruh. Kebudayaan Indonesia tetap hidup di samping kebudayaan Islam.

Bacaan Lainnya

Hal itu berarti, kebudayaan Islam memperkaya dan memperluas kebudayaan Indonesia.

Oleh karena itu, susunan masyarakat di kerajaan Islam pun tetap seperti sebelum agama Islam masuk ke negeri ini. Masyarakat pantai hidup dari perdagangan, sedangkan masyarakat pedalaman hidup dari pertanian.

4 Golongan Islam Zaman Kerajaan di Indonesia

Hampir semua kerajaan Islam di Indonesia memiliki susunan masyarakat yang sama, yang terdiri sebagai berikut:

1. Golongan Raja dan Keluarganya (Bangsawan)

Para raja di kerajaan Islam memakai gelar berbeda-beda. Misalnya susuhunan atau sunan, sultan, maulana dan karaeng. Raja kerajaan di Indonesia pertama yang menggunakan gelar sultan adalah raja Samudra Pasai, Sultan Malik al Saleh. Gelar maulana digunakan oleh raja-raja Banten.

Gelar para bangsawan juga bermacam-macam. Misalnya adipati atau pati, senopati, pangeran, kyai gede dan panembahan. Raja-raja dan para bangsawan merupakan masyarakat khusus yang memiliki tingkatan tertinggi. Kadang-kadang rakyat kebanyakan dapat diangkat menjadi bangsawan karena berjasa atau karena menikah dengan putri bangsawan.

2. Golongan terkemuka

Golongan ini terdiri dari para pemuka masyarakat, sesuai dengan bidangnya. Ada pemuka dalam bidang pemerintahan, keagamaan, ketentaraan, perdagangan, kebudayaan dan lain-lain.

Rakyat menghormati golongan terkemuka karena golongan tersebut memiliki kelebihan. Misalnya karena kaya, berilmu, berwibawa, memegang teguh peraturan hidup maupun syariat agama, atau karena hal-hal lain.

Golongan terkemuka dijadikan teladan oleh masyarakat. Di kerajaan Banten dan Mataram, golongan ini dinamakan priyayi. Mereka terdiri dari pegawai-pegawai kerajaan beserta keluarganya.

Golongan terkemuka di bidang ekonomi terdiri dari pedagang-pedagang yang ulet, giat dan tekun dalam usaha dagang, sehingga mereka menjadi kaya.

Di kerajaan Aceh, golongan terkemuka dibidang ekonomi ini ikut duduk dalam majelis yang mengadili tindak pidana. Ulama-ulama terkemuka adalah golongan terkemuka dibidang keagamaan. Masyarakat memandangnya sebagai pemimpin, dan sangat dipatuhi nasihat-nasihatnya.

Di kerajaan Demak, golongan terkemuka di bidang keagamaan terdiri dari para wali. Mereka bukan hanya tokoh agama, melainkan juga tokoh masyarakat. Para wali juga menjadi penasihat raja dalam pemerintahan. Mereka pun memberi doa atau restu kepada seorang raja yang sedang dinobatkan.

Para wali mendirikan masjid, sebagai pusat kegiatan agama. Ada pula wali yang giat dibidang seni budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Bahkan ada wali yang menjadi raja, ialah Sunan Gunung Jati di Cirebon.

3. Golongan rakyat kebanyakan

Golongan ini adalah lapisan terbanyak di dalam masyarakat. Di wilayah kerajaan-kerajaan di Jawa, mereka disebut “wong cilik”. Artinya, orang kecil atau rakyat kecil. Golongan rakyat kebanyakan terdiri dari pedagang, petani, tukang, nelayan, seniman, pegawai rendahan, tentara bawahan dan ulama kecil.

Yang terbanyak adalah pedagang dan petani. Para pedagang umumnya tinggal di kota-kota sedangkan para petani tinggal di desa-desa.

Ketika itu, masyarakat desa masih merupakan masyarakat tertutup. Artinya tidak banyak berhubungan dengan masyarakat di luar desanya. Semua kebutuhan dicukupi oleh masyarakat atau desa itu sendiri.

Hanya kadang-kadang sehabis panen, para petani menukarkan hasil panennya ke kota. Misalnya kain, barang kelontong atau garam. Jadi ketika itu masyarakat desa belum mengenal uang.

Para tukang, baik tukang kayu maupun tukang besi, pada umumnya tinggal di kota. Sebagian dari mereka bekerja di istana, untuk membangun dan memperindah  istana. Ada pula yang bekerja pada pembangunan masjid, rumah jembatan, makam dan sebagainya. Tukang besi biasanya bekerja membuat senjata atau alat-alat lain. Ada pula tukang tenun dan tukang batik.

Para nelayan hidup hidup di perkampungan nelayan yang letaknya tidak jauh dari kota. Hasil penangkapan ikannya mereka jual kepada para tengkulak di kota.

Para seniman bekerja di berbagai bidang seni. Antara lain seni pedalangan, seni tari, seni suara, gending, sandiwara, ukir dan pahat. Para seniman pada umumnya tinggal di kota. Karya-karya seni amat mahal.

Hanya raja, bangsawan dan pedagang kaya yang mampu membeli karya seni atau menyelenggarakan pertunjukan kesenian.

Tentara bawahan mengabdi kepada raja dan para bupati. Tugasnya menjaga keraton serta keselamatan raja dan para bupati dengan keluarganya, dan mengikuti upacara-upacara kerajaan. Terkadang mereka berpatroli mengelilingi kota dengan kendaraan kuda.

Kaum ulama kecil tinggal di tengah-tengah masyarakat. Perkampungan mereka dinamakan Kauman.

4. Golongan budak

Golongan budak juga disebut “kawula” atau “abdi” atau “hamba”. Mereka melakukan pekerjaan yang berat-berat, untuk kepentingan majikannya. Namun, bila dibandingkan dengan budak di negara-negara lain, nasib budak di Indonesia jauh lebih bagus. Mereka diperlakukan dengan wajar oleh majikannya.

Pos terkait