Afrika Benua Hitam beruap lembab

Banyak orang mengira Afrika adalah lahan yang penuh dengan hutan beruap lembap, padang pasir yang kering kerontang, dan rimba belantara tropis. Memang begitu adanya, tetapi wilayah ini sekaligus adalah benua yang penuh dengan bukit terjal berpuncak salju abadi, sabana yang berangin, hujan kabut dingin, dan malam beku yang mencekam.

Penduduk Afrika pada umumnya dianggap berkulit hitam. Memang kebanyakan benar-benar hitam, walaupun ada beberapa macam warna kehitaman. Akan tetapi, sebagian dari mereka berkulit cokelat, kuning atau putih.

Bacaan Lainnya

Afrika adalah benua raksasa kedua terbesar di dunia setelah Asia yang penuh dengan keanekaragaman. Demikian luasnya sehingga seumpama ditumpangkan di atasnya Amerika Serikat, Eropa, India, dan Jepang masih juga banyak tanah yang tersisa.

Panjang Afrika dari utara ke selatan sekitar 8.050 km dan jarak kedua titik terlebarnya Iebih dari 7.400 km dari timur ke barat. Untuk benua yang seluas itu yaitu seperlima luas permukaan daratan bumi penduduknya terbilang amat jarang. Mereka, yang tinggal tersebar di seluruh benua berjumlah sedikit di atas 550.000.000 jiwa dan merupakan hanya sekitar 12% penduduk dunia.

Afrika Kaya Mineral

Tidak seperti benua Asia dan Eropa, Afrika tidak memiliki daerah yang padat penduduknya. Lembah subur Sungai Nil menampung populasi yang besar dan memang mempunyai banyak kota besar.

Namun, rantau yang luas di benua itu masih tetap kosong, terutama karena tanahnya yang tandus tak serasi untuk bercocok tanam atau karena adanya hama serangga yang menularkan penyakit kepada manusia dan ternak.

Afrika mengandung banyak kekayaan mineral seperti berlian, emas, dan uranium yang ditambang di Afrika Selatan; emas dan intan di Ghana dan Tanzania; serta sejumlah besar endapan tembaga di Republik Zaire dan Zambia.

Terdapat juga banyak cadangan minyak bumi di barat dan utara dan banyak deposit besi dan batu bara di beberapa daerah. Namun, banyak sumber alam benua itu belum diolah dan tampaknya hampir pasti bahwa masih banyak lagi kekayaan yang terletak di bawah bumi, menunggu untuk diambil. Afrika juga memproduksi berbagai barang pertanian seperti kapas, teh, kopi, cokelat, karet, cengkeh, dan tembakau.

Meskipun ada juga segelintir orang yang amat kaya di Afrika, mereka ini adalah orang Eropa atau Asia. Hanya sedikit orang yang menikmati kekayaan dari bumi mereka, malah sebagian besar adalah orang yang miskin sekali, yang berpendapatan per kapita tak lebih dari US$ 200 setahun.

Namun, memang amat sulit untuk menghitung standar hidup dengan uang, sebab banyak orang Afrika menanam sendiri bahan pangan mereka dan mendirikan sendiri rumah mereka, hampir tidak memakai uang sama sekali.

Banyak sekali orang Afrika yang niraksara. Banyak yang tak pernah bersekolah. Sejumlah besar penyakit tropis menyebabkan kesengsaraan dan kematian. Banyak bayi yang mati sebelum mencapai umur 5 tahun, sedangkan yang berhasil menjadi dewasa hanya berpengharapan hidup sampai umur 40 tahun.

Peta Afrika

Di bawah ini adalah 3 peta Afrika dalam berbagai bentuk.

Peta kerajaan Afrika
Peta wilayah Afrika
Peta Afrika Globe

Lebih jauh mengenai ini silahkan kunjungi: Peta Benua Afrika atau di google map

Pemukiman Awal Manusia Afrika

Masih ada orang yang mengira Afrika sebagai benua yang baru saja ditemukan. Padahal mungkin justru merupakan salah satu daerah asal usul manusia, bahkan mungkin daerah asal usul manusia pertama.

Pada tahun 1967 sekeping tulang rahang salah seorang nenek moyang manusia pertama ditemukan di Kenya oleh sebuah tim antropolog Universitas Harvard. Setelah diadakan penelitian yang intensif, universitas itu mengumumkan pada tahun 1971 bahwa fragmen belulang ini bertarikh 5.000.000 tahun ke belakang.

Di Olduvai Gorge, Tanzania bagian utara, penggalian telah menampakkan tulang-tulang fosil makhluk yang dimungkinkan nenek moyang manusia pertama yang hidup antara 1.500.000 – 1.750.000 tahun yang lalu.

Makhluk ini merupakan makhluk paling awal yang telah dapat membuat peranti mereka sendiri. Lalu pada tahun 1978 jejak kaki mirip milik manusia yang hidup sekitar 3.590.000 tahun lalu yang tingginya sekitar 1,2 m ditemukan di Laetolil, Tanzania.

Baru belakangan ini para ilmuwan mampu menyusun sejarah Afrika. Dengan beberapa perkecualian-misalnya, orang Mesir Kuno yang memakai huruf hieroglif dan orang Mesir kemudian yang memakai huruf Arab.

Kebanyakan orang benua hitam ini baru mengenal bahasa tulisan pada waktu yang relatif belum lama.

Semua daerah Afrika telah dihuni oleh masyarakat yang terorganisasi sejak dahulu kala. Sebagian masyarakat memainkan peranan penting dalam sejarah negeri-negeri di sekitar Laut Tengah. Sebagian lagi memainkan peranan penting dalam dunia perdagangan di kawasan Samudra Hindia.

Benua Hitam

Ada sebuah mitos yang menyebutkan bahwa Afrika adalah sebuah ”benua hitam” yang pertama kali ditemukan dan dijelajahi oleh bangsa Eropa. Namun, ternyata orang-orang di benua ini telah berdagang menyeberangi Samudra Hindia dengan orang Arab, India, dan bahkan orang Cina sejak abad pertama Masehi.

Emas dan kulit dibawa melintasi Sahara untuk dijual di Eropa, tetapi hanya sedikit dari pembelinya yang tahu dari mana barang dagangan itu didatangkan. Di akhir Abad Pertengahan, Timbuktu adalah kota ilmu yang besar, yang merupakan salah satu pusat cendekiawan Islam. Namun, orang Eropa tidak banyak atau sama sekali tidak mengenal kota di bagian barat Afrika ini.

Masyarakat pemula

Di Afrika, orang lebih sering berkelana jika dibandingkan dengan di Eropa, karena di wilayah ini hanya terdapat sedikit daerah yang subur, maka pencarian lahan yang produktif telah menyebabkan seluruh masyarakat, atau tepatnya anggota masyarakat, mencari kesempatan hidup baru.

Sebagian besar orang Afrika adalah petani yang bercocok tanam untuk menghidupi keluarga mereka. Selama berabad-abad telah bergotong-royong melaksanakan berbagai tugas kemasyarakatan, misalnya membuat jalan setapak, jalan besar, atau pun jembatan.

Penduduk bergotong-royong dengan tetangga atau sanak-saudara mereka mendirikan rumah, menuai panenan, atau menggembala ternak mereka. Sepanjang sejarah mereka, masyarakat secara keseluruhan selalu ikut serta dalam acara hiburan, pergelaran musik dan tarian, atau upacara ritual keagamaan. Bahkan di berbagai daerah hal ini masih berlaku sampai sekarang.

Setiap kelompok masyarakat memiliki bentuk pengambilan keputusan masing-masing, yang berpusat pada seorang kepala suku, pada sekelompok tetua desa, semacam dewan desa, atau pada cara rembuk desa.

Jarang sekali ditemukan adanya masyarakat yang bersifat otoriter. Bahkan kekuasaan kepala suku pun hampir selalu dibatasi. Keikutsertaan seluruh orang dewasa dalam pengambilan keputusan telah merupakan tradisi Afrika yang tersebar luas.

Setiap masyarakat mengembangkan adat-istiadatnya sesuai dengan kebutuhan anggotanya-misalnya, kebutuhan atas perlindungan terhadap gangguan keamanan atau atas pemasaran hasil pertanian khusus mereka.

Jika kesatuan masyarakat perlu diperkuat, kekuatan lebih banyak dipusatkan pada pimpinan mereka. Jika kehidupan aman dan damai, rakyat dapat lebih banyak membuat keputusan sendiri di dalam kelompok keluarga yang lebih kecil.

Seperti di tempat lain, masyarakat Afrika bergabung satu sama lain, berpisah atau bersatu dengan kelompok lain, kemudian berpindah membentuk kelompok baru. Proses ini mendorong terjadinya adat-istiadat baru. Pemerintahan, hukum, bahasa, agama, dan hubungan kekeluargaan selalu terpengaruh oleh perubahan itu.

Masyarakat Afrika selalu dipengaruhi oleh ciri-ciri daerah tempat tinggal mereka sehingga amat sulit untuk menarik batas-batas yang pasti di antara berbagai daerah.

Negeri-negeri di pantai utara telah selalu mengadakan hubungan dengan negeri-negeri di sekitar Laut Tengah. Rakyat di negeri ini pada umumnya beragama Islam dan berdarah Arab.

Penduduk pantai timur Afrika telah berhubungan dagang selama berabad-abad dengan negeri Arab, India, dan Hindia Timur (sekarang: Indonesia). Pantai barat pun telah membangun hubungan langsung yang lama dengan Eropa dan menjadi ajang perdagangan budak.

Bagian selatan benua ini telah menjadi koloni orang Eropa sejak abad ke-17 dan seterusnya. Berbagai faktor yang berbeda ini secara pasti telah mempengaruhi cara perkembangan negara dan masyarakat yang beraneka ini.

Masa pemerintahan jajahan Eropa di Afrika sebenarnya hanyalah sebuah cuplikan kecil sejarah dan jalan hidup benua ini. Sesungguhnya hanya selama seperempat akhir abad ke-19 bangsa-bangsa Eropa itu saling memperebutkan wilayah ini di antara mereka sendiri. Saat itu hampir semua bangsa negeri ini telah berpemerintahan sendiri dan nyata sekali bahwa mereka melakukannya dengan amat mahir.

Hampir di seluruh benua, masyarakat Afrika telah menciptakan hukum mereka sendiri yang disesuaikan dengan adat dan tradisi. Namun, orang Eropa tetap bercokol di beberapa permukiman pantai, tempat barang dagangan terutama budak yang dijual kepada mereka dari daerah pedalaman.

Sampai pada akhir abad ke-19, negara-negara Eropa tak lagi bernyali untuk menjajah negeri ini karena mereka tidak berani bertanggung jawab memerintah rakyatnya.

Bagi banyak orang Afrika, masa setelah Perang Dunia II, pada tahun 1945, lebih dirasakan sebagai masa didapatkannya kembali pemerintahan sendiri daripada sebagai masa perebutan kemerdekaan. Pada berbagai masa dalam sejarah, terdapat banyak kerajaan yang didirikan. Bangsa ini memandang kerajaan masa lalu ini sebagai warisan mereka yang berharga.

Saat Pantai Emas merdeka pada tahun 1957, misalnya, negara baru ini mengambil nama Ghana, yaitu nama sebuah kerajaan Afrika Barat kuno. Begitu merdeka, bangsa ini memusatkan pikiran mereka untuk menciptakan negara-negara baru yang mampu mempersatukan tradisi lama yang terbaik dengan apa yang terbaik dari tradisi Dunia Baru.

Penduduk Afrika

Jelas sekali bahwa orang Afrika adalah keturunan dari beberapa bentuk kombinasi yang berasal dari keturunan Bushmanoid dengan Negroid dan Kaukasoid, yang secara tetap beradaptasi dengan lingkungan setempat. Orang Kaukasoid tersebar di seluruh bagian utara sampai ke timur selama masa permulaan.

Orang Negroid berpindah-pindah sepanjang daerah Afrika Barat. Kedua keturunan ini bertemu dan lewat perkawinan antar mereka lahirlah keanekaan suku di antara bangsa Afrika modern.

Peta kepadatan penduduk
Peta kepadatan penduduk
Peta curah hujan
Peta curah hujan

Pembauran Budaya

Pendapat umum yang beranggapan bahwa Afrika dibagi oleh Sahara merupakan hal yang tidak berdasar. Meskipun Sahara memang memisahkan Afrika, yang terletak di sebelah selatannya, dari hubungan langsung dengan Eropa dan Arabia barat, hubungan dagang dan komunikasi yang erat telah terjalin rapi.

Hubungan budaya seperti terbukti dengan adanya hubungan antara Mesir dengan Kerajaan Nubia melalui lembah Nil Bawah dan menyeberangi Sahara selalu terjadi di antara orang Arab Kaukasoid dari Afrika Utara dan orang Negroid dari sebelah selatan Sahara.

Salah satu ekspor budaya yang penting dari utara ke selatan adalah teknologi penanaman pangan dan pemeliharaan hewan. Penemuan teknologi ini mungkin semua diciptakan di Asia Barat, lalu disebarluaskan di Afrika Utara, dan selanjutnya ke Lembah Nil.

Dengan pengetahuan bercocok tanam ini, lebih banyak orang yang dapat bertahan hidup. Orang mulai memperbesar kelompoknya dan bergerak mencari lahan yang lebih baik.

Beberapa kelompok mengkhususkan diri di bidang peternakan. Kini suku Masai di Kenya dan Tanzania menjadi contoh orang-orang yang bertahan dalam tradisi ini. Namun, kebanyakan masyarakat Afrika menggabungkan pertanian dengan peternakan.

Faktor lain yang menggalakkan pembauran masyarakat Afrika adalah diperkenalkannya sejenis makanan utama dari negeri lain. Hanya bulgur dan cantel yang asli panenan negeri ini. Pengolahan tanaman ini memberi kesempatan bagi didirikannya permukiman dalam jumlah besar di daerah sabana sebelah barat laut, selatan, dan timur.

Karena pengimporan padi, ketela rambat, dan pisang dari Asialah maka daerah-daerah hutan akhirnya dibudidayakan. Beberapa dari negara Afrika besar lama yang didirikan di Afrika Barat adalah Ghana, Mali, Songhai, dan Kanem-Bornu.

Sementara di abad pertama Masehi mulai terjadi perpindahan penduduk Bantu secara besar-besaran. Mereka menyebar baik dari barat maupun dari pusat, atau dari kedua daerah itu, menyeberang ke Afrika bagian timur, tengah, dan selatan-berbaur dengan penduduk lokal yang berbahasa Khoisan atau Kushitik.

Selanjutnya, di masa perbudakan, tumbuhan dari Amerika, misalnya jagung, ubi jalar, dan ubi kayu yang dibawa ke Afrika Barat untuk memberi makan para budak yang menunggu diberangkatkan ke Amerika dipungut oleh para petani Afrika, sekali lagi, demi memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin banyak.

Sebagai akibat penyebaran besar penduduk, saat ini Afrika memiliki beratus kelompok keturunan dan hampir 1000 bahasa yang berbeda. Bahasa Arab di utara, bahasa Swahili di timur, dan bahasa Hausa di barat merupakan bahasa yang digunakan oleh jumlah besar penutur.

Sejak berakhirnya masa penjajahan Eropa, bahasa Inggris, Prancis, dan dalam jumlah yang terbatas bahasa Portugis telah digunakan secara lebih luas daripada bahasa Afrika tertentu yang mana pun.

Kebhinekaan etnik dan bentuk bahasa ini merupakan kendala dalam penelitian mengenai masing-masing masyarakat Afrika. Deskripsi yang diberikan dalam artikel ini hanyalah merupakan penjelasan secara umum.

Lahan

Ciri fisik suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan penduduknya. Hal ini khususnya berlaku di Afrika, karena sebagian besar benua ini belum terjamah oleh teknologi modern. Di banyak wilayah Afrika, jalan besar masih langka, sedangkan kereta api pun hanya sedikit. Baru akhir-akhir ini mulai digunakan pupuk, traktor, pengairan, dan peternakan hewan.

Oleh sebab itu, banyak orang Afrika masih harus bergantung kepada mutu alami tanah yang belum tersentuh oleh alat mekanis. Mereka, dengan upaya yang apa adanya, harus menantang bahaya lingkungan mereka-padang pasir, sungai yang meluap, kemarau, badai hujan tropis, pegunungan, atau hutan.

Di samping itu, obat-obatan harus menempuh perjalanan yang panjang sebelum dapat menyembuhkan dengan manjur berbagai penyakit yang menyerang manusia dan hewan.

Topografi Afrika

Dalam bentuk relief, Afrika tampak seperti mangkuk sup yang terbalik: Banyak bagian benua ini terdiri atas dataran tinggi dengan sisi-sisi terjal yang menuruni jajaran pantai yang rendah dan sempit.

Dataran tinggi itu beragam tingginya, yaitu sekitar 305-2.440 m, meskipun tidak selalu berupa pegunungan-kecuali gunung-gunung Kilimanjaro, Meru, Kenya, dan Elgon di timur, barisan Ruwenzori antara Zai’re dan Uganda, barisan Drakensberg di Afrika Selatan, dan pegunungan Atlas di utara.

Secara umum, daerah sebelah selatan dan timur dataran tinggi benua Afrika membentuk kawasan yang lebih tinggi letaknya dibanding daerah sebelah barat dan utara. Perbedaan ketinggian ini mempunyai pengaruh penting atas permukiman.

Sebagian besar wilayah Ethiopia, misalnya, tingginya lebih dari 2.440 m, sedangkan dataran tinggi Kenya juga membentuk wilayah luas yang tingginya di atas 2.440 m. Johannesburg, pusat tambang emas dan pusat finansial Afrika Selatan, mempunyai ketinggian mendekati 1.830 m.

Kebanyakan orang Eropa mendiami wilayah yang tinggi letaknya, yang suhunya sedang dan jarang dihuni hama penyakit-misalnya nyamuk. Nyamuk ini malah menjadi simbol salah satu partai di Afrika Barat untuk menunjukkan bahwa serangga itu telah menyelamatkan mereka terhadap masalah yang dibawa oleh orang kulit putih.

Ciri paling mencolok dalam topografi Afrika ialah adanya lembah retakan di timur, yang terbentuk oleh kegiatan volkanik dan penyimpangan bumi. Ada dua bentukan-bagian barat dan bagian timur yang bersambungan berbentuk seperti tulang dada ayam.

Retakan ini dapat dirunut mulai dari Danau Malawi bagian timur memanjang ke utara sampai dan termasuk Laut Merah; bagian barat memanjang melalui Danau Tanganyika, Kivu, Edward, dan Albert. Kebanyakan danau ini mempunyai permukaan cukup tinggi di atas paras laut, tetapi dasarnya jauh di bawah paras laut.

Danau Tanganyika merupakan salah satu danau terdalam di dunia sedalam 1.433 m. Danau Victoria, ketiga terbesar di dunia, terletak di antara kedua Iembah retakan itu dan-berlawanan dengan danau di sebelahnya, danau ini dangkal sekali.

Salah satu akibat dari gejala alam ini untuk penduduk daerah itu adalah bahwa beberapa gunung berapi yang berjajar di lembah retakan itu membentuk tanah subur yang dapat menghidupi penduduk yang lumayan banyaknya. Lebih dari itu, sejumlah besar ikan terdapat di danau-danau yang berada di lembah ini sehingga merupakan sumber protein Afrika yang melimpah.

Banyak pantai Afrika yang dilindungi oleh ombak atau oleh laguna dangkal berhutan bakau. Hanya terdapat sedikit teluk yang dapat disinggahi oleh kapal. Banyak sungai yang mengalir melalui jeram-jeram di dekat pantai. Sejumlah sungai menjalar di antara lahan berawa sebelum akhirnya sampai di laut, tempat terbentuknya delta yang berbahaya dan ambang pasir yang menghalang.

Oleh sebab itu, metode yang biasa dipakai menjelajahi lahan tak dikenal tidak berlaku untuk Afrika. Penjelajah Eropa juga dihentikan oleh Sahara sehingga orang dari luar baru dapat mengadakan hubungan yang sesungguhnya dengan penduduk pedalaman benua ini di pertengahan abad ke-19.

Daerah Terpencil yang Pasif

Tidaklah terdapat banyak daya tarik yang memikat orang dari luar untuk menanggulangi berbagai bahaya alam ini. Sampai akhir abad ke-19 benua ini dianggap sebagai suatu daerah terpencil yang pasif oleh bangsa-bangsa Eropa pelopor, yang menganggap Afrika sebagai dihuni oleh orang yang tidak memiliki bahan yang mampu menarik orang Eropa datang ke negerinya.

Saat itu tidak terdapat bukti bahwa di Afrika terdapat emas, perak, dan permata, yaitu benda berharga yang membimbing orang Spanyol datang ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan ataupun lahan subur, rempah-rempah, dan gumpalan batu mulia yang menggiurkan orang Eropa untuk datang ke Asia.

Budak yang merupakan keuntungan komoditi ekspor utama bagi orang Eropa dibeli di pantai-pantai benua ini, setelah ditangkap dan dijual oleh orang Afrika sendiri. Meskipun emas telah ditambang di berbagai bagian Afrika Barat dan Afrika Tengah sejak dahulu kala, hanya sedikit orang luar yang mengetahui letak sumbernya.

Di barat emas biasanya ditukar dengan garam melewati Sahara dengan orang Afrika Utara, yang kemudian memperdagangkannya menyeberangi Laut Tengah ke Eropa.

Di timur emas diangkut dari daerah yang kini menjadi Zimbabwe ke pantai dan diperdagangkan dengan pedagang Arab atau India. Tembaga dan besi juga mengikuti rute perdagangan ini dari Afrika Tengah. Sebagian dari tembaga dan besi itu dibawa oleh para pedagang Arab untuk dijual di India.

Sumber Baru Afrika

Pada mulanya, pertukaran benda-benda berharga ini dilakukan di pantai Afrika. Sampai kemudian ditemukan berlian dan emas di Afrika Selatan pada tahun 1867 dan 1884 sehingga benua ini menarik kelompok besar pencari kekayaan. Pada saat yang hampir sama pemasaran karet mulai ramai di daerah yang kini dikenal sebagai Zai’re.

Gading pun mulai dicari di Afrika Timur sepanjang abad itu tetapi ini merupakan perdagangan barang mewah. Minyak kelapa juga diekspor dari Afrika Barat. Cokelat dari Pantai Emas, cengkeh dari Zanzibar, dan tembaga dari Katanga di Zaire, sedangkan daerah sabuk tembaga di Rhodesia utara (kini Zambia) juga menjadi penting.

Namun, dengan mengecualikan mineral, komoditi itu tidak cukup penting bagi negara-negara itu untuk menjadi negara industri Komoditi itu memang menyebabkan semakin banyak orang Eropa yang masuk ke pedalaman benua ini. Namun, bagi dunia luar, hanya emas dan berlian dari Afrika Selatan dan tembaga dari Zambia dan Zai’re yang benar-benar penting.

Saat ini sebagian besar Afrika masih terus dieksplorasi secara geologi untuk mencari berbagai bahan berharga yang masih tersembunyi di bawah tanah. Akhir-akhir ini ditemukan minyak bumi di beberapa kawasan terutama Libia, Aljazair, dan Nigeria dan telah menjadi barang ekspor yang menguntungkan bagi negara ini.

Pengolahan Lahan

Bagi seluruh penduduk Afrika, kesuburan tanah merekalah yang menentukan tempat tinggal mereka. Dengan beberapa kekecualian, tanah negeri ini adalah gersang. Pernah diperkirakan bahwa, karena sebagian besar daerah tropik wilayah itu tertutup oleh hutan lebat, seandainya hutan itu dibabat tentulah tanah akan menjadi subur.

Ternyata teori ini tidak benar. Tanah tropik itu berkualitas lebih rendah dan lebih mudah rusak daripada tanah di zone subtropik. Begitu tanah dibersihkan dari tumbuhan liar, tanah segera mengalami kemerosotan. Keseimbangan yang terjadi karena swapenyuburan melalui pembusukan daun dan cabang serta kegiatan serangga menjadi lenyap.

Hujan lebat menyapu bersih lapisan tipis atas yang subur dan erosi yang serius pun terjadi. Lebih dari itu, banyak tanah tropik tidak subur karena mengandung banyak laterit, yaitu sejenis batuan yang membuat tanah berwarna merah. Laterit berguna untuk pembuatan jalan dan gedung, tetapi batuan ini menyebabkan tanah tak berfaedah buat pertanian.

Sepanjang sejarahnya, sebagian besar masyarakat Afrika telah terbiasa dengan praktik pengolahan tanah berpindah. Mereka hanya dapat bercocok tanam atau menggembala ternak mereka di daerah tertentu dalam beberapa tahun saja. Setelah kesuburan tanah terisap habis, mereka bergerak ke daerah lain membiarkan daerah yang semula ditempati itu ‘istirahat’ sampai menjadi subur kembali.

Praktik ini kini tidak lagi biasa dilakukan karena pemerintah kolonial telah secara efektif mencegahnya. Banyak pemerintah Afrika merdeka masa kini telah pula berupaya membujuk penduduknya untuk tinggal menetap di suatu daerah dan pupuk modern pun disediakan untuk memungkinkan mereka mengerjakan tanah mereka.

Namun, bahkan teknik paling modern pun belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan tanah Afrika. Dalam beberapa hal teknik khusus ini malah membuat masalah menjadi lebih buruk sebagai akibat sifat mesin yang merusak tanah yang rawan itu.

Kurangnya Air

Terdapat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tanah yang membatasi pilihan Afrika atas habitat dan mengurangi kemampuan menaikkan produksi pangan. Diperkirakan bahwa lebih dari 3/4 daerah sebelah selatan Sahara kekurangan air.

Negara yang paling menderita di tahun-tahun terakhir ini adalah Ethiopia, Mauritania, Senegal, Mali, Burkina, Niger, dan Chad, yang menderita karena kemarau panjang. Bencana ini telah menyebabkan kelaparan, kehancuran lahan pertanian dan ternak, dan kepindahan penduduk dari tempat tinggal mereka.

Penyakit

Amukan hebat penyakit telah menjadi masalah besar Afrika selama berabad-abad. Di samping penyakit yang menyerang sebagian besar masyarakat rendah, Afrika tropik menderita berbagai penyakit khas. Malaria, penyakit tidur, demam kuning, dan bilharzia semuanya tumbuh subur di banyak bagian benua ini.

Salah satu yang paling berbahaya adalah penyakit tidur yang dibawa oleh lalat tsetse. Tsetse biasa terdapat di sabuk besar Afrika Ekuatorial, sepanjang tonjolan sebelah barat sampai ke pantai Tanzania, sehingga menjadikan kawasan itu tidak cocok untuk dihuni oleh manusia maupun hewan.

Tak dapat dielakkan bahwa akibat dari penyakit itu menimbulkan suatu lingkaran setan. Penyakit dan kematian dini menurunkan produksi, hasil yang rendah menimbulkan kemelaratan, dan kemelaratan memberi peluang berkembangnya penyakit.

Kehidupan Masyarakat Afrika

Di Afrika lahan hampir selalu diolah untuk satu tujuan, yaitu menyediakan pangan bagi masyarakat pengolah. Metode ini disebut pertanian sumber hidup. Mereka makan apa yang mereka tanam.

Selama berabad-abad masyarakat petani negeri ini adalah masyarakat kecil yang mampu bergerak dengan teratur untuk mengolah sebarang tanah subur yang mereka temukan. Hampir 3/4 tanah terolah di Afrika tropis ditanami dengan cara ini.

Jadi, mayoritas orang Afrika hidup dalam masyarakat swadaya yang hampir tidak pernah dapat menjual apa yang mereka produksi, sehingga mereka pun tak pernah mengumpulkan apa-apa.

Akibatnya, mereka tak mampu berhemat atau menikmati penggunaan barang yang didapat dari pertukaran dengan masyarakat lain. Dengan demikian, di segala aspek kehidupan mereka amat bergantung kepada masyarakat tempat mereka tinggal.

Orang Afrika berbeda pendapat dalam menghargai lahan dengan orang Eropa dan Amerika. Di dunia Barat lahan dimiliki baik secara pribadi maupun oleh perusahaan atau oleh pemerintah.

Lahan tersebut milik tetap, dapat diperdagangkan, dan mempunyai batas-batas yang jelas. Kota, desa, paroki, atau perumahan terdiri atas sekelompok orang yang menghuni suatu daerah lahan yang ditunjukkan dengan jelas oleh batas-batasnya.

Hak pemilikan tanah di Afrika tidak didapat dari pembelian atau pewarisan, melainkan dari keanggotaan orang dalam masyarakat. Lahan itu ada di sana seperti juga udara ada di sana.

Jika masyarakat memutuskan membabat tetumbuhan atau hutan di suatu daerah tertentu, kerja keras akan dilakukan oleh anggota masyarakat itu, biasanya dari kelompok-kelompok keluarga.

Keluarga itu akan menanami daerah tersebut, bergotong-royong dengan keluarga-keluarga lain dalam tugas-tugas yang lebih besar, sampai masyarakat itu memutuskan pindah ke tempat lain dan membiarkan daerah itu kembali subur.

Hak guna tanah ini didapat dari keanggotaan dalam masyarakat. Keanggotaan itu juga berarti tugas. Jalan kecil harus dibangun; jembatan dibangun, pasar pun didirikan dan dipelihara.

Semua itu merupakan tugas bersama, maka tanggung jawab untuk ikut serta melaksanakan keputusan harus diterima oleh semuanya. Tugas ini dan banyak tradisi lain membentuk unsur-unsur pokok keanggotaan dalam masyarakat. Jika keanggotaan gugur karena anggota pergi-misalnya bekerja di kota atau anggota itu diusir-anggota itu kehilangan hak mengolah lahan masyarakat.

Konsep lahan yang sama sekali berbeda inilah yang sering menimbulkan salah paham yang serius selama abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika para pencari emas Eropa mengira bahwa mereka telah membeli lahan dari kepala suku.

Bagi orang Afrika tidaklah masuk akal bahwa lahan itu dapat dijual. Paling mungkin lahan itu dapat dipinjam untuk dikerjakan. Banyak masyarakat merasa sangat sakit hati atas akibat kesalahpahaman yang kerapkali menjurus ke bentrokan senjata atau politik.

Nyata sekali bagi orang Afrika masyarakat itu mutlak penting untuk kehidupan mereka. Hal ini dirasakan baik oleh orang kota maupun oleh orang desa. Meskipun ikatan komunal lebih mudah diatur di pedesaan daripada di kota, adat dan tradisi yang dipelajari oleh anak laki-laki dan perempuan di waktu kecil tetap melekat di hati mereka sekalipun mereka telah merantau di kota atau kota besar.

Jadi, orang akan selalu menemukan kelompok keluarga atau warga yang diorganisasi di kota-kota Afrika. Kelompok ini berusaha memberikan fasilitas keamanan sosial bagi anggota masyarakatnya yang merantau di daerah perkotaan.

Keluarga

Memang sukar untuk menjelaskan seberapa dalam keterikatan orang dalam masyarakat ini, karena hal itu secara mendasar memang berbeda dari konsep Barat yang mana pun.

Sebab utamanya ialah bahwa keluarga Afrika itu jauh lebih besar daripada keluarga Eropa ataupun Amerika. Di banyak masyarakat desa laki-Iaki menikahi dua istri atau lebih. Oleh sebab itu, terdapat lebih banyak anak-anak yang mempunyai ikatan satu sama lain dan ada banyak orang dewasa di dalam sebuah keluarga.

Hubungan keluarga berlanjut sampai kepada saudara laki-laki, saudara perempuan, saudara se-ayah dari ibu yang berbeda, saudara sepupu, bibi, dan paman. Di banyak masyarakat, istri bergabung ke dalam kelompok keluarga suaminya dan baru kembali ke dalam kelompok keluarga sendiri kalau terjadi perceraian.

Sering terjadi bahwa seorang janda mati-suami harus tetap tinggal di dalam keluarga almarhum suaminya sampai akhirnya dia dinikahi oleh salah seorang saudara iparnya. Masing-masing istri biasanya tinggal di gubuknya sendiri bersama anak-anaknya. Anak-anak yatim, piatu, atau yatim piatu dipelihara oleh sanak saudara lainnya. Orang jompo, sakit, dan cacat juga dipelihara oleh masyarakat.

Semua anggota keluarga ikut serta dalam tugas menanam pangan dan menggembala ternak. Sebagian besar kerja pertanian dikerjakan oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria memelihara ternak. Namun, kebiasaan ini telah berubah karena pengolahan lahan telah menjadi semakin rumit. Dari usia muda anak-anak telah terlibat dalam tugas ini.

Dalam pertumbuhannya, anak-anak langsung dihadapkan kepada misteri, tradisi, etiket marga dan kelompok mereka. Orang tua-pertama-tama ibunya, lalu para paman dan bibi dalam marga itu mengajar anak-anak itu cara bersopan-santun terhadap tiap-tiap anggota masyarakat serta cara bersikap waktu makan, berbicara, atau bermain. Juga di dalam keluargalah anak-anak mempelajari ketrampilan yang diperlukan dalam bekerja nanti.

Sesudah itu, dalam awal usia belasan, anak-anak ini ikut serta bersama anggota keluarga lain yang seusia, belajar upacara agama, adat istiadat, dan tanggung jawab atas keanggotaan mereka dalam masyarakat. Jadi, hubungan sosial merupakan nilai primer tertentu bagi masyarakat Afrika, sedangkan pengetahuan sosial merupakan aspek yang paling penting dalam pertumbuhan seorang anak.

Keluarga hanya merupakan inti paling dalam dari sebuah deret kelompok yang beranggotakan orang Afrika. Kekerabatan memainkan banyak peranan di dalam masyarakat yang beraneka, kadang-kadang lewat ayah, di waktu lain lewat ibu, dan dalam beberapa hal lewat famili lain.

Namun, dalam setiap kasus, keluarga-keluarga itu bertaut menjadi masyarakat marga, dan kelompok keturunan yang lebih luas. Jadi, setiap orang Afrika berhimpun selama hidupnya dengan orang lain yang sejenis-dengan sanak-saudara dan teman dalam keanekaan kelompok komunal.

Sifat kohesif kehidupan Afrika ini merupakan kepentingan utama bagi bangsa ini. Melalui sifat ini kebanyakan kegiatan ekonomi diatur, pemerintah lokal ditentukan, kehidupan pribadi dan komunal ditata, dan perasaan seni dipaparkan.

Kota dan Kota Besar

Meskipun kehidupan pedesaan tradisionaI-yang kini secara lambat berubah karena dampak metode produktif baru-tetap tersebar luas di seluruh Afrika, semakin banyak orang meninggalkan desa untuk bekerja dan hidup di kota dan kota besar. Populasi pusat-pusat perkotaan secara tetap tumbuh selama 100 tahun yang lalu, tetapi akhir-akhir ini perpindahan dari desa ke kota menjadi semakin meledak.

Dua buah contoh pemekaran kota dapat memberi gambaran tentang seberapa jauh orang Afrika telah berbondong-bondong pindah ke kawasan kota. Sejak 1940 penduduk Kairo, ibu kota Mesir dan kota terbesar, telah bertambah sebanyak 5 kali. Penduduk Johannesburg, di ujung sebelah lain benua di Afrika Selatan, telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 1940.

Perlu dicatat bahwa, beberapa abad sebelum kedatangan orang Eropa, di Afrika telah terdapat banyak kelompok masyarakat berukuran sedang. Sekitar tahun 450 sebelum Masehi, Herodotus, sejarawan Yunani, menulis tentang sebuah ”kota besar bernama Mercer yang dikatakan orang sebagai ibu kota bangsa Ethiopia”.

Ibnu-Batuta; perantau Islam abad ke-14 Masehi, menulis tentang sebuah kota pelabuhan di pantai timur, ”Kilwa adalah salah satu kota terelok di dunia dan dibangun dengan anggunnya.” Leo Africanus, seorang Muslim-Spanyol menggambarkan Timbuktu pada awal abad ke-16 dalam ungkapan seperti berikut:

”Di sini di Timbuktu terdapat sejumlah besar dokter, hakim, pendeta, dan orang-orang terpelajar lain dan ke sini telah dibawa beraneka manuskrip atau buku catatan dari Barbary, yang dijual dengan harga lebih mahal daripada barang dagangan ‘ lain apa pun.”

Orang Arab, India, Indonesia, dan belakangan orang Portugis, Belanda, Prancis, Belgia, Jerman, Italia, dan Inggris semuanya memberi dampak terhadap kehidupan kota Afrika di berbagai bagian benua itu.

Ketika orang Eropa menetap di bagian selatan, timur, dan tengah Afrika, mereka biasanya memberlakukan semacam bentuk pemisahan. Orang Eropa biasanya hidup terpisah di rumah-rumah besar yang didirikan di kawasan yang paling sehat dan nyaman.

Karena beberapa orang Afrika telah mulai dilatih secara profesional sebagai dokter, ahli hukum, guru, karyawan, mereka juga mendirikan rumah besar di daerah khusus. Di kawasan tertentu, terutama di bagian timur, para pedagang bangsa Asia juga tinggal di daerah mereka sendiri.

Penduduk selebihnya, para pekerja bangsa Afrika, tinggal di berbagai kota miskin dengan pondok-pondok primitif yang dibangun dengan apa pun yang ada-kayu, jerami, kaleng, atau batubata.

Pada awal masa kemerdekaan di akhir tahun 1950-an, orang Afrika yang lebih kaya dan lebih terkenal mulai berpindah ke bekas daerah tinggal orang Eropa. Karena sebagian orang Eropa tetap tinggal di situ, maka kawasan ini kini menjadi daerah dengan penghuni campuran-hitam dan putih.

Banyak pengembangan rumah hunian baru telah dibangun sejak kemerdekaan. Namun, bagi sejumlah besar penduduk, kota miskin tetap ada atau bahkan berkembang dengan pesat bersama meningkatnya penduduk kota.

Kini di banyak kota dan kota besar Afrika, orang dapat melihat laki-laki perempuan yang berpakaian seadanya, yang lain berpakaian setelan ala Eropa, yang lain lagi mengenakan baju lokal mirip toga atau jubah Muslim yang panjang berkibar-kibar.

Pemandangan di setiap kota Afrika selalu berwarna-warni, bising, dan sibuk. Pasar jalanan berjubel, menjajakan berbagai macam barang jadi-surat kabar, pahatan kayu bagi turis, buah-buahan, sayur mayur, kopi panas, dan kacang-kacangan.

Organisasi Komunal

Di kebanyakan kota dan desa di Afrika, didirikan organisasi komunal pedesaan di antara penduduknya.

Oleh sebab itu, himpunan kelompok usia, keluarga, marga, dan kelompok etnik yang lebih besar terus mempengaruhi kehidupan sosial. Hal ini juga dialami oleh mereka yang telah merantau meninggalkan kampung halamannya.

Seperti di daerah pedesaan, cara hidup ini memberikan semacam bentuk keamanan sosial. Perlindungan dan pangan selalu tersedia bagi anggota masyarakat yang memerlukannya.

Hal ini juga berarti bahwa, sekali seorang Afrika telah mencapai gaji yang besar atau telah mengumpulkan harta yang cukup, tanggungannya pun bertambah. Karena dia memang diharapkan untuk membagikan nasib baiknya kepada anggota kelompoknya yang masih bernasib kurang baik.

Cara Hidup yang Berbeda

Terdapat sebuah kawasan yang kehidupan kotanya berbeda dari kehidupan kota di bagian Afrika yang lain. Di pedesaan bagian selatan dari Afrika Selatan dan kawasan Namibia (Baratdaya), yang diperintah oleh Afrika Selatan, perbedaan warna kulit diberlakukan di bawah undang-undang.

Di kota dan kota besar dibangun daerah-daerah terpisah untuk kelompok ras yang berbeda. Di Afrika Selatan kota dianggap milik orang kulit putih sehingga mereka yang bukan orang Eropa harus menunjukkan surat izin kerja untuk dapat memasuki kota itu. Jika orang hitam tidak dapat membuktikan bahwa dia bekerja di kota itu, dia dikirim kembali ke desa tempat tinggalnya.

Karena kenyataan bahwa industri dan tambang emas Afrika Selatan memerlukan sejumlah besar tenaga kerja yang, mau tak mau, harus diambil dari orang pribumi dan juga karena kenyataan bahwa sebagian besar keluarga Eropa memerlukan tenaga kerja lokal, maka jumlah penduduk di kota semakin meningkat.

Meskipun pemerintah menyediakan pekerjaan tertentu bagi orang Eropa dan membuat larangan-larangan tetap dari orang Afrika dan juga karena kenyataan bahwa sebagian besar keluarga Eropa memerlukan tenaga kerja lokal, maka jumlah penduduk berjalan tanpa para pekerja hitam ini. Namun, biarpun orang itu telah bekerja dan tinggal di kota, ia tetap dianggap bukan penduduk kota itu.

Ia tak memiliki hak suara di sana; hak suaranya hanya ada di cagar desanya, yaitu daerah yang dibangun oleh pemerintah Afrika Selatan sebagai ”negara” yang terpisah, tetapi yang sesungguhnya hanyalah semacam daerah kelompok orang dengan nama baru.

Ia hidup di bawah penilikan pemerintah secara tetap. Hampir semua pekerja tambang diasramakan di dalam barak laki-laki yang diawasi secara ketat. Pemerintah berwenang mengirim kembali mereka yang menganggur dan yang tidak disenangi ke ”tanah air”-nya, tempat orang mencari penghidupan yang memadai dari pertanian.

Baca juga: Afrika Merdeka dan Daftar Negara di Afrika

Pos terkait