Burundi negara feodal di Afrika

Burundi adalah sebuah negara Afrika yang merdeka dengan sejarah yang panjang sebagai negara feodal. Sejak akhir Perang Dunia I sampai kemerdekaannya pada 1962, bersama tetangganya di sebelah utara Rwanda membentuk satu wilayah yang diperintah oleh Belgia yang dikenal sebagai Rwanda-Urundi.

Burundi merupakan salah satu negara terkecil dan paling padat penduduknya di antara semua negara Afrika. Penduduknya, seperti halnya penduduk Rwanda, terdiri atas tiga kelompok keturunan utama. Mereka juga mewakili dua sikap yang saling bertentangan, yaitu menuntut perubahan dan menolak perubahan.

Peta wilayah Burundi

Lebih detail silahkan kunjungi: Peta Burundi atau di google map

Penduduk Burundi

Penduduk Burundi dengan penduduknya yang sedikit berjejal di suatu wilayah yang kecil-yaitu 27.830 km2. Penduduk negara ini disebut juga orang Burundi terdiri atas kelompok masyarakat Tutsi yang beternak sapi; kelompok masyarakat Hutu yang bertani; dan kelompok masyarakat Pigmi yang mencari nafkah dengan berburu dan menangkap ikan.

Baik kelompok Tutsi maupun kelompok Hutu merupakan sebagian besar penduduk yang menghuni Gurun Sahara sebelah selatan dan menggunakan salah satu di antara sekian ribu bahasa Bantu serta memiliki kebudayaan yang sama.

Dari segi budayanya, kelompok Pigmi berlainan dengan kedua kelompok tersebut, sedangkan bahasa induk mereka pun telah lenyap di telan masa. Sekarang orang Pigmi menggunakan bahasa Bantu, bahasa masyarakat di lingkungan tempat mereka tinggal.

Orang Tutsi sama tingginya dengan orang Masai dari Kenya dan Tanzania dan mungkin sama-sama keturunan kelompok masyarakat Afrika timurlaut. Banyak orang Tutsi yang tinggi badannya mencapai 2 m lebih.

Selama berabad-abad, dengan dukungan ketrampilan militer dan politik, mereka telah menguasai tetangga-tetangga mereka. Akan tetapi, kelompok Tutsi hanya mencakup 15% dari seluruh jumlah penduduk.

Kelompok Hutu adalah kelompok yang terbesar. Antara 80-85% penduduk Burundi adalah para petani Hutu. Kelompok Pigmi, yang merupakan penghuni paling awal kawasan tersebut, sekarang hanya mencakup sebagian kecil dari penduduk.

Sistem Feodal

Di zaman dahulu para petani Bantu, yakni nenek moyang kelompok Hutu, menyusup ke dalam wilayah yang sekarang termasuk wilayah Rwanda dan Burundi yang telah lama dihuni kelompok Pigmi yang berkerja sebagai pemburu dan pengumpul bahan pangan.

Kelompok Hutu tiba secara bergelombang sehingga semakin banyak jumlahnya dan menyebar ke seluruh kawasan itu. Beberapa ratus tahun yang silam nenek moyang kelompok Tutsi membanjiri wilayah itu dari arah timurlaut Danau Victoria, membawa serta sapi mereka, dan menaklukkan penduduk yang telah ada di negeri itu. Kelompok masyarakat Tutsi membentuk suatu negara feodal yang telah mapan menjelang abad ke-15.

Di tempat tertinggi sistem feodal di kalangan masyarakat tradisional Burundi ada seorang raja (mwami) yang diperlakukan seperti dewa. Di bawah raja terdapat suatu kelompok pangeran yang menjadi penguasa feodal atas rakyat.

Di bawah masing-masing pangeran (ganwa) terdapat para kepala suku dan setiap kepala suku memerintah sib-nya, atau marganya, sendiri. Di bawah semuanya itu adalah rakyat Tutsi dan Hutu. Orang Pigmi menempati peringkat di bawah kedua kelompok tersebut. Orang Tutsi menyebut orang Pigmi itu Twa, atau ”orang rendahan”.

Cara hidup

Berkat adanya hubungan dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lain, seluruh penduduk Burundi telah terikat dan terjadilah saling isi dalam berbagai bentuknya. Di kalangan ketiga kelompok itu pasangan yang baru menikah tinggal bersama keluarga suami. Orang tua dan anak, kakek dan nenek, paman dan bibi, serta sepupu, semuanya tinggal dalam satu wilayah perumahan.

Bangunan rumah orang Tutsi dan Hutu berbentuk sarang lebah yang terbuat dari daun nipah yang dipasang pada kerangka tonggak. Tidak jarang rumah itu berfondasi batubata. Rumah orang Pigmi sama bentuknya, tetapi pekerjaan akhirnya tidak begitu diperhatikan karena rumah itu mungkin hanya digunakan untuk sementara saja.

Masyarakat Hutu memberi upeti berupa hasil ladang dan kebun mereka kepada majikan Tutsi. Makanan pokok orang Tutsi terutama terdiri atas mentega, susu, dan darah yang diambil dari sapi yang masih hidup. Masyarakat Hutu menerima sebagian dari produk tersebut dari para penguasa.

Kelompok Pigmi memberi upeti kepada kelompok Tutsi dan kelompok Hutu berupa daging hewan buruan dari hutan dan ikan yang mereka tangkap dari anak sungai. Sebagai imbalannya, kelompok Pigmi menerima pisang dan pisang raja melalui barter dari kelompok Hutu.

Berbagai tradisi keagamaan Tutsi dan Hutu juga telah dibaurkan. Kedua kelompok itu memuja seseorang yang mereka sebut Kiranga atau Ryangombe yang bertindak sebagai perantara antara mereka dan Imana, sang pencipta. Saat ini lebih dari seperdua penduduk Burundi beragama Kristen, terutama Katolik Roma, dan ada pula yang memeluk agama Islam. Orang Pigmi umumnya memuja roh yang menghuni hutan.

Dua bahasa resmi negara adalah bahasa Kirundi, yang merupakan suatu bahasa Bantu, dan bahasa Prancis. Kedua bahasa itu diajarkan kepada anak-anak sekolah. Lebih dari 185.000 siswa bersekolah di sekolah dasar dan menengah. Terdapat pula sebuah universitas di Bujumbura, ibu kotanya.

Geografi Burundi

Burundi terletak di sepanjang Lembah Celah Besar di Afrika sebelah timur. Dari Danau Tanganyika di sebelah baratdaya, yang tingginya kira-kira 772 m di atas paras laut, lahannya menjulang setinggi lebih dari 2.440 m.

Kemudian lahan itu sedikit demi sedikit melandai sampai sekitar 1.220 m di sebelah timur dan selatan. Sungai Ruzizi mengalir di sepanjang perbatasan bagian barat dan Sungai Malagasi di sepanjang perbatasan bagian timur. Kedua sungai itu bermuara di Danau Tanganyika.

Meskipun negeri ini terletak di dekat garis khatulistiwa, suhunya agak sejuk karena letaknya yang tinggi itu. Curah hujan tertinggi tercatat dari bulan Februari sampai Mei dan paling rendah dari bulan Juni sampai Agustus, sedangkan rata-rata per tahunnya hampir 127 cm.

Hutan yang tidak seberapa luasnya yang belum ditebang terdapat di dekat anak sungai yang tersebar di seluruh negeri. Di tanah yang subur di sekitar anak sungai tersebut tumbuh rumput gajah sampai setinggi 5 m atau lebih. Bagian lain lahan itu kebanyakan berupa sabana.

Di berbagai daerah, perumputan yang berlebihan telah menggundulkan padang rumput lama dan mengakibatkan erosi tanah. Hanya dua perlima dari lahannya dapat dimanfaatkan untuk pertanian, sedangkan satwa liar telah berkurang.

Ekonomi

Sebagian besar penduduk mencari nafkah dengan bertani, menanam tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan keluarga mereka. Tanaman mereka meliputi pisang, singkong, kacang polong, jagung, cantel, kacang tanah, dan ketela.

Kopi merupakan tanaman perdagangan utama dan komoditi ekspor terpenting. Kapas juga ditanam dan diekspor, sedangkan perkebunan teh baru dikembangkan. Di lahan yang lebih tinggi penduduk memelihara ternak-yaitu sapi, kambing, domba, dan sejumlah babi.

Di sebagian lahan yang rendah di sebelah barat, adanya lalat tsetse tidak memungkinkan dilakukannya kegiatan pemeliharaan ternak. (Lalat tsetse menimbulkan penyakit pada hewan dan manusia). Pihak pemerintah sedang berupaya untuk menjadikan perikanan sebagai industri.

Danau Tanganyika merupakan sumber ikan yang utama. Di berbagai kota terdapat industri ringan, yang sebagian besar menghasilkan pakaian, produk makanan, dan bahan bangunan.

Sejarah Burundi dan Pemerintahan

Pada akhir dekade abad ke-19 Jerman memasukkan Burundi, Rwanda dan Tanganyika, sebagai bagian dari Afrika Timur Jerman. Perang Dunia I mengakhiri koloni Jerman tersebut dan pada 1919 Belgia memperoleh kawasan yang dikenal sebagai Rwanda-Urundi berdasarkan mandat Liga Bangsa-Bangsa.

Belgia mendukung kelompok Tutsi yang dominan. Setelah Perang Dunia ll wilayah tersebut menjadi wilayah perwalian PBB yang diperintah oleh Belgia. Di bawah pengawasan PBB, tahun 1961 rakyat memberikan suara bagi pemerintahan mereka sendiri yang terpisah, sehingga pada 1 Juli 1962 lahirlah dua negara merdeka Burundi dan Rwanda.

Setelah mencapai kemerdekaan, terutama pada 1969 dan 1988, negeri ini mengalami permusuhan yang berulang-ulang antara suku Hutu dan Tutsi. Negeri itu diperintah oleh raja Tutsi Mwami, yaitu Ntare V sampai tahun 1966, saat Perdana Menteri Micombero menggulingkan mwami dan membentuk republik dengan dirinya sebagai presiden.

Pada 1976 Micambero digulingkan oleh Kolonel Jean-Baptiste Bagaza yang menduduki kursi kepresidenan. Namun pada 1978 Bagaza digulingkan pula oleh Mayor Pierre Buyoya. Dari 1981 sampai 1992 Burundi adalah negara berpartai tunggal.

Pada Juni 1993 Buyoya tersingkir dalam pemilihan multipartai, Melchior Ndadaye, presiden pertama dari suku Hutu, terbunuh dalam kudeta yang gagal pada 21 Oktober 1993 oleh pasukan Tutsi. Terjadilah kekerasan dahsyat yang menewaskan sekitar 50 sampai 100 ribu warga.

Tewasnya pengganti Ndadaye dari Hutu bersama presiden Rwanda dalam kecelakaan pesawat pada 6 April 1994 menyulut gelombang pembunuhan besar-besaran di Rwanda, namun Burundi tetap tenang.

Diulas oleh:
CHARLES EDWARD FULLER, Ketua, Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Universitas St. John
Editor: Sejarah Negara Com

Pos terkait