Benteng Kuto Besak Palembang sampai 27 Desember 2008

Sejarah Negara Com – Pada saat itu Benteng Kuto Besak dikuasai dan dipergunakan oleh oleh Kesdam II Sriwijaya serta beberapa Instansi lainnya, dalam berbagai kesempatan banyak dijumpai kerusakan-kerusakan sebagai akibat adanya kepentingan individu atau kelompok tertentu. Bahkan pada tahun 2002 lokasi BKB/Kuto Anyar pernah akan dibangun Mall (Palembang Plaza).

Batas wilayah Benteng Kuto Besak saat itu telah berubah, pada fase awal perbatasan dibatasi oleh anak-anak sungai Musi seperti Sungai Kapuran di sebelah Utara, Sungai Tengkuruk di sebelah Timur, Sungai Musi disebelah Selatan dan Sungai Sekanak disebelah Barat.  pada saat itu luas wilayahnya jauh Berkurang karena hanya dibatasi oleh jalan yang melingkari BKB.

Bacaan Lainnya

Lokasi Benteng Kuto Besak

Secara fisik saat itu lokasi Benteng Kuto Besak dibatasi oleh jalan, disebelah Utara : Jalan Merdeka, disebelah Timur : Jl Benteng yaitu Jln. antara RS. A.K. Gani dengan Museum Budaya SMB II). Disebelah Selatan : Sungai Musi, disebelah Barat Jln. Rumah Bari yaitu jalan antara BKB dengan kantor Ledeng (Kantor Walikota).

Kemudian Pada tahun 2003 hingga saat itu, IR H. Eddy Santana Putra, MT. selaku Walikota Palembang menerapkan kebijakan penataan kembali wajah kota Palembang yang selama itu terkesan kumuh, dengan menertibkan para pedagang buah-buahan didepan BKB hingga pasar 16 Ilir.

Kebijakan ini oleh pemerintahan kota Palembang terus dikawal, sehingga pemerintah kota Palembang berhasil meraih piala adipura, dibidang pariwisata di sekitar BKB saat itu telah berdiri beberapa fasilitas pariwisata seperti tempat-tempat wisata kuliner (River Side Restaurant dan Warung Legenda), Kapal Wisata Musi Putri Kembang Dadar dan Kapal Siguntang, Kampung Kapitan, Museum SMB II. Dan tempat-tempat pariwisata yang lainnya.

Benteng Kuto Besak adalah aset pariwisata yang paling berharga apalagi ditinjau dari nilai sejarah dan budaya, karena diyakini sampai saat itu BKB sebagai satu-satunya benteng pertahanan yang dibangun oleh anak negeri.

Pada umumnya benteng-benteng yang ada di Indonesia dibangun oleh Portugis, Belanda ataupun Jepang sebut saja Benteng Marlborough (Bengkulu), Vredeburg (Yogyakarta), Victoria (Ambon), Benteng Oranje di Ternate, Bentang Nassau (Banda Naira) Benteng Tolucco (ternate), Benteng Rotterdam (Makassar) dan sebagainya.

Selain itu jika ditinjau dari lokasi yang terletak di pusat kota sangat memungkinkan untuk dijadikan aset pariwisata dan pengembangan budaya.

Setidaknya pernah tercatat akan ada revitalisasi Benteng Kuto Besak bahkan  telah dibuat Master Plannya yang digambar oleh Ir. Bambang G. terdiri dari 10 buah gambar Induk. Akan tetapi keinginan ini belum bisa terealisasi karena adanya benturan dengan berbagai pihak.

Saran saya tentu kita harus duduk satu meja untuk merumuskan langkah apa saja yang akan diambil dan mencari solusi terbaik demi kemajuan bersama. Semua pihak hendaknya dilibatkan tentu dengan menilai kapabilitas dan kepentingannya. Jangan sekali-kali melibatkan orang-orang/oknum tertentu yang hanya mencari keuntungan yang sifatnya sesaat,

Langkah dan strategi berikutnya yang yang tak kalah pentingnya adalah  mendukung pihak arkeologi untuk segera mendaftarkan Benteng Kuto Besak sebagai salah satu BCG, Diharapkan segera menyusul fasilitas pariwisata namun tidak merusak bentuk dan warna dari Benteng Kuto Besak. Terima Kasih. 

Baca juga: Sejarah pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang

Melestarikan Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam, sebaiknya melibatkan semua pihak, keinginan untuk merevitalisasi Benteng Kuto Besak adalah suatu niat yang pelu didukung olh semua pihak, apalagi situs ini adalah bagian BCB yang dikawal oleh Undang-undang RI No.5 / 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah RI No.10 / 1993 tentang Pelaksanaan UU RI No.5 / 1992), sampai saat itu belum dapat terealisasi dengan sempurna dengan berbagai alasan.

Hal ini Sangatlah disayangkan, Dikhawatirkan akan terjadi kerusakan yang  lebih parah dan semakin hancurnya asset budaya yang ada di kota tercinta ini.

Palembang, Sabtu 29 Dzulhijjah 1429 H. (27 Desember 2008 M)
Oleh : Kemas Ari
Dosen dan Guru Sejarah Fakultas Adab IAIN Raden Fatah dan MAN 1 Palembang serta
Sekretaris Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) Cabang Provinsi Sumatera Selatan

Pos terkait