Masa disintegrasi Islam Dinasti Abbasiyah

Masa disintegrasi Islam Dinasti Abbasiyah – Disintegrasi dalam bidang politik Islam sebenarnya mulai terjadi pada akhir zaman Dinasti Umayah, akan tetapi memuncak pada zaman Dinasti Abbasiyah, terutama setelah khalifah-khalifah menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal.

Daerah-daerah yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan di Damaskus dan Baghdad, melepaskan diri dari kekuasaan khalifah pusat. Maka muncullah dinasti-dinasti kecil. Di Maroko, Idris bin Abdullah berhasil mendirikan Kerajaan Idrisi yang bertahan dari tahun 788 M sampai tahun 974 M, dengan Fas (Fez) sebagai ibukotanya.

Bacaan Lainnya

Di Tunisia, Dinasti Aghlabi berkuasa dari tahun 800 M sampai 969 M. Kerajaan ini dibentuk oleh Ibrahim bin Aghlab, gubernur yang diangkat oleh Harun Ar-Rasyid. Masjid Qairawan yang hingga sekarang terdapat di Tunis adalah peninggalan dari dinasti ini.

Di Mesir, Ahmad bin Tulun melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada tahun 868 M. Dinasti ini berkuasa di Mesir sampai tahun 905 M. Pada tahun 877 M, bin Tulun dapat meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke Suria.

Di bawah pemerintahan dinasti ini, irigasi diperbaiki, ekonomi meningkat, dan Mesir mulai menjadi pusat kebudayaan Islam. Bin Tulun mendirikan rumah sakit besar di Fustat dan masjid yang diberi nama masjid Bin Tulun tersebut sampai sekarang masih terdapat di Kairo.

Setelah jatuhnya Dinasti bin Tulun, Mesir untuk beberapa tahun kembali ke bawah kekuasaan khalifah Baghdad. Tetapi pada tahun 935 M, kembali dikuasai dinasti lain, yaitu Dinasti Ikhsyid, untuk kemudian jatuh ke tangan Khalifah Fatimiah pada tahun 969 M.

Di sebelah utara Mesir, Dinasti Hamdani merampas Suria pada tahun 944 M, dan mempertahankannya sampai tahun 1003 M. Di sebelah timur Baghdad, Dinasti Tahiti berkuasa di Khurasan dari tahun 820 M sampai tahun 872 M. Kemudian, dinasti ini digantikan oleh Dinasti Saffari sampai tahun 908 M.

Di Transoxania, Dinasti Samani melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada tahun 874 M. Dinasti ini berumur 125 tahun. Pada tahun 999 M, daerah-daerah yang mereka kuasai di sebelah selatan Transoxania dirampas oleh Mahmud Ghazna, sedang daerah-daerah yang di sebelah utara jatuh ke tangan Ilek Khan dari Turkistan. Mahmud Ghazna kemudian meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke India.

Pemberontakan Golongan Syi’ah dan gerakan lain

Sementara itu, golongan Syi’ah yang pada mulanya menjadi sekutu Bani Abbas mulai melancarkan aksi pertentangan. Pada tahun 869 M timbul pemberontakan kaum Zanj di bawah pimpinan Ali bin Muhammad. Kaum Zanj adalah budak-budak yang didatangkan dari Afrika untuk bekerja di pertambangan salpeter di Irak.

Bin Muhammad mengaku pengikut Ali dan datang untuk melepaskan mereka dari kesulitan hidup yang mereka hadapi. Dari tahun 870 M sampai 883 M, kekuasaan Bani Abbas dikacaukan oleh pemberontakan Zanj ini.

Satu gerakan lain adalah gerakan Qaramitah yang dimulai pada tahun 874 M, oleh Hamdan Qarmat, seorang penganut paham Syi’ah Ismailiyah di Irak. Pada tahun 899 M kaum Qaramitah dapat membentuk negara merdeka di Teluk Persia yang kemudian menjadi pusat kegiatan mereka dalam menentang kekuasaan Bani Abbas.

Pada tahun 930 M, serangan-serangan mereka meluas hingga Mekah dan mereka membawa lari Al-Hajr Al-Aswad, dan baru dikembalikan 20 tahun kemudian.

Gerakan lainnya adalah gerakan Hasysyasyin (assassins) yang merupakan lanjutan dari gerakan Qaramitah. Pemimpinnya adalah Hasan bin Sabbah (w. 1124 M) yang membuat Alamut di sebelah selatan Laut Caspia sebagai pusat serangannya terhadap Baghdad.

Kaum Hasysyasyin ini tidak segan-segan mengadakan pembunuhan terhadap pembesar-pembesar negara yang memusuhi mereka. Salah satu pembesar yang menjadi korbannya adalah Nizam Al-Mulk, Perdana Menteri Dinasti Salajiqah pada tahun 1092 M.

Nizam Al-Mulk dikenal dalam Sejarah Islam sebagai pendiri madrasah-madrasah Nizamiyah yang diantara guru-guru besarnya adalah Imam Al-Haramain dan Al-Ghazali.

Sementara itu, ada pula pemuka-pemuka Syi’ah yang membentuk dinasti yang menguasai daerah-daerah tertentu. Salah satu di antaranya adalah Hmad bin Buwaihi yang dapat menguasai Asfahan, Syiraz, dan Kirman di Persia.

Pada tahun 945 M, ia mengadakan serangan ke Baghdad dan Dinasti Buwaihi menguasai ibukota Bani Abbas sampai tahun 1055 M. Khalifah-khalifah Bani Abbas tetap diakui, tetapi kekuasaan dipegang oleh Sultan-sultan Buwaihi.

Pemberontakan Dinasti Saljuk

Tidak lama kemudian kekuasaan Dinasti Buwaihi atas Baghdad kemudian dirampas oleh Dinasti Saljuk. Dinasti Saljuk adalah seorang pemuka suku bangsa Turki yang berasal dari Turkestan. Tughril Beg, seorang cucu dari Saljuk dapat memperluas wilayah kekuasaan mereka hingga ke daerah-daerah yang dikuasai Dinasti Buwaihi.

Sultan-sultan yang terkenal pada Dinasti Saljuk selain Tughril adalah sebagai berikut:

  1. Alp Arselan (1063 – 1072 M)
    Sultan Alp Arselan mengalahkan Bizantium di pertempuran Manzikart pada tahun 1071 M. Dan semenjak itu sampai sekarang Asia Kecil menjadi daerah Islam.
  2. Malik Syah (1072 -1092 M)
    Malik Syah terkenal dengan usaha pembangunan yang diadakannya masjid-masjid, jembatan, irigasi, dan jalan raya. Dalam lapangan ilmu pengetahuan ia dikenal sebagai sultan yang banyak menyokong pembangunannya. Sebagai contoh ini terjadi dengan pimpinan perdana menterinya Nizam Al-Mulk.

Khalifah pada masa berkuasanya sultan-sultan Buwaihi dan Salajiqah hampir merupakan boneka. Calon khalifah yang disukai diangkat dan khalifah yang tidak disukai dijatuhkan. Khalifah-khalifah Bani Abbas tak dapat berbuat apa-apa.

Semua kekuasaan terletak di tangan para sultan. Khalifah dipertahankan hanya untuk memberikan dasar hukum pada pemerintahan dinasti yang sedang berkuasa. Menurut paham yang berlaku pada saat itu, sultan yang tidak mendapat pengesahan dari khalifah merupakan sultan yang sah.

Dinasti Fatimiah

Jika dinasti-dinasti ini merupakan dinasti kecil yang secara nominal masih mengakui khalifah-khalifah di Baghdad sebagai kepala mereka, di Mesir terdapat Dinasti Fatimiah yang mengambil bentuk khilafah aliran Syi’ah dan menjadi saingan bagi khilafah aliran sunnah yang ada di Baghdad.

Khilafah Fatimiah, pada mulanya dibentuk oleh Ubaidullah di Tunis pada tahun 909 M. Khilafah ini memiliki angkatan laut yang mengadakan serangan-serangan sampai ke pantai Eropa, terutama Italia dan Prancis.

Pada tahun 969 M, seorang Jenderal Fatimi bernama Jawhar Al-Siqqilli dapat menguasai Fustat di Mesir. Jawhar mendirikan kota Kairo sekarang dan masjid Al-Azhar pada tahun 972 M, yang kemudian dijadikan sebagai pusat perguruan tinggi Islam oleh Khalifah Fatimiah Al-Azis (975 M – 996 M). Didirikan juga Dar-Al-Hikmah pada tahun 1005 M. Khalifah Fatimiah berkuasa di Mesir sampai tahun 1171 M.

Khilafah di Spanyol

Pada tahun 756 M, di Spanyol Abd Ar-Rahman dari Dinasti Bani Umayah membentuk khilafah tersendiri. Dinasti Bani Umayah Spanyol ini mempertahankan kekuasannya sampai tahun 1031 M. Abd Ar-Rahman mendirikan masjid Cordova yang masyhur hingga saat ini. Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam yang penting di barat, sebagai tandingan Baghdad Timur.

Jika di Bagdad terdapat Bait Al-Hikmah serta Madrasah Nizamiyah dan di Kairo terdapat Al-Azhar serta Dar-Al-Hikmah, maka di Cordova terdapat Universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Abd Ar-Rahman III tahun 929 M sampai 961 M. Menurut riwayatnya, perpustakaan yang ada di sana memiliki ratusan ribu buku.

Sesudah jatuhnya Dinasti Bani Umayah Spanyol ini, Andalusia terbagi ke dalam beberapa negara kecil yang selalu berperang di antara mereka, seperti Dinasti Abbadi, Dinasti Murabit, Dinasti Muwahhid, Dinasti Bani Nasr, dan sebagainya.

Perang Salib

Dalam periode ini terjadi Perang Salib di Palestina. Dengan jatuhnya Asia Kecil ke tangan Dinasti Saljuk, jalan naik haji ke Palestina bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang. Untuk membuka jalan kembali, Pails Urban II berseru kepada umat Kristen di Eropa pada tahun 1095 M, supaya mengadakan perang suci (Perang Salib) terhadap Islam.

Perang Salib pertama terjadi antara tahun 1147 M dan 1149 M, yang diikuti lagi oleh beberapa Perang Salib lainnya. Tetapi perang tersebut tidak berhasil merebut Palestina dari kekuasaan Islam. Pada tahun ke-20 inilah Palestina jatuh ke tangan Inggris setelah mengalahkan Turki pada Perang Dunia Pertama

Dampak disintegrasi Islam

Disintegrasi dalam lapangan politik membawa pada disintegrasi dalam lapangan kebudayaan, bahkan dalam lapangan agama. Perpecahan kalangan umat Islam menjadi besar.

Dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri, di samping Baghdad, sebagaimana dilihat timbul pusat-pusat kebudayaan lain, terutama Kairo di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara, dan Samarkand di timur.

Dengan timbulnya pusat-pusat kebudayaan bari ini, terutama pusat-pusat yang berada di bawah kekuasaan Persia, bahasa Persia meningkat menjadi bahasa kedua di dunia Islam. Pada zaman disintegrasi ini, ajaran-ajaran sufi yang timbul pada zaman kemajuan Islam pertama mengambil bentuk terikat.

Di samping hal-hal negatif tersebut, ekspansi Islam pada zaman ini meluas ke daerah yang dikuasai Bizantium di barat, ke daerah pedalaman di timur dan Afrika melalui gurun Sahara di selatan. Dinasti Salajiqah meluaskan daerah Islam sampai ke Asia Kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh Dinasti Utsmani ke Eropa Timur.

Ekspansi Islam ke India diteruskan oleh Dinasti Gazwani. Raja-raja Hindu dikalahkan dan Punjab serta sebagian daerah Sind masuk ke bawah kekuasaan Islam. Dinasti Ghuri kemudian melanjutkan ekspansi Islam ke daerah lain di India, sehingga Kerajaan Delhi jatuh pada tahun 1192 M.

Tidak lama sesudah itu, Bengal juga menjadi daerah Islam. Sementara penyiaran Islam ke daerah-daerah Sahara di Afrika dilakukan oleh Kaum Murabit yang menguasai Maroko dan Andalusia. Mereka mengalahkan Kerajaan Zanj di Ghana di pertengahan kedua dari abad ke-11 Masehi.

Pos terkait