Interaksi kesenian di Indonesia

Sejarah, Interaksi kesenian di Indonesia – Setelah sebelumnya telah kita bahas Interaksi sistem pemerintahan, dalam hal kesenian pun juga terjadi proses akulturasi. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal seni bangun dalam bentuk bangunan-bangunan besar dari zaman megalithikum, yaitu bangunan yang terkait erat dengan kegiatan pemujaan dan penghormatan kepada nenek moyang. Sebagai contoh : dolmen, punden berundak, dan menhir.

Selengkapnya bisa anda baca di artikel sejarah Peninggalan zaman Batu Besar

Pada masa Hindu kita dikenalkan dengan konsep candi. Jika pada masa sebelum Hindu-Buddha bangunan-bangunan besar seperti dolmen, menhir, dan punden berundak erat terkait dengan penghormatan terhadap roh nenek moyang, pada masa Hindu-Buddha bangunan candi dimaksudkan untuk menghormati raja yang sudah meninggal.

Mirip dengan dolmen, menhir dan punden berundak, candi adalah monumen tempat pendharmaan bagi raja yang sudah meninggal. Hal ini sesuai dengan asal kata candi itu sendiri yang berasal dari kata Candika, yaitu nama salah satu perwujudan dewi kematian, yaitu Dewi Durga.

Bangunan candi memang memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai tempat mendharmakan raja, misalnya Candi Kidal untuk mendharmakan raja Anusapati dari Kerajaan Singasari, memuja dewa-dewi tertentu, dan tempat bersemedi para pendeta dan pemuka agama.

Di bawah patung raja yang didarmakan biasanya juga disimpan benda-benda berharga milik raja yang disebut pripih. Benda-benda tersebut dianggap sebagai lambang jasmani raja.

Agama Budha juga mendirikan bangunan candi, dengan fungsi yang mirip. Stupa pada candi-candi bercorak Budha awalnya juga berfungsi seperti pripih, dan tempat menyimpan abu jenazah Buddha Gautama atau barang-barang berharga milik raja yang telah meninggal.

Dalam perkembangannya digunakan sebagai tempat menyimpan abu jenasah dari para arhat (orang suci) yang berjasa menyebarkan ajaran Buddha. Dari segi struktur bangunannya, salah satu candi bercorak Buddha yaitu Candi Borobudur, bahkan sangat mirip dengan punden berundak, tempat pemujaan zaman megalithikum.

Baca juga: 4 peninggalan sejarah bercorak Buddha

Berbeda dari menhir dan dolmen yang lebih sederhana, candi biasanya lebih rumit namun artistik. Di bagian luarnya terdapat relung-relung candi yang diisi dengan patung perwujudan dari Dewa Siwa, Durga, Wisnu, Brahma, dan Ganesha.

Bagian atap candi Hindu biasanya bertingkat tiga, dan di bagian puncaknya dibentuk seperti genta, yaitu lonceng dengan posisi telungkup. Pada bangunan candi Budha banyak dipenuhi stupa yang bentuknya mirip mangkuk yang terbalik.

Pos terkait