Kebudayaan Bacson-Hoabinh

Kebudayaan Bacson-Hoabinh – Pusat kebudayaan zaman mesolitikum di Asia berada di dua tempat, yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Nidocina (Vietnam). Istilah Bacson-Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an.

Nama tersebut digunakan untuk menunjukkan suatu temapt pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.

Bacaan Lainnya

Daerah penemuan peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh yaitu di seluruh wilayah Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat dan ke utara hingga provinsi-provinsi selatan dari kurun waktu antara 18.000 hingga 3.000 tahun yang lalu.

Namun, pembuatan kebudayaan Bacson-Hoabinh terus berlangsung di beberapa kawasan sampai masa yang lebih baru.

Di daerah Vietnam ditemukan tempat pembuatan alat dari batu yang sejenis dengan alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh. Di gua Xom Trai (dalam buku Pham Ly Houng; Radiocarbon Dates of the Hoabinh Culture in Vietnam, 1994) ditemukan alat-alat batu yang sudah diasah pada sisi yang tajam.

Alat-alat batu dari gua Xom Trai tersebut diperkirakan berasal dari 18.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangan selanjutnya, alat-alat batu atau yang dikenal dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh, tersebar dan berhasil ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara, baik daratan ataupun kepulauan, termasuk wilayah Indonesia.

Kebudayaan Bacson-Hoabinh mempunyai ciri khas yaitu penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran sekitar satu kepalan dan sering kali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam.

Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segi tiga, dan beberapa di antaranya ada yang berbentuk berpinggang.

Menurut CF. Gorman dalam bukunya The Hoabinhian and after; Subsistance Patterns in South East Asia during the latest Pleistocene and Early Recen Periode (1971) yang manyatakan bahwa penemuan alat-alat dari batu paling banyak ditemukan dalam penggalian di pegunungan batu kapur di daerah Vietnam bagian utara, yaitu daerah Bacson, pegunungan Hoabinh.

Di samping alat-alat dari batu juga ditemukan alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang dan sisa tulang-belulang manusia yang di kuburkan dalam posisi terlipat yang ditaburi zat warna merah.

Kebudayaan Batu di Indonesia

Di Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua. Di Sumatra, alat-alat dari batu yang sejenis dengan kebudayaan tersebut ditemukan di Lhokseumawe dan Medan.

Benda-benda ini berhasil ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter 100 meter dengan kedalaman 10 meter. Lapisan kerang tersebut diselang-seling dengan tanah dan abu. Bukit kerang ini ditemukan pada tempat dengan ketinggian hampir sama dengan permukaan air laut sekarang.

Pada zaman kala holosen, daerah tersebut merupakan garis pantai. Namun, ada beberapa tempat penemuan yang sekarang ini berada di bawah permukaan laut. Tetapi, sebagian besar tempat ditemukannya alat-alat dari batu di sepanjang pantai telah terkubur di bawah endapan tanah.

Hal ini dikarenakan akibat terjadinya proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa ribu tahun yang lalu.

Di Jawa, alat-alat batu sejenis kebudayaan Bacson-Hoabinh di temukan didaerah Lembah Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu ini ketika dilakukan penggalian untuk mencari fosil-fosil manusia purba.

Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari peralatan batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatra.

Hal ini dapat dilihat dar cara pembuatannya. Peralatan batu yang ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo dibuat dengan cara yang sangat sederhana dan belum diserpih atau di asah.

Batu kali langsung digunakan dengan cara menggenggam. Menurut Von Koenigswald, peralatan dari batu yang digunakan oleh manusia purba Indonesia sejenis Pithecanthropus erectus. Berdasarkan penelitiannya, alat-alat dari batu tersebut berasal dari daerah Bacson-Hoabinh.

Di daerah Cabbenge, Sulawesi Selatan, berhasil ditemukan alat-alat dari batu yang berasal dari kala pleistosen dan holosen. Penggalian dan upaya menemukan alat-alat tersebut juga dilakukan di daerah pedalaman Maros, sehingga dari beberapa tempat penggalian berhasil ditemukan alat-alat dari batu, termasuk alat serpih berpunggung dan mikrolit yang dikenal dengan toalian.

Alat batu toalian diperkirakan berasal dari 7.000 tahun yang lalu. Perkembangan peralatan batu di daerah Maros ini diperkirakan bersamaan dengan munculnya tembikar di kawasan tersebut.

Di samping daerah-daerah itu, peralatan batu kebudayaan Bacson-Hoabinh juga ditemukan di daerah lain seperti daerah pedalaman Semenanjung Minahasa, Flores, Maluku Utara, dan daerah lain di Indonesia.

Baca: Peninggalan kebudayan zaman Dongson

Pos terkait