Kedatangan 5 Bangsa Barat Di Asia Tenggara

Pada dasarnya, kedatangan bangsa barat ke Asia Tenggara diawali oleh keinginan untuk perdagangan rempah-rempah. Dengan modal yang semakin menambah karena labanya yang tinggi, maka motivasinya semakin bertambah. Usaha perdagangan ini kemudian merambah ke hasil perkebunan yang pada saat itu laku keras di eropa.

Tak hanya ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya, muncullah keinginan untuk menguasai wilayah tersebut menjadi jajahannya. Sehingga, menyebabkan banyaknya peperangan baik dengan pribumi maupun dengan antar bangsa itu sendiri dan membawa kebudayaan setempat yaitu penyebaran agama Katolik (Abdulgani, 1978).

Bacaan Lainnya

Tercatat, terdapat lima bangsa yang pernah datang dan menjajah wilayah di Asia Tenggara. Lima bangsa tersebut diantaranya yaitu Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Prancis.

Peta wilayah Asia Tenggara
Peta Asia Tenggara

1. Portugis

Pada akhir abad pertengahan orang Portugis telah siap sebagai pimpinan usaha orang Eropa melaksanakan kegiatan pada rute perdagangan di Lautan Hindia. Pada saat itu di bawah pimpinan Vasco da Gama, mereka menghadirkan diri untuk pertama kali di Samudera Hindia dengan bekal pengalaman serangkaian eksplorasi panjang dan dengan suatu keinginan nasionalisme yang sangat membara untuk menghancurkan islam.

Namun, keinginan Portugis justru menemui halangan dan rintangan. Portugis dihadapi perlawanan ketat dari pedagang Arab dan Muslim lainnya, namun Portugis pun dengan cepat memperluas kekuasaan dan pengaruhnya. Menurut Francisco de Almeida, beliau bertujuan untuk menguasai perdagangan di Pantai Malabar, disaat bersamaan mereka juga memberikan tekanan untuk memperluas pengaruh ke Laut Merah atau Selat Malaka.

Namun, menurut Alfonse de Alburqueque dalam hal menegakkan supremasi perdagangan di Samudera Hindia, maka perlu menduduki dan menguasai titik strategis untuk mengendalikan perdagangan yang menghasilkan pendapatan yang cukup (Hall, 1988)

Penaklukkan Goa pada tahun 1510 merupakan awal dilaksanakan strategi tersebut yang mana Goa pada saat itu menjadi pusat yang dapat dikembangkan perdagangan dan pengawasan orang-orang India. Selanjutnya, penaklukkan Malaka pada tahun 1511 adalah langkah Portugis untuk menyetop perdagangan besar di Malaka.

Dari Malaka, Alburqueque mengirim duta-duta ke Siam dan Burma (Myanmar). Duerte Fernandez pergi ke Siam menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi Ayut’ia (Hall, 1988). Dari Malaka, Albuerqueque mengirim ekspedisi ke Maluku. Ternate, Tidore, dan Halmahera dan sejumlah pulau-pulau kecil adalah tempat asal pohon-pohon cengkeh. Pala dan bunga adalah hasil pokok dari Ambon dan Kepulauan Banda.

Malaka pusat pembagian utama rempah-rempah ini, menerima pedagang dari Jawa, yang mengumpulkan di daerah itu sendiri. Bahan-bahan tersebut sangat berlimpah dan murah, sehingga apabila Portugis akan mempertahankan harga tinggi di Eropa, penting baginya untuk menegakkan monopoli dan pembatasan ekspor.

Namun saat menguasai Malaka, Portugis mengalami berbagai serangan dari Sultan Mahmud di kota Bintang dengan bantuan pasukan Aceh dan juga putera beliau melakukan perlawanan di semenanjung Johor. Selain itu, Aceh juga melakukan perlawanan terhadap kedudukan Portugis. Dan tak hanya itu, Maluku dan Ternate dibawah pimpinan Sultan Baabullah pun melakukan perlawanan. Pada tahun 1545, Portugis pun berusaha meluaskan perdagangan nya ke daerah Banten.

Hubungan Portugis dengan kerajaan yang lebih kuat di daratan Indo-China pun harus puas memainkan peranan yang sederhana daripada di Malaka dan pulau-pulau rempah. Banyak orang dari Portugis menjadi orang bayaran dalam pasukan raja.

Dengan perjanjian dagan dengan Siam, mereka diperkenankan berdagang di ibu kota Ayut’ia, di Mergui dan Tennaserim di Teluk Bengala, dan di Patani dan Nakon Srit’ammarat di Pantai Timur Senenanjung Melayu. Di Siam Portugis tidak pernah berusaha mendapatkan kekuasaan pemilikan tanah; raja sangat kuat(Hall, 1988).

Jadi hanya di Burma sampai akhir abad XVI Portugis memiliki penguasaan atas tanah. Dan dari Pertengahan abad XVI perampok-perampok Portugis bertempat tinggal di dalam jumlah besar di Dianga, dekat Chittagong, kemudian di daerah kekuasaan Arakan. Maka dari itu, penguasaan Portugis di Asia Tenggara cenderung berfokus di daerah Malaka dan di pulau-pulau yang menghasilkan rempah-rempah.

Baca juga: Kapan Portugis datang ke Indonesia?

2. Spanyol

Setelah melihat apa yang dilakukan oleh Portugis, kemudian Spanyol juga melakukan hal serupa. Ekspedisi yang dilakukan Spanyol dipimpin oleh Ferdinand de Magelhaens. Awalnya, ekspedisi yang dilakukan Magelhaens ini hanya dalam rangka keliling dunia. Baca juga: Kisah penjelajahan Ferdinand Magellan di Amerika Selatan

Pada tahun 1521, kapal Magelhaens datang di wilayah Ternate dan Tidore pada saat perjalanan pulang. Pada waktu yang bersamaan, Portugis mengajukan protes pada Spanyol yang menyatakan bahwa munculnya kapal Spanyol berada di Pulau rempah-rempah itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian Tordesillas yang sudah ditandatangani antara kedua negara pada tahun 1494.

Keputusan Paus tahun 1493 telah memisahkan dunia kepentingan masing-masing dengan satu garis yang ditarik dari kutub utara ke kutub selatan 100 mile ke barat dan selatan dari Azores dan pulau-pulau Tanjung Verde (Hall, 1988). Namun, tidak ada sesuatu yang dikerjakan setelah pemisahan dunianya masing masing kedua kekuatan itu sebegitu jauh mengenai bagiannya masing-masing.

Sebagai akibat dari protes Portugis itu, diadakan konferensi ahli pada tahun 1524 dan gagal menyepakati lokasi yang tepat dari Maluku. Oleh karena itu,Spanyol mengirim 7 buah kapal melalui selat Magellan untuk melindungi tuntutannya atas pulau itu. Hanya satu dari kapalnya yang mencapai pulau itu dan diterima baik oleh Tidore.

Namun, peperangan pun terjadi antara Portugis yang bersekutu dengan Ternate dan Spanyol bersekutu dengan Tidore. Namun, kekurangan bantuan dari Cortez di Meksiko membuat Spanyol harus membuat perjanjian dengan Portugis. Hasilnya, yaitu Spanyol setuju menghentikan eksplorasi 17 derajat ke sebelah timur Maluku (Hall, 1988).

Spanyol pun tidak patah arah akibat perjanjian tersebut, dan membulatkan tekad untuk berlayar ke Philipina dan mendirikan Manila pada tahun 1570 (Hall, 1988). Kekuasaan Spanyol di Philipina telah mencari perluasan ke selatan sejak pendirian Manila pada tahun 1570 dan pada saat itu ketika Philip II mempersatukan Spanyol dengan Portugis. Sempat lama menguasai Philipina, akhirnya Spanyol mengalami gangguan dari VOC (Belanda). Baca Perjanjian Saragosa

3. Inggris

Orang Inggris terlihat terlambat dalam memulai eksploitasi rute Tanjung ke Lautan Hindia dan di luar itu tidak ada jalan lagi kecuali kurangnya perhatian perdagangan di Timur. Pelayaran John Cabot dari Bristol dalam pemerintahan Henry VII dilaksanakan dengan tujuan mencapai pasar-pasar besar rempah-rempah dan sutera di Asia Timur (Hall, 1988).

Penemuan Amerika sempat membuat ekspedisi ke Asia Timur mengalami penundaan. Setelah melalui beberapa penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Perusahaan Muscovy, Anthony Jenkinson, John Newbery, dan Ralph Fitch hingga pada abad XVI sampai pada kesimpulan bahwa saudagar-saudagar London menyadari bahwa satu-satunya jalan yang praktis adalah mengelilingi Tanjung Harapan.

Setelah sekian lama, kesulitan-kesulitan pun muncul menghalangi orang Inggris dalam rangka mengeksploitasi rute Tanjung Harapan ini. Selama bagian abad pertengahan pertama abad XVI kekurangan pengetahuan mengenai perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia cukup menyulitkan Inggris (Hall, 1988).

Portugis yang selangkah lebih maju dari Inggris tidak mau menunjukkan operasinya ke Timur itu. Para pelaut Portugis pun tidak ada yang bersedia untuk bekerja di Inggris dan tidak boleh warga Inggris yang ikut berlayar ke Timur dengan Portugis.

Walaupun pertengahan abad kedua itu pengetahuan ilmu bumi sudah berkembang pesat, namun Inggris tetap saja mengalami berbagai macam kesulitan yang membuat tidak menghasilkan barang-barang yang laku dijual di negeri tropis itu. Selain itu, kapal-kapal yang digunakan pun harus mampu memuat barang dengan muatan besar sehingga terdapat ruangan yang cukup.

Pada saat Philip II menguasai Spanyol berhasil menguasai takhta kerajaan Portugal pada tahun 1580, beliau kemudian mengundang musuh Spanyol untuk menghancurkan kekaisaran Portugis. Seiring berjalannya waktu, justru para saudagar-saudagar Inggir lebih memilih jalan serangan langsung terhadap monopoli daripada mendukung kemerdekaan Portugis.

Hal ini dilatarbelakangi oleh kekalahan armada pada tahun 1588 yang membuat para saudagar mengajukan petisi kepada ratu agar memperkuat perdagangan di rute Tanjung. Alhasil pada tahun 1587, Drake berhasil menangkap kapal Portugis San Philipe saat ke luar dari Azores dengan muatan rempah-rempah yang bernilai (Hall, 1988).

Dengan itu, mereka menunjukkan bahwa perdagangan dapat dibuka melalui antara India Selatan dan Philipina tanpa melewati benteng Portugis dan Spanyol manapun. Selanjutnya, pada 1591 dikirim ekspedisi dengan tiga buah kapal dari Plymouth di bawah George Raymond dan James Lancaster menuju ke Hindia Timur melalui rute Tanjung.

Namun, pada perjalanan banyak mengalami halangan. Kapal dari Raymond hilang setelah melewati Tanjung, dan Lancaster sampai di barat laut Sumatera dan ke Penang untuk melakukan kegiatan perdagangan dan merampas kapal-kapal Portugis.

Namun, pada akhirnya Lancaster mengalami kegagalan setelah anak buah nya banyak yang meninggal dan terpaksa beliau menyerah ke Spanyol dan dibawa kembali ke Inggris. Berkaca pada kejadian tersebut, para saudagar pun mengalami keraguan untuk mengirimkan ekspedisi lagi.

Namun, pada tahun 1596 Dudley berhasil mendapat bantuan untuk berlayar ke Tiongkok melalui selat Maghellan. Sesampainya di Melayu, justru mereka yang ikut ekspedisi meninggal dunia.

Mendengar keberhasilan Belanda melakukan ekspedisi melalui Cornelis de Houtman dan adanya laporan keberhasilan dari Van Neck, menimbulkan keinginan untuk melakukan ekspedisi lagi. Namun, pada saat itu Inggris dihadapkan oleh beberapa kesulitan.

Pemerintah pada saat itu mengalami kesulitan di bidang keuangan, pemberontakan orang-orang India dan perang melawan Spanyol. Kemudian pada Juli 1600, Dewan Prive Inggris membiayai pemerkasa perusahaan untuk terus maju dan memberikan jaminan terhadap permohonan peraturan kerajaan (Hall, 1988).

Dalam pelayaran pertama ini terikat oleh peraturan kerajaan dimana perusahaan itu terdiri dari seorang gubernur dan 24 orang anggota panitia yang diangkat untuk mengorganisir ekspedisi dagang ke Hindia Timur dan diberi hak monopoli dagang selama 15 tahun di daerah Tanjung Harapan dan Selat Magellan. Lancaster menjadi orang yang bertanggung jawab atas ekspedisi itu dengan ditemani John Davis sebagai juru kemudi.

Armada Lanchaster berangkat bulan Pebruari 1601 dan tiba di Aceh tanggal 5 Juli 1602 terus berlayar ke Banten di mana ijin telah diperoleh untuk mendirikan kantor dagang. Kemudian pulang dengan membawa muatan rempah-rempah. Lancaster tidak mengalami perlawanan dari Belanda yang telah lebih dahulu berdagang di Hindia Timur (Hall, 1988).

Banten adalah tempat terbaik bagi kantor dagang Inggris yang pertama itu, karena tempat tersebut menjadi pusat perdagangan baik dari pribumi atau setempat sampai junk-junk Cina yang membeli rempah-rempah, terutama merica dan Banten ini menjadi markas besar perdagangan Inggris di Nusantara sampai tahun 1682.

Sementara itu, Inggris disibukkan dengan usaha memperluas ruang lingkup perdagangan mereka. Mereka telah menemukan bahwa cara terbaik mendapatkan rempah-rempah adalah memuat barang-barang katun dan candu dari India untuk dijual di pelabuhan rempah-rempah Nusantara.

Pengiriman Globe pada tahun 1611 untuk mengadakan perdagangan di Teluk Benggala dan Teluk Siam. Pelayaran ini membuka lembaran baru dalam Sejarah Perusahaan India Timur yang mampu membuka kantor dagang Inggris di Masulipatam di Pantai Coromandel dan membuka hubungan perdagangan engan Siam dan secara tidak langsung dengan Burma.

Di Siam, kantor dibuka di daerah Patani yang berada di Semenanjung Malaya namun dalam kekuasaan Siam dan di Ibukota, Ayut’ia (Hall, 1988). Hubungan perusahaan Hindia Timur terbuka dengan Burma sejak kantor dagang di Masulipatam mengirimkan pembantunya ke Pegu untuk menuntun barang-barangnya. Sejak itu, persaingan antara Inggris dan Belanda dalam hal perdagangan rempah-rempah dimulai.

4. Belanda

Dalam usahanya untuk mengadakan pelayaran dan perdagangan di Hindia Timur, Belanda pun sempat menghadapi berbagai macam halangan dan rintangan. Selama kurun waktu 1601 tak kurang dari 15 armada, yang seluruhnya berjumlah 60 kapal telah berlayar ke Samudera Hindia dengan melewati Tanjung Harapan dan Selat Magellan.

Keputusan Philip II tahun 1594 yang menutup pelabuhan Lisabon bagi saudagar Inggris dan Belanda memaksa Belanda untuk segera mungkin menemukan sumber rempah-rempah baru(Hall, 1988). Selain itu, orang Belanda juga sudah jengah menjadi perantara antara Lisabon dengan orang eropa lainnya sehingga mempunyai keinginan untuk berlayar sendiri ke timur dan mendapatkan keuntungan sendiri.

Ketika Belanda menerima tugas untuk merengkuh perdagangan dari tangan Portugis, mereka sudah memiliki kemajuan tertentu yang menyebabkan mereka selangkah lebih baik dari saingan lainnya. Penangkapan ikan nya yang sudah meluas yang berkorelasi lurus dengan pembinaan kapal yang baik, metode keuangan yang up to date menjadi kelebihan Belanda dari saingannya.

Namun, Belanda memiliki keraguan mengenai ekspedisi ini dikarenakan kekurangan pengetahuan mengenai pelayaran di Samudera Hindia. Pada tahun 1592, Jan Huygen van Linschoten yang sempat menghabiskan waktu di Portugis dan Goa selama 4 tahun, kembali ke negaranya dengan membawa pengetahuan mengenai perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia.

Kemudian, bukunya berjudul Reysgeschrift van de Navigation der Portugaloysers in Orienten yang diterbitkan tahun 1595, dan itenario, Voyagie ofte Schipvaert van Jan Huygen val Linschoten naar Oost—ofte Portugaels Indien pada tahun 1596, berisi informasi praktis mengenai situasi perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia (Hall, 1988).

Dalam tahun 1595 ekspedisi pertama Belanda berangkat ke Hindia Timur melalui rute tanjung. Dibiayai oleh sebuah sindikat yang terkenal sebagai Compagnie van Verre. Ekspedisi ini dipimpin oleh Cornelius de Houtman yang beberapa tahun sempat menjadi pedagang di Lisabon.

Beliau telah mempelajari mengenai Samudera Hindia lewat Linschoten dan jalan menuju ke Samudera Hindia telah ditetapkan oleh ahli pembuat peta yang merupakan teman dekat Linschoten, Plancius dan menggunakan Reysgeschrift (Hall, 1988).

Dengan squadronnya yang terdiri dari 4 buah kapal ia tiba di Banten pada bulan Juni 1596. Ia diterima dengan baik, tetapi sikapnya sangat keterlaluan hingga ia dan anak buahnya dipenjara dan sebulan kemudian dibebaskan menggunakan uang tebusan.

Setelah melakukan pelayaran ke Jakarta dan pelabuhan di Jawa hingga Bali, sehingga perwira de Houtman menyuruh pulang. Akhirnya, pada bulan Agustus 1597 kembali ke Texel dengan membawa muatan yang sedikit.

Dalam tahun 1598 tidak kurang dari 5 ekspedisi, jumlah seluruhnya 22 kapal telah meninggalkan Belanda menuju Hindia Timur, tiga belas kapal melewati Tanjung dan sembilan pada akapal melewati Selat Magellan. Kapal-kapal tersebut ada yang singgah di Sumatera, Kalimantan, Siam, Manila, Canton, Jepang, dan Banten.

Kapal yang dikomandoi Jacob Van Nick dan Van Warwijk dan Van Heemskerck adalah kapal yang membawa keuntungan yang besar (Hall, 1988). Beliau sampai ke Banten dan berbudi baik sehingga beliau dihargai dan dihadiahi piala emas dan membawa kapal yang membawa merica dengan muatan penuh.

Tak hanya itu, beliau juga melanjutkan perjalanannya ke Ambon dan menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Pulau Banda. Kemudian, ia disana mendirikan kantor dagang di Lonthor dan kembali ke Belanda pada tahun 1599, sedangkan Van Warwijk terus berlayar ke Ternate dan kembali ke Belanda pada tahun 1600.

Setelah itu, Belanda mengirim ekspedisi ke Selat Magellan dan mengalami kerugian yang besar. Dan pada saat itu Belanda perang melawan Spanyol dan diambang krisis London, akan tetapi justru tidak menyurutkan Belanda.

Beberapa perusahaan dibentuk yaitu Gabungan Perusahaan India Timur tahun 1602 berlangsung dengan nama Wilde Vaart atau masa pelayaran liar. Hampir tidak ada pelabuhan penting di Asia Tenggara tidak dikunjungi oleh kapal-kapal Belanda. Hampir dimana-mana mereka diterima secara persahabatan dan bantuan mereka memang dicari untuk melawan Portugis.

Dan dalam tahun 1600 Steven van der Haghen menandatangani perjanjian penting pertama dengan orang pribumi. Perjanjian itu mengawali usaha Belanda untuk mengusir Portugis dan memonopoli perdagangan terhadap semua pendatang dari Eropa (Hall, 1988).

Selain itu, pembentukan Perusahaan Hindia Timur Inggris meyakinkan Belanda bahwa hanya dengan suatu usaha nasional yang terpadu mereka dapat mengkonsolidasikan dan melindungi apa yang telah dicapai dengan penuh semangat waktu pertama kali mereka terdorong ke Timur. Hal inilah yang mendorong terbentuknya Perusahaan Hindia Timur atau VOC (Vereeningde Oostin-dieche Compagnie).

Anggaran Dasar Perusahaan itu dilandasi oleh octorooi dari undang-undang kerajaan tanggal 20 Maret 1602 yang mendasari pembentukannya. Diberikan hak monopoli perdagangan dalam daerah antara Tanjung Harapan dan Selat Magellan untuk kurun waktu pertama selama 20 Tahun, bersama dengan kekuasaan membuat perjanjian-perjanjian, mendirikan benteng-benten, pembentukan kekuatan bersenjata, dan melantik pejabat-pejabat peradilan.

Perusahaan itu kemudian mengambil alih semua perusahaan yang didirikan di Hindia Timur oleh pendahulunya di daerah Ternate, Maluku, Banda, Banten, Gresik di Pantai Utara Jawa, Patani, dan Johore di Semenanjung Melayu, dan Aceh di ujung barat laut Sumatera.

Wybrand van Warwijk memimpin armada pertama yang terdiri dari 15 kapal yang dikirim perusahaan untuk berlayar ke Hindia Timur. Kapal ini ditujukan untuk menyerang Portugis (Hall, 1988). Perusahaan baru kemudian didirikan di Jawa, Ujung Pandang, dan di daratan India (Surat, Masulipatam, dan Petapoli), hubungan-hubungan dijalin dengan Srilanka dan hendak melaksanakan hubungan dengan Cina dan Jepang.

Tahun 1609, Belanda kembali mendapatkan Kepulauan rempah-rempah yaitu pendudukan Pulau Banda. Untuk menguatkan kedudukan mereka, Belanda mengangkat Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal Hindia. Dan pada saat yang bersamaan, Inggris mulai mengembangkan usaha perdagangannya hingga menimbulkan persaingan dengan Inggris.

5. Prancis

Kedatangan Prancis di Asia Tenggara awalnya dipelopori oleh seorang pendeta atau misionaris gereja Roma Katolik. Nama misionaris tersebut adalah Piedmontese Jesuit Father Giovanni-Maria Leria tiba di Vientiane pada tahun 1615. Ia datang ke Asia Tenggara bertujuan untuk menjalankan misi Kristen di negeri itu.

Adapun dalam menjalankan misi Kristen ini, beliau menghadapi beberapa tantangan. Tantangan tersebut berasal dari Buddhisme dari negara tersebut dan tentangan Pendeta-pendeta Budha (Hall, 1988). Memoir yang ditulis oleh Jesuit, digunakan oleh Jesuit lain yaitu Father Merini sebagai dasar bagi bukunya, Relation Nouvelle et curieuse des royaume de Tonquin et de Laos.

Menjelang tahun 1625, misi ke Cochin-China yang diangkat Portugis untuk teritorial Nguyen, mendapat janji manis hingga diputuskan untuk membuka yang lain di Tongking. Ini adalah karya Alexander dari Rhodes yang datang kesana tahun 1627, namun diusir dari tahun 1630 (Hall, 1988). Karya yang digunakan oleh Portugis adalah Katekismus yang berbahasa Vietnam dari Alexander Rhodes yang dicetak di Roma pada pertengahan abad.

Melalui Alexander dari Rhodes, Prancis mulai memasuki missi di Indo-china. Usahanya menghimbau Paus untuk memberikan organisasi yang bebas dari Kristen Timur jauh itu mengakibatkan ia berhadapan dengan oposisi Portugis hingga ia berbelok pada bantuan Prancis.

Ia memberikan dorongan hingga dibentuknya Sciete des Missions Etrangeres, Masyarakat Misi Luar Negeri (Asing) (Hall, 1988). Perkumpulan itu telah didirikan di Paris pada tahun 1659 dengan tujuan melaksanakan tugas misionaris, bebas dari Jesuits, di Cina, Annam, dan Tongking. Louis XVI membantu rencana ini, namun ditentang keras oleh Spanyol dan Portugis.

Kemudian pada tahun 1662, Prancis mendirikan basis operasinya di Ayut’ia. Dari sini misi-misi dikirim ke Kamboja, Annam, dan Tongking. Missi di Prancis di Ayut’ia telah mengirim pulang ke negerinya hasil suksesnya yang menyebabkan istana Versailles dengan senang dapat harapan yang menyebabkan perubahan agama orang Siam menjadi Kristen sangat terbuka. Tahun 1673, Mgr. Pallu, yang berkunjung ke Eropa kembali ke Siam membawa surat pribadi Louis XVI untuk raja.

Meskipun demikian oposisi dari kedua Jesuit dan Portugis, mereka tetap melanjutkan dan Lambert de la Motte dan Pallu tetap memimpin usaha. Tetapi mereka berbuat hanya menempatkannya sebagai pedagang yang bekerja sama dengan Compagnie des Indes Orien taux (Perusahaan Hindia Timur).

Ketika pada tahun 1682, Belanda memaksa semua saingan Eropanya untuk meninggalkan Banten, segera setelah itu Roma melarang missionaris-missionaris terlibat di dalam perdagangan yang sangat mempengaruhi keadaan Prancis di Vietnam (Hall, 1988). Kegagalan campur tangan Prancis di Muangthai menyebabkan keruntuhannya, dan pada tahun 1693 vicariate timur pindah ke Dominican Spanyol di Manila.

DAFTAR PUSTAKA

  • Abdulgani, R., 1978. Asia Tenggara di Tengah Raksasa Dunia. Jakarta : Lembaga Studi Pembangunan.
  • Hall, D.G.E. 1988. Sejarah Asia Tenggara. (Terj. I.P. Soewarsha). Surabaya : Usaha Nasional.

Biodata Penulis

NamaEggy Septian Rudiansyah
Emaileggyrudiansyah25@gmail.com
AlamatKecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
StatusMahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Jember.

Pos terkait