Kutipan 22 bait Serat Kalatidha Ranggawarsito

Untuk melengkapi pemahaman kita tentang sosok Satrio Piningit yang telah diuraikan sebelumnya pada artikel 7 Satrio Piningit ramalan Jayabaya, kita juga perlu mengetahui isi dari Serat Kalatidha Ranggawarsito tentang Satrio Piningit. Ramalan Serat Kalatidha ini tertuang dala Serat Centhini jilid IV karya Susuhunan Pakubuwono V pada pupuh 257 dan 258.

Kutipan berikut ini menggambarkan situasi zaman yang terjadi dan akhirnya muncul sang Satrio Piningit yang di nanti. Apakah ini ada hubungannya dengan pemilihan presiden Republik Indonesia antara Jokowi dan Prabowo 9 Juli tahun 2014 nanti? Belum ada yang bisa menjawabnya secara gamblang.

Bacaan Lainnya

Berikut kutipan 22 Satrio Piningit dalam Serat Kalatidha Ranggawarsito dalam bahasa Jawa dan artinya :

Bait 1

Wong agunge padha jail kurang tutur
Marma jeng pamasa
Tanpa paramarteng dasih
Dene datan ana wahyu kang sanyata

Artinya : Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya, dan tidak ada wahyu yang sejati.

Bait 2 Keh wahyuning eblislanat kang tumurun Apangling kang jalma Dumrunuh salin sumalin Wong wadon kang sirna wiwirangira.

Artinya : Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya, para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu.  

Bait 3

Tanpa kangen mring mitra sadulur Tanna warta nyata Akeh wong kang mlarat mawarni Daya deye kalamun tyase nalangsa.

Artinya : Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita, banyak orang miskin beraneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.

Bait 4

Krep paprangan Sujana kapontit nurut Durjana susila dadra andadi Akeh maling malandang marang ing marga.

Artinya : Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat, kejahatan/perampokan dan pemerkosaan makin menjadi-jadi, dan banyak pencuri malang melintang di jalanan.  

Bait 5

Bandhol tulus Mendhosol rinamu puguh Krep grahana surya Kalawan grahana sasi Jawah lindhu gelap cleret warsa.

Artinya : alam pun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan gempa bumi.  

Bait 6

Prahara gung Salah mangsa dresing surur Agung prang rusuhan Mungsuhe boya katawis Tangeh lamun tentreming wardaya.

Artinya : Angin ribut dan salah musim, banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan, tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.  

Bait 7

Dalajading praja kawuryan wus suwung Lebur pangreh tata Karana tanpa palupi Pan wus tilar silastuti titi tata.

Artinya : Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tata tertib, keamanan dan aturan telah ditinggalkan.  

Bait 8

Pra sujana Sarjana satemah kelu Klulun Kalatidha Tidhem tandhaning dumadi Hardayengrat dening karoban rubeda.

Artinya : Para penjahat maupun pemimpin tiada sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah atau kesulitan.  

Bait 9

Sitipati, nareprabu utamestu Papatih nindhita Pra nayaka tyas basuki Panekare becik-becik cakrak-cakrak.

Artinya : Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik, padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.  

Bait 10

Nging tan dadya Paliyasing kalabendu Mandar sangking dadra Rubeda angrubedi Beda-beda hardaning wong sanagara.

Artinya : Yang menjadi pertanda zaman Kalabendu, makin lama makin menjadi kesulitan yang sangat, dan berbeda-beda tingkah laku atau pendapat orang senegara.  

Bait 11

Katatangi tangising mardawa lagu Kwilet tyas duhkita Kataman ring reh wirangi Dening angupaya sandi samurana.

Artinya : Disertai dengan tangis dan kedukaan yang mendalam, walaupun kemungkinan dicemooh, mencoba untuk melihat tanda-tanda yang tersembunyi dalam peristiwa ini.  

Bait 12

Ing Paniti sastra wawarah Sung pemut Ing zaman musibat Wong ambeg jatmika kontit Kang mangkono yang niteni lamampahan.

Artinya : Memberikan peringatan pada zaman yang kalut dengan bijaksana, agar peristiwa yang akan terjadi bisa jadi peringatan.

Bait 13

Nawung krida Kang menangi jaman gemblung Iya jaman edan Ewuh aya kang pambudi Yen meluwa edan yekti nora tahan.

Artinya : Untuk dibuktikan, akan mengalami zaman gila, yaitu zaman edan, sulit untuk mengambil sikap, apabila ikut gila/edan tidak tahan.  

Bait 14

Yen tan melu Anglakoni wus tartamtu Boya keduman Melik kalling donya iki Satemahe kaliren wekasane.

Artinya : Apabila tidak ikut menjalani, tidak kebagian untuk memiliki harta benda, yang akhirnya bisa kelaparan.  

Bait 15

Wus dilalah Karsane kang Among tuwuh Kang lali kabegjan Ananging sayektineki, luwih begja kang eling lawan waspada.

Artinya : Sudah kepastian, atas kehendak Allah SWT, yang lupa mendapat keberuntungan. Tetapi yang sebetulnya lebih beruntung adalah yang tetap ingat dan waspada (dalam perbuatan baik dan luhur).  

Bait 16

Saka marmaning Hyang Sukma Jaman Kalabendu sirna Sinalinan jamanira Mulyaning jenengan nata Ing kono raharjanira Karaton ing tanah Jawa Mamalaning bumi sirna Sirep dur angkaramurka.

Artinya : Atas ijin Allah SWT, jaman Kalabendu hilang berganti jaman di mana tanah Jawa (Indonesia) menjadi makmur, hilang kutukan bumi, dan angkara murka pun mereda.  

Bait 17

Marga sinapih rawuhnya Nata ginaib sanyata Wiji wijiling utama Ingaranan naranata Kang kapisan karanya Adenge tanpa sarana Nagdam makduming srinata Sonya rutikedatonnya.

Artinya : Kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib, yang mempunyai sifat-sifat utama.  

Bait 18

Lire sepi tanpa srana Ora ana kara-kara Duk masih keneker Sukma Kasampar kasandhung rata Keh wong katambehan ika Karsaning Sukma kinarya Salin alamnya Jumeneng sri pandhita.

Artinya : Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol sebelumnya. Pada saat masih muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh ijin Allah SWT akan menjadi pemimpin yang berbudi luhur.  

Bait 19

Luwih adil paraarta Lumuh maring branaarta Nama Sultan Erucakra Tanpa sangkan rawuhira Tan ngadu bala manungsa Mung sirollah prajuritnya Tungguling dhikir kewala Mungsuh rerep sirep sirna.

Artinya : Mempunyai sidat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Erucakra (pemimpin yang memiliki wahyu), tidak ketahuan asal kedatangannya, tidak mengandalkan bala bantuan manusia, hanya sirullah prajuritnya (pasukan Allah), dan senjatanya adalah semata-mata dzikir, musuh semua bisa dikalahkan.  

Bait 20

Tumpes tapis tan na mangga Krana panjenengan nata Amrih kartaning nagara Harjaning jagat sadaya Dhahare jroning sawarsa Den wangeni katah ira Pitung reyal ika Tan karsa lamun luwiha.

Artinya : Semua musuh dimusnahkan oleh sang pemimpin demi kesejahteraan negara dan kemakmuran semuanya, hidupnya sederhana, tidak mau melebihi penghasilan yang diterima.  

Bait 21

Bumi sakjung pajegira Amung sadinar sawarsa Sawah sewu pametunya Suwang ing dalem sadina Wus resik nir apa-apa Marmaning wong cilik samya Ayem enake tyasira Dene murah sandhang teda.

Artinya : Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tenteram, murah sandang dan pangan.  

Bait 22

Tan na dursila durjana Padha martobat nalangsa Wedi wilatting nata Adil asing paramarta Bumi pethik akukutha Parek lan kali Katangga Ing sajroning bubak wana Panjenenganing sang nata.

Artinya : Tidak ada penjahat, semuanya bertaubat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin yang sangat adil dan bijaksana.   Dari gambaran di yang tertulis di dalam Serat Kalatidha tersebut, maka kita mendapatkan gambaran yang sama dengan apa yang sedang terjadi saat ini.

Percaya atau tidak kenyataannya semua yang telah digambarkan para leluhur nusantara ini telah terjadi, sedang berlangsung, serta masin akan terjadi, baik dalam waktu dekat maupun lama.

Baca juga: 9 bait terakhir ramalan Jayabaya

Pos terkait