Masuknya Islam zaman kerajaan Perlak di Sumatra

Sejarah Negara Com – Ada tiga kerajaan Islam terkenal di Sumatra pada zaman ini yang telah memosisikan Islam sebagai agama dan sebagai kekuatan politik yang mewarnai corak sosial budayanya, yaitu : Perlak, Samudera Pasai, dan Aceh.

Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Sumatra Utara, yang berkuasa pada tahun 225 – 692 H/840 – 1292 M., dengan raja pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah atau Sultan Alaiddin Maulana Aziz Syah (225 – 249 H/840 – 864 M).

Bacaan Lainnya

Hal ini sesuai dengan berita Marcopolo (seorang pengembara Itali yang tiba di Simatra pada tahun 1292) yang menyatakan bahwa pada masa itu (abad ke-8), Sumatra terbagi dalam delapan buah kerajaan yang semuanya menyembah berhala, kecuali sebuah saja, yaitu Perlak yang berpegang teguh pada Islam.

Hal ini dikarenakan ia selalu didatangi pedagang-pedagang Saracen (muslimin) yang menjadikan penduduk bandar ini memeluk undang-undang Muhammad (undang-undang Islam).

Perlak dibagi menjadi 2

Pada mulanya, Islam di Perlak dipengaruhi oleh aliran Syi’ah yang bertebaran dari Parsi ketika terjadi revolusi Syi’ah pada tahun 744 – 747 M., dengan pemimpinnya Abdullah Ibnu Muawiyah. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (285 – 300 H/888 – 913 M) mulai masuk paham Islam Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang tidak disukai oleh Syi’ah.

Oleh karena itu, terjadilah konflik perang saudara antara dua golongan tersebut. Namun, akhirnya dicapai perdamaian dan pembagian kerajaan Perlak pada dua bagian, yaitu :

  1. Perlak Pesisir: bagian golongan Syi’ah dengan sultan dari golongan mereka, yaitu Sultan Alauddin Syed Maulana Shah (365 – 377 H/976-988 M).
  2. Perlak Pedalaman: bagi golongan Ahlu Sunnah Wal Jamaah dengan sultan mereka sendiri, yaitu Sultan Alaiddin Malik Ibrahim (365 – 420 H/986 – 1012 M).

Namun akhirnya Perlak dapat disatukan kembali.

Sistem pemerintahan Perlak

Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan Silam Perlak pada dasarnya mengikuti sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah (750 – 1258 M) yaitu kepala pemerintahan atau kepala badan eksekutif dipegang oleh Sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir, yaitu :

  1. Wazir As-Suyasah (bidang politik).
  2. Wazir Al-Harb (bidang keamanan /pertahanan).
  3. Wazir Al-Maktabah (bidang administrasi negara).
  4. Wazir Al-Iqtishad (bidang ekonomi/keuangan).
  5. Wazir Al-Hukkam (bidang kehakiman).

Selain itu, sebagai penasihat pemerintah yang bertugas mendampingi sultan dan para wazirnya, dibentuk sebuah lembaga yang disebut Majelis Fatwa di bawah pimpinan seorang ulama yang berpangkat Mufti.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa Islam baik sebagai kekuatan sosial agama maupun sebagai kekuatan sosial politik, pertama-tama memperlihatkan dirinya di Nusantara ini adalah di negeri Perlak. Dari negeri inilah pertama kali Islam memancar ke pelosok tanah air Indonesia.

Kerajaan Perlak terus hidup merdeka sampai dipersatukannya dengan Kerajaan Samudera Pasai pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad Malik As-Dzahir Ibn Al-Malik Ash- Shaleh tahun 688 – 1254 H/1289 -1326 M.

Dengan demikian, kerajaan Islam Perlak pada abad ke-13 sudah berada dalam kategori kerajaan Islam Samudera Pasi yang dirintis oelh Malik Ash-Shaleh/Meurah Silo tahun 659 – 688 H / 1261 – 1289 M.

Samudera Pasai merupakan kerajaan yang menjadikan dasar negaranya Islam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Negeri ini makmur dan kaya, di dalamnya telah terdapat sistem pemerintahan yang teratur, seperti terdapatnya angkatan perang tentara laut dan darat.

Raja pertamanya adalah Meurah Malik Ash-Shaleh. Sepeninggalnya, kerajaan dipimpin oleh putra sulungnya, yaitu Sultan Malik Adh-Dhahir (Tahir). Pada masa Adh-Dhahir, negeri ini telah dikunjungi oleh Ibnu BAtutah, yang menyebutkan bahwa Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan di Samudera Pasai.

Diperintah oleh raja yang saleh, rendah hati, tingginya semangat keagamaan rakyat dan rajanya, mengikuti madzhab Syafi’i. Negeri ini merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya ulama-ulama dari berbagai negeri Islam di dunia untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniawian.

Disebutkan pula bahwa Istana Raja Samudera Pasai disusun dan diatur secara India, di antara pembesarnya ada pula orang Persia, patihnya bergelar Amir.

Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 Masehi. Pada tahun 1521, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang menduduki selama tiga tahun.

Kemudian pada tahun 1524 M, dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

Sultan Ali Mughayatsyah (1514-1530) telah banyak berjasa dalam berbagai aspek keislaman. Dalam bidang politik, sultan berupaya menghadang penjajah Portugis Kristiani dengan memprakarsai negara Islam bersatu, yaitu menyatukan tenaga politik Islam di dalam sebuah negara yang kuat dan berdaulat yang diberi nama “Aceh Besar” tahun 1514 M.

Dalam bidang pemerintahan, baginda raja telah meletakkan Islam sebagai asas kenegaraan, bahkan beliau melarang orang-orang bukan Islam untuk memangku jabatan kenegaraan atau meneruskan jabatannya. Dalam bidang dakwah, dibangun usat Islam yang megah, dihimpun para ulama dari juru dakwah, serta menyuruh jihad memerangi penyembah berhala dan syirik.

Pada masa Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (abad ke-16), Aceh dikenal sebagai negara Islam yang perkasa dan menjadi pusat penyebaran agama Islam yang besar di Nusantara.

Dalam bidang hukum, syariat Islam ditegakkan, bahkan raja telah menghukum mati anaknya karena kezaliman dan jinayat (pidana). Dari Pasai dan Aceh, Islam memancar ke seluruh pelosok Nusantara yang terjangkau oleh para juru dakwahnya.

Rekomendasi artikel lain mengenai Samudra Pasai :

Pos terkait