Pendiri Kerajaan Banten dan silsilah rajanya

Kerajaan Banten meliputi wilayah sebelah barat pantai Jawa sampai ke Lampung. Daerah ini sebelumnya merupakan daerah tetangga Kerajaan Pajajaran yang dalam Carita Parahyangan dikenal dengan nama Wahanten Girang.

Peletak dasar atau pendiri Kerajaan Banten adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Pada tahun 1528 Masehi, Syarif Hidayatullah menguasai bagian barat pantai utara Jawa tersebut untuk menundukkan Kerajaan Pajajaran. Penyerangan ke Pajajaran dilakukan karena penolakan Pajajaran atas penyebaran agama Islam, serta menolak mengakui kekuasaan Kerajaan Demak atau Pajajaran.

Bacaan Lainnya

Ketika Sultan Hadiwijaya berkuasa di Demak, Kerajaan Banten baru menjadi kesultanan yang merdeka dari Kerajaan Demak. Raja pertamanya adalah putra Syarif Hidayatullah, yaitu Maulana Hasanuddin (1552 – 1570 M). Hasanuddin juga menjalin persahabatan yang erat dengan Kerajaan Indrapura di Sumatra, yang diperkuat dengan pernikahan politik antara Hasanuddin dengan putri Raja Indrapura.

Banten Melebarkan Kekuasaan

Penguasa Banten berikutnya adalah Maulana Yusuf yang memimpin dari tahun 1570 – 1580 Masehi. Tahun 1579 M, Banten berhasil menaklukkan Pakuan, ibukota Pajajaran. Setelah Maulana Yusuf wafat pada tahun 1580, tahta kerajaan dipegang oleh Maulana Muhammad, putranya yang masih berumur 9 tahun.

Karena masih muda pemerintahan dijalankan oleh badan perwakilan yang terdiri dari Jaksa Agung dan empat menteri sampai Muhammad cukup umur.

Pada tahun 1596 M, Banten melancarkan serangan terhadap kerajaan Palembang, dipimpin langsung oleh  Maulana Muhammad, tujuannya untuk melancarkan jalur perdagangan hasil bumi dan rempah-rempah.

Penyerangan ini gagal dan Maulana Muhammad gugur. Tahta kerajaan kosong, sementara putra Maulana Muhammad bernama Abu Mufakhir baru berusia 5 bulan.

Pemerintahan Banten dijalankan oleh badan perwakilan yang diketuai oleh Jayanegara (wali kerajaan) dan Nyai Emban Rangkung (pengasuh pangeran). Pada masa ini, armada Belanda tiba pertama kali ke Banten yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.

Selengkapnya bisa di baca pada sejarah Belanda pertama kali tiba di Banten tahun 1596

Abu Mufakhir baru resmi menjalankan kekuasaan pada tahun 1596. Tahun 1638, khalifah Makkah memberi gelar Sultan. Abu Mufakhir wafat pada tahun 1651 M. Putranya yang menirukan bergelar Sultan abu ma’ali Ahmad Ramatullah, tetapi tidak lama kemudian wafat.

Banten mencapai puncak kejayaan

Raja Banten berikutnya adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah pemerintahannya Banten berhasil mencapai kejayaannya. Sultan Ageng berusaha keras mengusir Belanda (VOC), namun selalu gagal.

Karena dengan konfrontasi langsung selalu gagal, maka ia mengubah taktik dengan perampokan dan perusakan perkebunan Belanda dan menyaingi perdagangan Belanda.

Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat putra mahkotanya, bernama Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji sebagai Raja Muda, dan Sultan Ageng Tirtayasa tetap mengawasi.

Namun, Sultan Haji cenderung berpihak pada Belanda, dan Sultan Ageng berusaha mencabut mandatnya. Mendapat dukungan Belanda, maka terjadilah perang saudara. Akibat pengkhianatan ini, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap pada tahun 1692 membuat kerajaan Banten menjadi kerajaan boneka di bawah kendali Belanda.

Kehidupan perekonomian masyarakat Banten berpusat pada perdagangan, pertanian dan perkebunan. Penyebaran agama Islam yang pesat membuat masyarakat Pajajaran yang tidak memeluk Islam menyingkir ke pedalaman, yang sampai sekarang di sebut Suku Badui.

Mereka menerapkan sistem kepercayaan yang disebut Pasundan Kawitan, atau Pasundan yang pertama, yaitu perpaduan agama Hindu dengan kepercayaan tradisional Suku Sunda.

Peninggalan Kerajaan Banten tidak banyak ditemukan. Namun demikian pengaruh Islam dalam seni bangunan Banten terlihat pada bangunan Masjid Agung Banten dan kompleks makam raja-raja Banten di Kenari.

Baca juga: Raja Kerajaan Banten

Pos terkait