Sejarah Perekonomian Korea Selatan

Perekonomian Korea Selatan yang merosot akibat Perang Korea, berhasil dibangun kembali dengan bantuan Amerika Serikat dan PBB. Perkembangan sektor industri sangat pesat, sehingga negeri ini kini telah menjadi negara industri.

Pertanian salah satu perekonomian Korea Selatan

Tanah pertanian di Korea Selatan mencapai sekitar 22 persen dari seluruh wilayahnya. Kawasan pertanian terutama terdapat di daerah pesisir barat dan selatan. Sebagian besar dari tanah pertanian ini ditanami padi dan padi-padian lain.

Meskipun demikian, tanah pertanian untuk penanaman buah-buahan (terutama apel), sayur-sayuran (terutama lobak putih dan sawi), dan tanaman industri sudah diperluas, demikian juga tempat memelihara ternak dan ulat sutera.

Mesin pengepakan makanan Korea Selatan
Mesin pengepakan makanan Korea Selatan

Di samping padi, hasil pertanian yang paling penting adalah kentang, barley, kol, lobak, bawang, apel, semangka, dan buah-buahan lain. Hasil pertanian lain yang juga penting untuk perdagangan adalah kapas, serat, rami, dan sutera.

Pemerintah melaksanakan berbagai program untuk memajukan pertanian. Sumber-sumber air dilestarikan dan dikembangkan untuk menjamin persediaan air bagi usaha pertanian.

Langkah-langkah lain yang juga ditempuh antara lain adalah menetapkan harga hasil pertanian, menyediakan bahan produksi tepat pada waktunya, memberikan pinjaman kepada kaum tani, dan mendirikan badan pengembangan pertanian.

Petani Korea Selatan
Para petani Korea Selatan sedang melakukan penanaman padi.

Sebagian besar kebutuhan dalam negeri akan protein hewani dapat dipenuhi oleh usaha perikanan. Hasil tangkapan utama adalah berbagai ikan laut, cumi-cumi, kepiting, udang, dan kerang. Hasil laut lain yang penting adalah rumput laut. Hutan di Korea Selatan mencakup sekitar 67 persen dari seluruh wilayahnya.

Tetapi sebagian besar di antaranya tidak begitu bernilai komersial. Penghutanan kembali dan pengendalian erosi terus diperhatikan pemerintah, sehingga pemerintah membuat rencana jangka panjang untuk menanami kembali lereng gunung yang tandus dengan pohon-pohon pelindung.

Negeri ini mengandung banyak cadangan batu bara, tetapi hasil dari penambangannya belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri; pada tahun 1985, misalnya, hasil batu bara sebesar 22,5 juta ton hanya mampu memenuhi sekitar 54 persen dari kebutuhan itu.

Cadangan tungsten juga banyak terdapat di negeri ini, tetapi tempatnya tersebar; cadangan terbesar terdapat di Sangdong. Selain itu, negeri ini memiliki sejumlah tempat yang mengandung cadangan bijih besi, seng, timah, grafit, emas, dan perak.

Industrialisasi membawa kemajuan pesat di Korea Selatan, terutama sejak tahun 1965. Sumbangan industri terhadap produk nasional meningkat secara mantap sejak Perang Korea, dan naik secara tajam pada akhir tahun 1960-an. Indeks produksi tahun 1969, misalnya, mencapai 265, naik 22 persen dibanding tahun sebelumnya. Pusat industri utama adalah Sebul dan Pusan.

Penganekaragaman cabang-cabang industri juga berjalan lancar. Sejak akhir tahun 1960-an, produksi alat-alat listrik, barang-barang dari serat, bahan pangan, dan barang konsumsi seperti alas kaki dan kertas naik secara mencolok. Kini hasil industri yang utama adalah tekstil, bahan pangan, pupuk dan barang kimia lain, baja, dan alat-alat elektronik.

Perdagangan luar negeri perekonomian Korea Selatan

Perdagangan luar negeri Korea Selatan cukup lama menderita defisit karena impornya jauh lebih besar daripada ekspornya. Pada tahun 1968, misalnya, nilai ekspornya tidak sampai US$O,5 milyar; padahal, nilai impornya, termasuk impor bantuan luar negeri, hampir mencapai US$1,5 milyar.

Tetapi industri barang ekspor telah berhasil meningkatkan perdagangan luar negeri. Industri tekstil, kayu lapis, hasil laut, dan hasil tambang memberikan sumbangan besar terhadap pendapatan ekspornya.

Barang impornya terdiri dari bahan industri, antibiotika, alat-alat angkutan, produk-produk minyak bumi, dan barang-barang konsumsi. Amerika Serikat merupakan rekan dagang utama Korea Selatan, tetapi Jepang juga termasuk pasaran penting. Sistem transportasi di Korea Selatan sudah maju, kendati mengalami kehancuran dalam Perang Dunia, II dan Perang Korea.

Tulang punggung sistem transportasi ini adalah jalan raya dan jalan kereta api. Negeri ini sekarang memiliki 52.000 km lebih jalan raya, termasuk jalan raya lintas cepat dari Seoul ke Pusan.

Jalan kereta api yang hancur akibat perang sudah dipulihkan, sementara jalan kereta api baru terus dibangun. Kini panjang jalan kereta api di negeri ini seluruhnya kurang-lebih 6.300 km. Jalur kereta api utama membujur dari Seoul ke Pusan melalui Taejon dan Taegu.

Di sebelah timur jalur utama ini telah dibangun sebuah jalur tambahan. Cabang jalan kereta api utama ini sudah dibangun, antara lain dari Taejon ke arah barat daya sampai ke Mokp’o.

Gedung Majelis Nasional Korea Selatan
Foto Gedung Majelis Nasional sudut kota Seoul Korea Selatan diambil dari atas

Lalu-lintas air juga makin berkembang, baik untuk pelayaran luar negeri maupun untuk pelayaran dalam negeri. Pelabuhan utamanya, Pusan, mampu melayani kapal-kapal berkapasitas puluhan ribu ton. Pelabuhan lainnya adalah Inch’én, Ulsan, dan Cheju.

Perusahaan penerbangan swasta KAL (Korean Air Lines) mengadakan hubungan dalam dan luar negeri. Korea memiliki sekurang-kurangnya empat bandara yang melayani penerbangan rutin. Bandara utamanya adalah bandara internasional Kimpo (dekat Seoul).

Kunjungi peta Korea Selatan atau di google map

Artikel Terkait

Pos terkait