Republik Afrika Tengah negara di tengah benua

Pada akhir musim kemarau para petani di Republik Afrika Tengah berkumpul di pinggiran desa mereka. Tidak lama kemudian mereka berpisah dan menuju ladang di sekitarnya. Pria dan wanita, yang bekerja dengan koordinasi yang rapi, segera merampungkan segala sesuatunya. Mereka membakar rerumputan yang menguning dan semak belukar yang kering.

Pada saat orang dewasa bekerja, anak-anak berdiri di berbagai sudut ladang, siap menangkap hewan kecil apa pun yang mungkin berlarian dari semak belukar yang menyala itu, Orang-orang memperhatikan dengan rasa puas, karena mereka tahu bahwa lahan tersebut akan segera dibersihkan untuk ditanami. Sejak dahulu kala, kegiatan seperti itu telah berlangsung setiap tahun.

Geografi Afrika Tengah

Republik Afrika Tengah terletak jauh di pedalaman Afrika, sedikit agak ke utara dari garis khatulistiwa. Luas lahan seluruhnya negeri tropis ini adalah kira-kira 622,984 km2. Dahulu negeri ini merupakan salah satu di antara keempat wilayah yang merangkum koloni Afrika Khatulistiwa Prancis. Pada tahun 1960 negeri ini menjadi sebuah negara Afrika yang merdeka.

Negeri ini membentang di dataran tinggi yang sangat luas di antara dua cekung yang hias di benua Afrika, yaitu cekung Kongo dan cekung Chad. Ketinggian rata rata dataran tinggi Ubangi Chari yang bergelombang itu dan berbagai dataran tinggi yang lebih kecil di sekitarnya adalah antara 600 m sampai 900 m, tetapi di tepi sebelah timurlaut dan barat tengah, lahan menjulang sampai 1 200 m.

Sebagian besar daerah pedesaannya terdiri atas padang sabana terbuka (yaitu lahan dengan rerumputan tinggi atau sedang dan pepohonan yang berserakan di sana sini. Akan tetapi, bagian baratdaya negeri ini sebagian berhutan belantara tropis.

Peta wilayah Republik Afrika Tengah

Kunjungi Peta Afrika Tengah atau di google map

Berbagai riam yang mengalir ke utara membasahi lahan yang terletak di iemng yang agak landai ke Danau Chad. Riam yang mengalir ke selatan mengukir lembah yang dalam, sempit dan berhutan pada permukaan dataran tinggi, sewaktu mengalir deras ke Sungai Ubangi, anak sungai utama Sungai Kongo yang besar itu. Di sana terdapat sejumlah besar jeram dan air terjun.

Iklim

Republik Afrika Tengah beriklim tropis. Terdapat dua musim yang berbeda. yaitu musim hujan yang berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober dan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Nopember sampai Februari.

Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Juli, Agustus, dan September, sedangkan musim paling kering terjadi pada bulan Januari dan Pebruari. Selama musim kemarau rerumputan menguning dan pepohonan meranggas. Di musim hujan tanah menjadi lembap selama berhari-hari sampai akhir musim.

Negeri ini kaya dengan satwa liar. Gajah, singa, kerbau, jerapah, anjing hutan, serigala, dan berbagai macam rusa antelop masih berkeliaran di padang terbuka. Untuk melindungi hewan tersebut dari incaran para pemburu, pemerintah telah membentuk suaka margasatwa yang luas. Kera simpanse, babun dan sejumlah gorila menghuni rimba belantara di bagian selatan negeri ini.

Buaya dan kuda nil terdapat di berbagai riam yang lebih besar, seperti misalnya Sungai Ubangi dan Chari. Bermacam-macam burung yang beiwama mencolok, reptilia, dan serangga terlihat di seluruh negeri. Gundukan rayap dari tanah merah dan kuning yang amat besar merupakan pemandangan biasa di bentangan alam setempat.

Kota Besar

Ibu kota dan kota terbesar di negeri ini adalah Bangui. Kota yang dahulu adalah ibu kota pemerintahan Prancis untuk wilayah Ubangi-Chari ini, terletak di tepi Sungai Ubangi. Kota ini merupakan pelabuhan sungai utama, terminal udara utama, serta pusat perdagangan di negeri ini.

Kota besar lainnya adalah Bouar dan Bambari. Akan tetapi, sebagian dari penduduk Republik Afrika Tengah tinggal di daerah pedesaan.

Penduduk Afrika Tengah

Penduduk Republik Afrika Tengah terdiri atas banyak suku bangsa. Suku bangsa Banda, Baya, Mandjia, dan Bwaka terdapat di belahan bagian barat negeri ini. Sebagian besar di antara suku bangsa tersebut adalah petani yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di ladang.

Tanaman budidaya utama yang mereka tanam untuk makanan adalah singkong, jagung, ketela, ubi, pisang untuk bahan pangan, dan lada. Kapas dan kopi merupakan hasil tanaman perdagangan yang diekspor ke berbagai pasar luar negeri. Padi, kacang, dan tembakau ditanam untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Buah kelapa sawit liar dikumpulkan untuk diproses menjadi minyak.

Suku bangsa Sara tinggal di bagian utara negeri ini. Mereka menanam padi-padian, seperti bulgur dan cantel, wijen, buncis, kacang polong, dan labu; dan mereka juga memelihara sejumlah kecil kuda. Banyak pria suku Sara yang menjadi anggota tentara Prancis sewaktu negeri ini masih menjadi koloni Prancis.

Di sepanjang tepi berbagai riam di bagian barat dan selatan tinggal suku Banziri, Yakoma, dan Sango yang mencari nafkah dengan menangkap ikan dan berniaga. Mereka sangat mahir dalam bidang pelayaran sungai, terutama dalam menempuh jeram dengan kano yang terbuat dari kayu gelondongan yang dilubangi di bagian tengahnya.

Republik Afrika Tengah belum pernah menyelenggarakan sensus, sedangkan berbagai contoh penelitian masih berbeda-beda. Sebagian besar daerah di sebelah timur berpenduduk jarang dengan kepadatan kira-kira 5 orang per mil persegi lahan.

Bayangan perdagangan budak yang masih berlanjut sampai . abad ini masih menghantui daerah tersebut. Para penyerbu dari Arab, Nubia, dan Mesir secara berkala membinasakan daerah itu sambil mengangkut budak. Dewasa ini di sebagian tanah tinggi masih dapat kita lihat gua besar dan kecil yang dipakai sebagai tempat persembunyian penduduk daerah tersebut.

Akan tetapi, sejarah muram penduduknya diwarnai dengan berbagai kisah tentang para pria, wanita, dan anak-anak yang dilarikan dan dijual sebagai budak di Mesir, Persia, dan berbagai tempat lainnya sampai sejauh Amerika.

Penduduk bagian utara negeri ini pada berbagai masa juga tertimpa nasib yang tak kalah pahitnya di tangan para penyerbu Senoussi yang berasal dari daerah oasis di Libya.

Cara Hidup

Sebagian besar penduduk Republik Afrika Tengah tinggal di daerah pedesaan di rumpun-rumpun desa. Tugas membangun tempat tinggal keluarga dilakukan oleh kaum pria. Gubuk tradisionalnya kebanyakan berbentuk bulat, berdinding lumpur dan ranting, serta beratap kerucut yang ditutup dengan daun rumbia.

Akan tetapi, semakin banyak pula dibangun gubuk empat persegi panjang yang lebih besar. Dindingnya terbuat dari lumpur yang dikeringkan, anyaman rumput, atau papan. Atapnya mungkin terbuat dari daun rumbia atau lembaran besi bergelombang yang dibeli di toko.

Memasak makanan untuk keluarga merupakan tugas kaum wanita yang berat dan memakan waktu. Umbi singkong harus lama direndam dalam air riam dan kemudian dijemur. Umbi tersebut kemudian ditumbuk menjadi tepung untuk membuat bubur.

Bubur kental yang merupakan hidangan pokok dalam menu penduduk itu dimakan dengan saus sayuran yang disebut gombo dengan lauk irisan daging atau ikan. Ayam dan babi berkeliaran di desa, tetapi sumber daging lainnya tidak banyak.

Karena adanya lalat tsetse, yang berkembang biak di daerah tersebut dan menyebarkan teror penyakit tidur di kalangan penduduk Afrika, ternak tidak banyak terdapat di sana. Penduduk biasa makan ikan yang dikeringkan atau diasapi. Ikan ditangkap di Sungai Ubangi dan berbagai anak sungainya.

Buah-buahan tropis, seperti mangga, pepaya, dan jambu melimpah-ruah di pepohonan yang berjajar di samping gubuk desa. Bulgur dimanfaatkan pula untuk membuat bir. Untuk berbagai acara istimewa, dihidangkan tuak yang dibuat dari air kelapa.

Kebanyakan prianya sekarang mengenakan pakaian bergaya Barat. Kaum wanitanya mengenakan kain lipat berwarna mencolok, dengan Ikat kepala yang dibebatkan dengan anggunnya. Hiasan yang terbuat dari tembaga dan kawat yang dipakai di leher, pergelangan tangan, atau pergelangan kaki masih banyak terlihat di daerah pedalaman.

Sebelum Perang Dunia II, sebagian besar penduduk tinggal terpencar di seluruh daerah pedesaan, dalam rumpun kecil gubuk di tepi hutan atau padang rumput, atau di gubuk yang berjajar sepanjang tepi sungai.

Kelompok masyarakat kecil itu dipimpin oleh seorang kepala desa. Satu-satunya desa yang cukup besar adalah Bangui, yang dahulu merupakan ibu kota pemerintahan Prancis di wilayah Ubangi-Chari, dan kota Bouar dan Bambari.

Sejak saat itu Bangui telah semakin mekar di tengah-tengah rimbunnya tetumbuhan tropis sehingga mampu menampung 300.000 penduduk. Bambari berpenduduk kira-kira 42.000 jiwa dan sejumlah kota berpenduduk paling tidak 5.000 jiwa.

Penduduk desa telah bergerak mendekati berbagai kota besar dan kini tinggal di rumpun desa yang besar di sekitar kota itu. Pada permulaan musim hujan, mereka kembali ke desa untuk bekerja di ladang sampai musim panen selesai. Kemudian mereka kembali lagi ke kota dan menjual hasil panennya di berbagai pasar kota.

Pendidikan

Daya tarik kota ini telah membantu pemerintah dalam usahanya untuk meningkatkan pendidikan karena sebagian besar sekolah terletak di daerah pertokoan. Bus desa digunakan untuk mengantarkan anak-anak ke sekolah dasar.

Sekolah menengah sedikit, tetapi jumlah siswanya semakin meningkat Hampir 60 sekolah teknik dan pendidikan guru telah dibangun. Para calon mahasiswa mungkin melanjutkan pendidikan mereka di Universitas Bangui atau terpaksa pergi ke Senegal untuk bersekolah di Universitas Dakar.

Ada pula yang pergi ke Prancis untuk melanjutkan pelajaran mereka. Bahasa Prancis adalah bahasa resmi di bidang pendidikan dan dunia usaha. Bahasa daerah Sango sering pula digunakan untuk komunikasi di antara berbagai suku bangsa. Akan tetapi, pada umumnya setiap kelompok kecil mempunyai dialek sendiri.

Ekonomi Afrika Tengah

Serat kapas dan kopi dewasa ini mencakup karang lebih seperdua dari perdagangan ekspor Republik Afrika Tengah. Pelanggan utama untuk produk tersebut adalah Prancis, beberapa negara Eropa Barat lainnya, dan Amerika Serikat.

Ekspor lainnya adalah kacang tanah, kayu, karet, tunas kelapa, intan, dan sedikit emas. Impor utamanya adalah berbagai mesin, tekstil katun, dan kendaraan bermotor.

Pengembangan perindustrian baru memasuki tahap awal. Sebuah pabrik tekstil di Bangui memanfaatkan tenaga listrik yang berasal dari sebuah riam di dekatnya dan sebagian kapas lokal untuk memproduksi bahan sandang katun.

Pabrik pemisahan biji kapas yang bertebaran di seluruh negeri memproses kapas mentah. Kulit mentah disamak untuk dijadikan sepatu. Minyak nabati dan sabun juga dibuat, di samping minuman ringan dan bir. Terdapat sejumlah penggergajian kayu di daerah hutan tropis.

Negeri ini tidak mempunyai jalan kereta api, meskipun suatu sambungan jalan kereta api dengan Republik Kamerun mungkin segera dibangun. Bandar Sungai Bangui, yang merupakan pintu keluar utama untuk perdagangan dengan luar negeri, hanya 1.400 km dari pesisir Samudra Atlantik.

Pesisir tersebut hanya dapat dicapai melalui kombinasi jalan sungai dan lintas kereta api yang melewati Republik Kongo. Akan tetapi, angkutan udara sudah cukup maju. Bangui telah membangun berbagai kemudahan untuk menampung berbagai pesawat jet internasional karena, menurut rencana, kota itu akan dijadikan titik persinggahan utama pada jalur udara lintas Afrika. Berbagai jalur air di negeri ini hanya dapat dilayari pada beberapa bagian serta pada musim tertentu saja.

Sejarah Afrika Tengah

Pada akhir abad ke-19 orang Prancis memasuki daerah itu dan membangun beberapa pos luar militer di Republik Afrika Tengah. Sebuah pos perdagangan dibangun di Bangui, Pada tahun 1903 dibentuk wilayah Ubangi-Chari Enam tahun kemudian wilayah ini dan koloni Prancis di dekatnya, yakni Chad, Kongo, dan Gabon di gabungkan membentuk Afrika Khatulistiwa Prancis.

Akhir tahun 1920-an kurun kekuasaan Prancis ditandai dengan penilaian antara petani kapas dan berbagai perusahaan kapas Prancis. Tetapi, selama Perang Dunia 11 para serdadu yang berasal dari wilayah tersebut bertempur dengan gagah berani di pihak Sekutu.

Tanggal 13 Agustus 1960 mereka memperoleh kemerdekaan penuh. David Dacko dipilih menjadi presiden yang pertama. Tahun 1966 dia digulingkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel Jean Bedel Bokassa, yang lalu menjadi presiden.

Undang-undang dasar ditangguhkan dan Majelis Nasional dibubarkan. Tahun 1976 Bokassa mengubah nama negara itu menjadi Kerajaan Afrika Tengah dan mengangkat dirinya menjadi Kaisar Bokassa I.

Zaman kekuasaannya diwarnai dengan kekerasan, dan tahun 1979 Bokassa digulingkan oleh David Dacko yang merebut kembali jabatan kepresidenan dan memulihkan nama Republik Afrika Tengah.

Setelah masa dua tahun yang ditandai dengan memburuknya keadaan ekonomi, Dacco sekali lagi digulingkan dalam suatu kudeta militer. Bokassa yang diasingkan, kembali tahun 1986, diadili dengan vonis hukuman mati atas berbagai tuduhan, namun dibebaskan tahun 1993.

Tahun 1991, atas tuntutan luas untuk suatu perubahan politik direvisilah konstitusi guna mengesahkan multi partai dan membolehkan presiden mengangkat perdana menteri. Kolingba dan partainya kalah dalam pemilihan presiden dan anggota dewan perwakilan yang dilaksanakan tahun 1993.

Pos terkait