Sejarah berdirinya Dinasti Thahiri

Sejarah Negara Com – Seperti telah kita bahas pada artikel sebelumnya bahwa di timur Baghdad telah bermunculan dinasti-dinasti kecil. Mengapa ini bisa terjadi? Silahkan baca artikel sejarah Islam: Latar belakang berdirinya dinasti dinasti kecil di Timur Baghdad. Dinasti Thahiri merupakan salah satu dari dinasti tersebut.

Dinasti Thahiri didirikan oleh Thahir Ibn Husain tahun 150-207 Hijriyah, seorang yang yang berasal dari Persia terlahir di desa Musanj dekat Marw. Ia diangkat sebagai panglima tentara pada pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun.

Bacaan Lainnya

Ia telah banyak berjasa membantu Al-Ma’mun dalam menumbangkan Khalifah Al-Amin dan memadamkan pemberontakan kaum Alwiyin di Khurasan. Pada mulanya Al-Ma’mun memberikan kesempatan kepada Thahir untuk jabatan gubernur di Mesir pada tahun 205 H., kemudian dipercaya pula untuk mengendalikan wilayah timur.

Thahir Ibn Husain yang memerintah pada tahun 205-207 H., menjadikan kota Marw sebagai tempat kedudukan gubernur. Setelah ia wafat, jabatan gubernur dilimpahkan oleh khalifah kepada anaknya, yaitu Thalhah Ibn Thahir yang memerintah selama 6 tahun, yaitu sejak 207-2013 H

Dalam redaksi lain, Philip K. Hitti menjelaskan pendirian Dinasti Thahiri sebagai berikut :
 
“The first to established a quast independent state east of Baghdad was the once trusted general of Al-Ma’mun, Tahir Ibn Al-Husayn of Khurasan, who had victoriusly led his masters’ army against Al-Amin.

In this was the one-eyed Tahir is said to have used the sword so effectively with both hands that Al Ma’mun. The descendeant of a Persian slave, Tahir was east of Baghdad, with the centre of his power in Khurasan.

Before his death two years later in his capital, Tahir had omitted mention of the caliph’s name in the Friday prayer”.

Setelah Thalhah, kekuasaan berpindah ke tangan penerusnya, yaitu : Abdullah Ibn Thalih dan merupakan pemegang jabatan gubernur Khurasan terlama (213-248 H). Selama memegang pemerintahan setingkat gubernur, Dinasti Thahiri mempertahankan hubungan baik dan setiap kepada pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.

Bahkan, daerah Mesir pun diserahkan oleh Al-Ma’mun kepada penguasaan Abdullah Ibn Thahir pada tahun 210 H, yang pada waktu itu sempat menimbulkan gejolak.

Karena hubungan dekat dan kepercayaan yang diberikan Al-ma’mun cukup besar, wilayah kekuasaan Abdullah diperluas sampai ke daerah Suriah dan Jazirah.

Pada tahun 213 H, wilayah kekuasaan Abdullah Ibn Thahir, jabatan gubernur Khurasan dipegang oleh saudaranya, yaitu Mugammad Ibn Tharir tahun 248-259 H.

Ia merupakan gubernur terakhir dari keluarga Thahiri. Kemudian daerah Khurasan diambil alih oleh keluarga Saffari melalui perjuangan bersenjata. Keluarga Saffari merupakan saingan keluarga Thahiri di Sijistan.

Walaupun beberapa kekuasaan atas wilayah mereka dikurangi oleh khalifah, mereka terus memperluas wilayahnya dengan cara mempertahankan hubungan baik dengan Khalifah Abbasiyah dan saling membantu dalam menjalankan kekuasaan Abbasiyah.

Hal ini terbukti ketika Al-Mu’tashim harus memerangi pemberontakan Al-Maziyah Ibn Qarun dari Tabarristan. Abdulah Ibn Thahir turun tangan menyelesaikan dan menghancurkan Al-Maziyah.

Akan tetapi, ketika Dinasti Thahiri di Khurasan mendekati masa kemunduran , tampaknya keluarga Abbasiyah menunjukkan perubahan sikap. Mereka mengalihkan perhatiannya kepada keluarga Saffari yang mulai menggerogoti dan melancarkan gerakan untuk menguasai Khurasan.

Dalam keadaan mulai melemah, keluarga dan pengikut Alawiyin di Tabarristan menggunakan kesempatan untuk memunculkan gerakan mereka. Bersamaan dengan gerakan Saffari yang terus mendesak kekuasaan Tahbari dari arah selatan, pada tahun 259 H, jatuh dan berakhirlah Dinasti Thahiri.

Para ahli sejarah mengakui bahwa pada zaman Thahiri, dinasti ini telah memberikan sumbangan dalam memajukan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia Islam. Kota Naisabar berhasil bangkit menjadi salah satu pusat perkembangan ilmu dan kebudayaan di timur.

Pada masa itu, negeri Khurasan dalam keadaan makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, sehingga dapat mendukung kegiatan ilmu dan kebudayaan pada umumnya. Keadaan ini merupakan suasana yang menguntungkan bagi perkembangan seterusnya.

Kemudian, Dinasti Thahiri dapat diandalkan oleh Khalifah Abbasiyah untuk menjaga ketenteraman dan kemajuan dunia Islam. Mereka berhasil menguasai dan mengamankan wilayah sampai ke Turki yang para sultannya telah menyatakan kesetiaan dan ketaatan sebagai umat Islam yang tunduk di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah.

Pos terkait