Swaziland negara kecil di ujung selatan Afrika

Swaziland adalah negara pedalaman kecil yang terletak di ujung selatan Afrika. Di sebelah utara, barat, dan selatan negara ini dibatasi oleh Republik Afrika Selatan, sedangkan di sebelah timur oleh Afrika Selatan dan Mozambik.

Swaziland hanya mempunyai 2 kota yang berpenduduk lebih dari beberapa ribu. Mbabane, ibu kota dan kota terbesar, merupakan pusat perdagangan utama. Kota terbesar kedua Swaziland, Manzini, juga merupakan pusat perdagangan dan terletak di dekat sebuah bandara internasional.

Geografi Swaziland

Meskipun kecil, ditilik dari segi geografisnya negara ini dibagi menjadi 3 kawasan yang sangat berlainan. Kawasan padang rumput yang tinggi dan bergunung-gunung di sebelah barat terdiri atas lahan yang terpatah-patah dan tidak rata dengan tinggi rata-rata 1.200 m di atas paras laut. Lerengnya acapkali terlampau terjal untuk usaha tani dan ladang perumputan tidak baik.

Akan tetapi, medan tersebut sangat bagus untuk perkebunan kayu. Padang rumput tengah yang tinggi rata-ratanya 600 m mempunyai tanah yang bagus dan curah hujan melimpah. Di sebelah timur padang rumput tersebut lahan agak bergelombang dengan tinggi rata-rata 300 m. Vegetasi jenis belukar banyak terdapat di sana dan peternakan sapi merupakan kegiatan yang ekstensif di kawasan ini.

Lima sungai-yaitu Lomati, Komati, Usutu, Umbeluzi, dan Ngwavuma-mengalir dari barat ke timur. Kelima sungai tersebut melintasi seluruh negeri menuju ke Mozambik dan kemudian bermuara di Samudra Hindia yang luas itu. Pengembangan proyek irigasi di sepanjang sungai ini sangat penting bagi pertumbuhan tanaman di negara ini.

Iklim

Padang rumput tinggi beriklim lembap mendekati sedang dengan curah hujan rata-rata per tahun sebanyak100-19O cm. Padang rumput tengah beriklim subtropis dan lebih kering dengan curah hujan 80-110 cm, sedangkan padang rumput rendah boleh dikatakan beriklim tropis dan bercurah hujan 50-80 cm per tahun.

Perbedaan suhu paling besar terdapat di padang rumput rendah, sedangkan perbedaan suhu paling kecil di padang rumput tinggi.

Peta wilayah Swaziland

Kunjungi Peta Swaziland atau di google map

Penduduk Swaziland

Sekitar 9796 penduduk terdiri atas bangsa Swaziland, yakni suatu kelompok masyarakat Bantu. Terdapat kira-kira 10.000 orang kulit putih (kurang lebih seperduanya berasal dari Afrika Selatan), sejumlah orang Asia, dan 800 orang Eurafrika (penduduk berdarah campuran).

Sekitar 8.000 sampai 10.000 orang Swazi bekerja di berbagai tambang di negara tetangganya-Afrika Selatan. Dengan meningkatnya taraf hidup di Swaziland, semakin sedikit penduduk yang merasa perlu untuk bekerja di luar negeri.

Kecuali mereka yang tinggal di sejumlah kecil kota modern di Swaziland, sebagian besar penduduk masih tetap menjalani cara hidup tradisional. Perkampungan keluarga tersebar di seluruh daerah pedesaan. Para prianya berpakaian tradisional yang berupa kain yang diselempangkan pada bahu kanan dan di bawah ketiak kiri dan penutup aurat yang di atasnya dilapisi dengan penutup dari kulit.

Mereka mengenakan gelang di lengan dan gelang kaki di kaki mereka. Akan tetapi, pakaian modern pun mulai membaur ke dalam kehidupan Swaziland, karena para pria itu juga naik sepeda atau mengendarai mobil. Kaum wanita di daerah pedesaan memakai kain berwarna cerah yang disarungkan sebagai rok dan baju yang longgar. Ada pula yang berpakaian ala Barat.

Anak lelaki yang masih kecil membawa tongkat dan menggembalakan sapi milik keluarganya. Mereka juga menjajakan berbagai barang kerajinan hias kepada para wisatawan dan penduduk kota. Di segala penjuru yang baru dan yang lama mulai saling bersaing.

Lobolo

Swaziland bermasyarakat poligini dan sebagian besar pria Swazi, seperti halnya raja mereka, mempunyai banyak isteri. Akan tetapi, semua pria, termasuk Raja, harus membayar lobolo kepada keluarga mempelai wanita. Hal ini memberi hak kepada si pria untuk menyertakan nama keluarganya pada nama anak yang diperolehnya dari isterinya itu.

Menurut kepercayaan, kalau tidak demikian anak terpaksa harus menggunakan dua nama keluarga. Meskipun ada orang Swazi yang mengecam lobolo itu sebagai ketinggalan zaman, sebagian besar masih saja membelanya sebagai suatu aspek yang penting dalam nilai tradisional.

Agama

Meskipun kira-kira 6006 penduduk Swazi beragama Kristen sekitar 40% penduduk dewasa masih memegang teguh kepercayaan tradisional. Mereka mengakui adanya pencipta atau makhluk tertinggi yang disebut Mkhulumngcandi.

Akan tetapi, mereka tidak percaya bahwa sang pencipta akan mengurusi berbagai masalah manusia sehari-hari. Sebagai gantinya, penduduk Swazi banyak yang berpaling kepada arwah nenek moyang untuk mewakili Mkhulumngcandi dalam masalah keamanan, kesehatan, dan kesejahteraan mereka.

Bahasa dan Pendidikan

Bahasa Swazi, yaitu siswati, dituturkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini. Di bidang perdagangan dan pemerintahan, bahasa Inggris maupun bahasa siswati merupakan bahasa resmi. Tuna aksara selama ini merupakan ganjalan besar bagi pembangunan kebudayaan, ekonomi, dan politik di negeri tersebut.

Akan tetapi, hambatan ini sedang’ditanggulangi. Pendidikan orang dewasa telah digalakkan dan kini diperkirakan bahwa sekitar 60% penduduk dewasa Swaziland dapat membaca dan menulis dalam bahasa Inggris dan siSwati.

Kira-kira 75% dari semua anak yang berumur antara 5 sampai 14 tahun telah bersekolah. Semasa Swaziland masih menjadi protektorat Inggris, hanya sedikit upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pendidikan umum. Bahkan sampai Sekarang pun kebanyakan sekolah masih dilaksanakan oleh pihak gereja, dengan bantuan dana dari pemerintah.

Pendidikan amat dihargai sehingga terjadi persaingan yang berat di antara para siswa yang mau masuk ke sekolah menengah yang jumlahnya tidak banyak. Siswa yang memiliki prestasi baik dapat masuk ke Universitas Botswana dan Swaziland, yang mempunyai kampus di Kwaluseni. Universitas itu dikelola bersama oleh kedua negara kecil tersebut. Di Swaziland juga terdapat perguruan tinggi pertanian di Luyengo.

Ekonomi

Swaziland kaya akan mineral dan memproduksi sejumlah besar asbes dan bijih besi. Sebuah tambang asbes yang besar di dekat Puncak Piggs, di utara, memproduksi komoditi ekspor terpenting kedua negara itu. Sebuah tambang besi di utara menghasilkan sekitar 2.000.000 ton bijih besi per tahun, yang telah menjadi komoditi ekspor utama sejak tahun 1967.

Suatu jalur kereta api diselesaikan pada tahun 1964 sehingga memungkinkan ekspor bijih besi ke Mozambik untuk kemudian dikirim ke Jepang. Batubara, emas, dan timah ditambang dalam jumlah yang kecil. Swaziland memiliki perkebunan jati yang berharga dan menghasilkan tanaman keras seperti kapas, tembakau, beras, dan sayuran. Sebagian besar kayu Swaziland dipakai membuat bubur kertas. Dua pabrik besar memproses sebagian besar panenan gula dan menghasilkan ekspor terbesar ketiga negara itu.

Sejarah Swaziland

Orang Swazi aslinya merupakan keturunan suku Bantu pendatang yang masuk ke Afrika tenggara (Mozambik) pada abad ke-15 atau ke-16. Sekitar tahun 1750 mereka menyeberang ke daerah yang kini disebut Swaziland. Mula-mula mereka hanya merupakan kelompok kecil yang bergabung di bawah kepemimpinan marga Dlamini.

Pada dekade 1840-an mereka dipimpin oleh Raja Mswati, yang namanya mungkin dipakai untuk nama bangsa ini. Bangsa Swazi berperang terus-menerus dengan orang Zulu yang kuat yang tinggal di sebelah selatan daerah mereka.

Raja Mswati mencari perlindungan dari Inggris, tetapi permintaan ini ditolak. Di bawah perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1894 oleh Inggris dan Afrika Selatan, bangsa Swazi, di luar kemauannya, diserahkan ke bawah perlindungan Afrika Selatan Paul Kruger.

Seusai Perang Inggris-Boer tahun 1899-1902, Pemerintah Inggris mengambil alih sepenuhnya tanggung jawab pemerintahan atas Swaziland. Raja Swazi, yang pada saat itu disebut penguasa tertinggi, dan dewan pemerintahannya diperkenankan melaksanakan wewenang hanya terhadap masyarakat Afrika.

Pada tahun 1903 Swaziland menjadi protektorat Inggris dan pada tahun 1907 menjadi wilayah komisi tinggi. Inggris memerintah Swaziland melalui seorang komisaris residennya yang bertanggung jawab kepada komisaris tinggi Inggris di Afrika Selatan. Pada tahun 1964 Swaziland memperoleh undang-undang dasarnya yang pertama (yang tidak disukai oleh rakyatnya) dan rakyat Swazi memilih sebuah dewan legislatif.

Sebuah undang-undang dasar baru mulai berlaku pada tahun 1967 yang memberikan hak berpemerintahan sendiri dalam urusan dalam negeri kepada Swaziland, mengakui Raja Sobhuza ll sebagai raja Swaziland, dan memberikan parlemen yang terdiri atas dewan perwakilan rakyat dan senat.

Pada tahun 1968 Inggris memberikan kemerdekaan kepada Swaziland dan Raja Sobhuza II menjadi kepala negara. Di bawah undang-undang dasar baru yang diberlakukan pada tahun 1978, terdapat suatu parlemen dengan dua kamar yang dibatasi kegiatannya hanya sampai pada memperdebatkan berbagai usulan pemerintah dan memberi saran kepada raja. Raja menunjuk 10 anggota untuk masing-masing kamar tersebut serta seorang perdana menteri dan kabinet.

Sobhuza II

Raja Sobhuza II mangkat pada tanggal 21 Agustus 1982 di Mbabane. Mungkin tidak ada negara lain di Afrika yang demikian bergantungnya kepada penguasa tradisionalnya seperti Swaziland ini. Sobhuza II memainkan peranan penting dalam sejarah modern negara ini. Dia diangkat menjadi penguasa tertinggi pada tahun 1921 di bawah protektorat Inggris dan sejak itu memerintah negeri ini.

Menurut adat bangsa Swazi, Sobhuza menikahi beberapa orang isteri yang berasal dari berbagai tempat di negeri ini setiap tahun dan dengan demikian menggalakkan rasa solidaritas nasional dan memantapkan pokok permasalahan kaum pria.

Tak seorang pun yang tahu berapa banyak isteri Raja yang sebenarnya, tetapi sedikitnya ada 50 orang. Raja dipandang sebagai kepala suatu kelompok masyarakat yang homogen yang sama kebudayaan dan bahasanya.

Selain ibu kota Mbabane yang modern itu, desa Lobamba masih tetap merupakan ibu kota tradisional. Di desanya ini, Sobhuza tampak seperti perwujudan keagungan masa silam. Di Lobamba inilah berbagai upacara dan tarian keagamaan besar-besaran diadakan setiap tahun.

Tari Incwala, atau ”tari buah pertama” diadakan setiap tahun dalam bulan Desember atau Januari. Peristiwa meriah ini terpusat di seputar Raja dan Ibu Suri dan menarik ribuan penduduk Swazi yang memakai pakaian tradisional mereka.

Masa Depan Swaziland

Begitu Swaziland memasuki tahun-tahun pertama keberadaannya sebagai sebuah negara merdeka, Raja Sobhuza dan para pemimpin politik Swazi lainnya menyadari bahwa cara hidup tradisional harus dikorbankan sebagian demi cita-cita nasionalisme dan teknologi.

Akan tetapi, sang Raja, seperti halnya banyak di antara rakyatnya, yakin bahwa perubahan yang dilakukan terlampau cepat akan membawa akibat buruk. Raja berharap dapat memadukan adat istiadat tradisional dan kerakyatan itu dengan berbagai segi positif adat Eropa.

Selama hampir 4 tahun setelah kematian Sobhuza, singgasana tetap kosong, selagi rakyat Swaziland menunggu Putra Mahkota Makhosetive, yaitu salah satu di antara 70 putra raja tua itu, beranjak dewasa. Pangeran berumur 18 tahun itu dinobatkan menjadi Raja Mswati III tahun 1986.

Tahun 1992 raja membekukan perwakilan rakyat dan memerintah berdasar dekrit sampai diadakannya pemilihan wakiI-wakil rakyat multipartai. Pemilihan ini terselenggara pada 1993.

Diulas oleh:
RICHARD P. STEVENS, Direktur, Program Studi Afrika, Universitas Lincoln
Editor: Sejarah Negara Com

Nama Swaziland kini telah berganti menjadi Eswatini, selengkapnya bisa anda baca di sini

Pos terkait