Upacara adat Genggongan Pacitan lengkap sejarah dan iringannya

Upacara adat Genggongan Pacitan – Kabupaten Pacitan di Provinsi Jawa Timur dapat dikategorikan sebagai “daerah perawan” karena alamnya masih asli, demikian pula seni budaya dan tradisi serta adat-istiadatnya yang masih dijunjung tinggi oleh komunitas masyarakatnya merupakan budaya tradisionalis.

Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan di daerah Pacitan ialah upacara adat bersih desa dengan sebutan “Genggongan”. Upacara adat ini dilestarikan di daerah Kecamatan Ngadirojo, Desa Sidomulyo, Dusun Tawang. Lokasi Dusun Tawang amat strategis untuk pengembangan pariwisata alam, letaknya di pesisir pantai Selatan pulau Jawa.

Keindahan alamnya sangat mempesona dan relevan dengan pariwisata panorama alam. Situasi dan kondisi tersebut didukung oleh tradisi komunitas masyarakat nelayan yang amat ramah, hidup kolektif dalam tradisi budaya gotong royong.

Bagi anda yang belum tahu di mana letak kabupaten Pacitan, berikut kami lampirkan petanya, atau lebih detail silahkan kunjungi Peta Pacitan.

Peta Pacitan HD
Peta Pacitan HD

Sejarah singkat Genggongan

Setiap komunitas masyarakat di pedesaan di daerah Pacitan memiliki tradisi upacara ritual yang khas, misalnya tradisi Ceprotan di Kecamatan Donorojo, tradisi Badut di Kecamatan Tegalombo, tradisi Baritan di Kecamatan Kebonagung, dan masih banyak upacara adat yang lain.

Awal mula upacara adat Genggongan terjadi di Dusun Tawang, Desa Sidomulyo. Desa ini memiliki tiga sumber air yang difungsikan sebagai sumber air bersih, sebab pada waktu itu tradisi sumur pribadi belum populer. Ketiga sumber air itu diyakini dijaga oleh roh halus yang tidak mengganggu manusia. Ketiga sumber air tersebut adalah:

  1. Sumur Wungu dijaga oleh Tumenggung Mangku Negara.
  2. Teren dijaga oleh Wonocaki.
  3. Sumur Gedhe dijaga oleh Gadhung Mlathi.

Masyarakat Dusun Tawang mempunyai kebiasaan menyelengggarakan upacara bersih desa, yakni membersihkan mata air atau sumber air, jalan desa maupun lingkungan tanah pekarangan, demi kesehatan masyarakat. Bila hal ini tidak dilaksanakan, komunitas masyarakat meyakini akan terjadi malapetaka di desa tersebut, misalnya wabah penyakit, gagal panen, hasil nelayan di pantai menurun, dan bahkan warga terancam kematian secara misterius.

Untuk mengantisipasi bencana tersebut, warga masyarakat Dusun Tawang menyelenggarakan upacara genggongan. Legenda tempo dulu terkisahkan kejadian sehari sebelum upacara bersih desa, penjaga Sumur Gedhe yaitu Gadhung Mlathi menangis, ia meminta kepada kakandanya penguasa Nglandang yaitu Raga Bahu agar dalam bersih desa tersebut dilengkapi dengan Genggongan, Janggrungan atau Tayuban.

Sehubungan dengan kisah di atas, diceritakan bahwa roh Raga Bahu masuk ke jasad Kyai Karno Niti, yang pada waktu itu bertugas sebagai penjaga sumber mata air di desa tersebut. Kyai Karno Niti meminta kepada komunitas masyarakat agar mengadakan seni Janggrung. Sejak waktu itulah setiap penyelenggaraan upaeara adat Genggongan dilengkapi dengan seni Janggrung atau Tayub.

Seni tayub yang dipentaskan di dusun sewaktu upacara adat menyajikan gending-gending Jawa tertentu, antara lain sebagai berikut:

  1. Penguasa Mangku Negoro dengan iringan gending Angleng:
  2. Penguasa Gadhung Mlathi dengan iringan gending Ijo-ijo,
  3. Penguasa Wonocaki dengan iringan gending Jangkrik Genggong. Gending yang dimaksudkan adalah gending klangenan (yang selalu dirindukan) roh penguasa di sumber atau mata air desa.

Kronologi Upacara Adat Genggongan

Upacara adat Genggongan Pacitan
Sesepuh desa mengawali upacara adat Genggongan dengan memanjatkan doa epa Tuhan Yang Maha Esa diikuti oleh seluruh peserta upacara

Waktu yang dipilih untuk mengadakan upacara adat Genggongan ialah hari Selasa Kliwon (Anggara Kasih) pada bulan Longkang. Kronologi yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

a. Pada hari Senin Wage, bulan Longkang seluruh masyarakat desa menyelenggarakan upacara bersih desa untuk melestarikan dan membersihkan lingkungan alam sekitar mereka. Pada waktu itu dikhabarkan seorang tetua desa berhasil menangkap ikan merah yang harus difungsikan sebagai kelengkapan sesajian (bahasa Jawa sajen atau bebanten).

Penyerahan sesajen ikan merah oleh kepala desa
Kepala Desa menyerahkan ikan merah sebagai upacara kurban, dan diikuti warga dengan menyerahkan sesajen

b. Penyelenggaraan Upacara Adat Genggongan.

  1. Sesepuh desa menyerahkan ikan merah sebagai upacara korban atau kelengkapan sesajian, biasanya dengan iringan gending “Mina Agung” (ikan besar).
  2. Setiap warga komunitas desa menyerahkan sesajian ke pihak panitia penyelenggara upacara adat.
  3. Sesepuh desa mengawali upacara dengan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu melindungi warga desa dan terbebaskan dari segala malapetaka.
  4. Upacara pembukaan upacara Janggrung dengan iringan gending dan tari Gambyong Pesisiran.
  5. Cucuk laku atau penjuru upacara Janggrung menjemput penari (tandhak atau ledhek unggulan). Penari atau tandhak disebut tandhak unggulan karena telah melewati upacara wisuda tandhak Janggrung Genggongan.
  6. Para penguasa atau penjaga sumber air dihormati sebagai pengibing (penari) awal, dalam hal ini para roh penguasa sumber air diwakili oleh para sesepuh desa yang diyakini mampu menjadi mediator gerak tari.

Beberapa keyakinan yang selayaknya dipahami antara lain ikan merah atau ikan laut berwarna merah, tidak dapat diganti dengan jenis ikan laut yang lain. Sesajian dari masing-masing warga desa berupa bebanten yang khas, sehingga penyajiannya sangat beragam.

Masyarakat setempat meyakini bahwa pada hari biasa tidak akan dijumpai ikan merah. Uniknya ikan merah pasti selalu muncul dan dapat ditangkap warga setempat pada hari menjelang upacara adat Genggongan.

Keunikan lainnya, penari yang mewakili roh penjaga sumber air selalu meminta warna kain yang disukainya. Meskpun kain tersebut sedang dikenakan pengunjung, kain tersebut akan diminta oleh penari sesepuh desa. Dengan demikian jenis kain tersebutlah yang ditampilkan pada setiap upacara adat Genggongan di desa tersebut.

Kepercayaan lain perihal penari yang mewakili roh penjaga sumber air adalah bila sang penari telah kerasukan roh penjaga sumber air tersebut maka tingkah laku dan gerakan tarinya mengekspresikan gerak tari penjaga sumber air tersebut.

Jika sesepuh desa kerasukan roh wanita, maka gerak tarinya pun gerak tari perempuan. Sebaliknya jika roh yang merasuki tubuh penari berwatak keras, gagah berani, maka sesepuh desa tersebut menari dengan ekspresi garang bermuatan gerak tari yang magis

Upacara adat Genggongan di Desa Tawang, Sidomulyo, Ngadirojo, Pacitan adalah upacara ritual magis dengan latar belakang budaya pelestarian lingkungan hidup yang diharapkan menjadi khasanah kekayaan bangsa sekaligus berfungsi sebagai daya tarik wisatawan baik lokal maupun manca negara.

Notasi gamelan Iringan Gending Upacara adat Genggongan dan liriknya

Berikut notasi gamelan dan lirik gending-gending saat pelaksanaan Upacara adat Genggongan.

notasi intro dan lirik gending 1
notasi intro dan lirik gending 2
notasi intro dan lirik gending 3

Pos terkait