Dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat Jepang zaman edo (1632-1680)

Awal Mula Kemunculan Keshogunan Tokugawa (Zaman Edo)

Shogun Tokugawa adalah Shogun ketiga dan terakhir selama periode Edo. Shogun Tokugawa atau Periode Edo, didirikan pada 1603 dan berakhir pada 1867. Shogun Tokugawa adalah pemerintah kediktatoran militer feodalisme di Jepang. Shogun ini dibuat oleh Tokugawa Ieyasu, dari awal hingga akhirnya dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. (Wibowo, 2017 : 81).

Zaman Edo (1603 – 1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu mendirikan Keshogunan Tokugawa di Edo yang berakhir dengan pemulihan kekuasaan kaisar (taisei hōkan) dari tangan Shogun terakhir Tokugawa Yoshinobu sekaligus mengakhiri kekuasan Keshogunan Tokugawa yang berlangsung selama 264 tahun. Zaman Edo juga disebut sebagai awal zaman modern di Jepang.

Bacaan Lainnya
Sumber: Wikipedia

Dia menang dengan nama Matsudaira Tkeciyo dan menemukan Shogun Tokugawa sejak menaklukkan Ishida Mitsunari selama Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600 hingga Restorasi Meiji pada tahun 1868. Ieyasu menggunakan tahun 1600, karena pada waktu itu Hideyosshi dapat mengunjungi peperangan Daimyo.

Baca juga: Masa kebangkitan Jepang

Daimyo leyasu akhirnya berhasil merebut kekuatan Keshogunan. leyasu kemudian segera membangun atau mendirikan shogun Tokugawa, dengan pusat administrasi di Edo (Tokyo). (Widagdo, 2017).

Beberapa masalah yang dihadapi oleh leyasu ketika Toyotomi Hideyoshi meninggal salah satunya ialah menghancurkan faksi Mitsunari dan bagaimana cara menyatukan seluruh negeri dibawah kekuasaannya. Hal ini ternyata muncul lebih cepat dari dugaannya, dan ia berhasil mencapai tujuannya ketika pertempuran di Sekigahara pada tahun 1600.

Pertempuran Sekigahara terjadi tanggal 15 September 1600 di Sekigahara, Provinsi Mino yang sekarang merupakan bagian Selatan Prefektur Gifu, Jepang. Pertempuran itu kemudian dimenangkan oleh kelompok Tokugawa Ieyasu. Ini juga membuka jalan bagi pembentukan Keshogunan Tokugawa. Namun, balas dendam akibat Pertempuran Sekigahara menyebabkan gerakan yang akan menggulingkan pemerintahan Shogun Edo di abad ke-19.

Kemudian dibagi menjadi 2 pihak yang bertikai disini, kubu Tokugawa (Timur-Timur) dan klan Toyotomi atau pendukung (Tentara Barat). Klan Toyotomi tidak ikut serta dalam pertempuran atau berpihak pada pihak yang bertikai. Setelah pertempuran berakhir, kekuatan militer akhirnya diambil alih oleh Tokugawa.

Sehingga Pertempuran Sekigahara juga dikenal sebagai “Tenka Wakeme No Ttatakai” atau (pertempuran yang menentukan pemimpin Jepang). (Narita, 2009). Ieyasu setelah bertahun-tahun pasca Sakigahara, berupaya memperkokoh posisinya sebagai penguasa Jepang.

Baca juga: Sejarah Jepang

Tahun 1603 kemudian ia ditunjuk menjadi Shogun, dengan gelar “Seii Taishogun” yang berarti “Jendral yang berhasil menaklukkan kaum barbar oleh kaisar. Dengan mendapatkan gelar itu, artinya tidak ada Daimyo lain yang bisa melawannya, ia kemudian mendirikan markasnya,

Bakufu di Edo sebagai pusat kekuasaannya. leyasu saat itu menyingkirkan Toyotomi Hideyori, pewaris dari Toyotomi Hideyoshi, di Osaka. Selain itu, Ieyasu juga memperkuat pengaruh keluarga Tokugawa di keshogunan agar keshogunan bisa diwariskan hanya untuk keluarga Tokugawa.

Menurut Narita (2009) mengatakan satu hal lagi yang leyasu lakukan adalah membuat posisi shogun, penguasa tertinggi agar hanya menjadi milik keluarga Tokugawa saja, dan hanya bisa diwarisi didalam keluarga Tokugawa saja. leyasu memikirkan berbagai cara untuk memastikan agar keshogunan hanya menjadi milik keluarga Tokugawa saja.

leyasu mengundurkan diri dan mewariskan posisi itu ke anaknya, Hidetada kurang dari tiga tahun setelah ia menerima gelar shogun. Tetapi ia tetap mengatur permasalahan politik berada dari balik layar. Sistem pemerintahan dari balik layar ini dinamakan “Ogosho”.

Ieyasu masih mempertahankan kota Edo sebagai basis dan juga ibukota. Pada 1623, Hidetada menggantikan shōgun yang kejam dan mampu di tempat kerja, yang secara paksa mencabut agama Kristen dan menutup negara Jepang (Sakoku), Iemitsu (1604-1651).

Iemitsu dengan ketat mengatur bagian Bakufu atas Daimyo dan menciptakan sistem Sankinkoutai, yang mengharuskan daimyo menghabiskan dua tahun waktu mereka di Edo. Ada sejumlah peluang selama masa pemerintahan Iemitsu, yaitu sejumlah kompilasi samurai di bawah Yui Shōsetsu yang berencana menjatuhkan Bakufu. Namun, kerja sama untuk konspirasi ini sudah dipadamkan sebelum ada pemberontakan.

Ietsuna adalah langkah selanjutnya, dia gagal terlibat dalam dunia pemerintahan yang aktif dan dia mengatur semua urusan negara pada awalnya kepada pamannya yang bertindak sebagai wakil raja, dan kemudian menjadi penasihat, yang diminta sebagai penasihat. Karena kepemimpinan seorang Shogun tidak lagi penting. Ketika dia meninggal, Tsunayoshi (1646-1709), bernama shōgun pada tahun 1680 untuk persetujuannya. (Hane, 1991: 133).

Keluarga Tokugawa mempunyai lambang Mitsuba Aoi (3 helai daun Aoi). Lambang ini hanya boleh dipergunakan oleh keluarga Tokugawa atau generasi Tokugawa yang mewarisi tahta Shogun. Berikut adalah pewaris Shogun Tokugawa beserta masa jabatannya.

  1. Tokugawa Ieyasu, selama 1603-1605
  2. Tokugawa Hidetada, selama 1605-1623
  3. Tokugawa Iemitsu, selama 1632-1651
  4. Tokugawa Ietsuna, selama 1651-1680
  5. Tokugawa Tsunayoshi, selama 1680-1709
  6. Tokugawa Ienobu, selama 1709-1712
  7. Tokugawa Ietsugu, selama 1713-1716
  8. Tokugawa Yoshimune, selama 1716-1745
  9. Tokugawa Ieshige, selama 1745-1760
  10. Tokugawa Ieharu, selama 1787-1837
  11. Tokugawa Ienari, selama 1787-1837
  12. Tokugawa Ieyoshi, selama 1837-1853
  13. Tokugawa Iesada, selama 1853-1858
  14. Tokugawa Iemochi, selama 1858-1866
  15. Tokugawa Yoshinobu (Keiki), selama 1867-1868

Ieyasu berhasil menjadikan Keshogunan hanya untuk milik keluragnya saja, akan tetapi ia harus tetap memikirkan tentang ahli waris yang tepat untuk beberapa anaknya. Ieyasu memiliki sebelas anak, dan Hidetata merupakan anak ketiga yang mewarisi gelar Shogun.

Pada saat itu, pewaris seharusnya diberikan kepada anak yang paling tua, tetapi akibat pengaruh dari pertempuran antar wilayah dan perebutan kekuasaan yang terjadi sebelum itu sangat kuat, maka cara memilihnya adalah didasari kemampuan yang paling hebat.

Dinamika Kehidupan Sosial Masyarakat pada Zaman Edo

Salah satu peraturan yang diterapkan pada Keshogunan Edo adalah stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial ini adalah klasifikasi orang dalam kelompok yang berbeda. Menurut Wibawarta (2006: 32), dikatakan bahwa stratifikasi sosial adalah perbedaan masyarakat menjadi lapisan (hierarkis) kelas dengan manifestasi kelas yang lebih tinggi dan kelas bawah. Menurut (Mikiso, 1992:34 dalam Suherman, 2004:203) mengatakan, susunan masyarakat zaman Edo terdiri dari 4 kelas, yaitu.

  1. Kelas militer atau samurai (Bushi)
  2. Petani (Noomin)
  3. Tukang atau Pekerja atau Pengrajin atau worker (Shokkoo), dan
  4. Kaum pedagang (Shoonin)

Keempatnya dikenal dengan sebutan Shi-Noo-Koo-Shoo. Selain itu juga ada kelas bangsawan atau Kuge. Kaum bangsawan tidak termasuk ke dalam pengkasifikasian kelas sosial karena dilihat dari ssisi kekuasaan, kaum bangsawan tidak memiliki apapun dari kekuasaan, dan justru itu dipegang oleh Buke dan para Daimyo sekitar 270-an orang. Menurut Suherman (2004:203) menjelaskan lebih luas sebagai berikut.

  1. Golongan Samurai adalah pengikut prajurit Shogun dan Daimyo, berjumlah sekitar 2 juta orang. Pekerjaan mereka adalah di militer dan berkegiatan administrasi di pemerintahan Bakufu dan Daimyo.
  2. Kaum tani. Mengapa petani? Karena petani adalah pendukung kehidupan Buke dan Kuge. Mereka berkebutuhan perlu memasok beras kepada para petani. Tapi, jujur saja, petanilah yang terbesar mengalami kerugian, karena hasil panen mereka harus ditentukan oleh pihak berwenang sebagai pelengkap pajak.
  3. Para Pengrajin atau Pekerja dan Pedagang adalah orang-orang yang lebih baik dari petani. Terutama ketika kebijakan Sankinkotai dikeluarkan, para pekerja dan pedagang sibuk melayani kebutuhan Daimyo dan tentara mereka. Mereka mendapat untung besar dari perdagangan, sehingga pedagang dan pengrajin penghasilannya meningkat. Selain itu, penyusunan kebijakan di bidang moneter, dengan diberlakukannya sistem ekonomi baru dan menerapkan sistem barter beras diubah menjadi uang, pedagang dan pengrajin menjadi lebih kuat dalam perdagangan, dan golongan Samurai semakin banyak utang.

Baca juga: Fisiografi Jepang

Dinamika Kehidupan Ekonomi Masyarakat Jepang pada Zaman Edo

Pada masa Tokugawa sistem pemerintahan adalah sistem Baku-han, yaitu sistem pemerintahan daerah. Kota Edo tumbuh menjadi pusat ekonomi di Jepang. Tokugawa menjadikan Edo pusat Bakufu. Oleh karena itu, masyarakat mulai berdatangan ke Edo untuk mencari pekerjaan maupun mengembangkan usahanya.

Tokugawa Ieyasu terus mengembangkan kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh para pendahulunya. Kebijakan yang paling terkenal karena banyak merugikan para Daimyo sejak zaman Edo berdiri adalah Sankin Kotai sebagai kebijakan atau peraturan yang harus dilakukan para Daimyo. Daimyo di haruskan mengunjungi Edo 6 bulan untuk membantu pemerintah pusat.

Para Daimyo tidak memiliki kekuatan melwan Shogun dikarenakan perekonomian mereka juga tertinggal. Kebijakan ini disebut juga sebagai Sankin Kotai yang diterapkan Shogun Tokugawa ketiga, Iemitsu (1632–1651). (Rustam, 2003:46).

Tokugawa Ieyasu menetapkan kebbijakan-kebijakan dan harus dilaksanakan oleh para Daimyo dan disebut Bukeshōhattō. Para Daimyō dilarang membangun benteng tanpa sepengetahuan pemerintah pusat (Bakufu) dengan tujuannya memperkuat kekuatan pasukannaya.

Kebijakan ini diteruskan dalam Shogun Tokugawa ke-4, Ietsuna (1651-1680), menerapkan kebijakan jika Daimyo kembali ke daerah harus meninggalkan anak isteri mereka di Edo. Ditetapkan juga dilarang keras menghadap ke Istana Tenno di Kyoto.

Pada masa Keshogunan Tokugawa, Jepang tidak langsung menjadi negara yang maju, melainkan mengalami pasang surut. Ketika para pedagang mulai memperkaya diri, namun para petani justru malah sangat menderita, terlebih pihak yang dirugikan juga termasuk para Daimyo.

Walaupun secara umum, masyarakat Edo adalah agraris sehingga mata pencaharian penduduk Edo adalah petani. Beban pajak yang memberatkan kelas petani memberikan dampak buruk pada pemerintahan Shogun Tokugawa.

Petani mengadakan pemberontakan menentang pajak tanah yang memberatkan kehidupan dan ekonomi kelas petani. Keadaan pemerintahan Shogun Tokugawa pun menjadi kacau. Dampak dari kekacauan ini ialah terjadi bencana kelaparan karena bencana alam serta beratnya beban pajak, timbulnya pemberontakan petani, orang kota, samurai.

Mulanya uang yang hanya dianggap sebagai alat penukar untuk memudahkan transaksi perdagangan, kemudian berkembang dan menunjukkan peranannya yang sangat penting. Bakufu membuat uang dari emas, perak dan tembaga dengan jumlah besar. Daimyo juga demikian, membuat uang dari kertas.

Para pedagang memberi kontribusi sangat besar terhadap perjalanan jalannya roda ekonomi Kashogunan Tokugawa dan antara para pedagang dengan para penguasa di Jepang. (Subakti,2009).

Daimyo yang ingin memperkaya diri ini justru memperburuk keadaan ekonomi Jepang. Daimyo melakukan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Shogun Tokugawa yaitu mengeluarkan uang logam dan juga uang kertas. Keputusan daimyo ini mengakibatkan merosotnya nilai uang.

Keadaan ekonomi yang semakin buruk ini membuat pemerintah Shogun Tokugawa mengeluarkan uang kertas, membatasi uang logam, dan mengadakan pinjaman kepada pengusaha swasta. Peningkatan kegiatan ekonomi ini kemudian memunculkan para pedagang-pedagang sebagai perantara perdagagan dan perindustrian. Akibat selanjutnya adalah muncul perusahaan-perusahaan yang melayani kegiatan transportasi dan keuangan.

Pemerintah Shogun Tokugawa memerintahkan para pengusaha samurai untuk memungut pajak yang berupa padi dari daerah-daerah pedesaan lalu kemudian mengirim ke ibukota Edo dalam bentuk uang tunai. Keberhasilan ini mengakibatkan pengusaha-pengusaha samurai mampu mendirikan usaha sebagai pedagang besar. (Saronto, 2005:190).

Tidak hanya itu, saat Ieyasu Tokugawa menjadi shogun , dia mulanya mendorong perdagangan luar negeri, mendirikan hubungan dagang dengan Inggris dan Belanda. Satu-satunya hubungan perdagangan luar negeri yang tetap dibuka adalah hubungan dengan Cina dan Belanda melalui pelabuhan Nagasaki.

Hal yang perlu untuk diketahui pula bahwa pada periode ini pula Jepang mulai menjalankan Politik sakoku atau yang dikenal dengan isolasi. Di mana, politik sakoku ini merupakan suatu kebijakan politik dengan konsep menutup diri dari intervensi asing dalam segala bidang.

Langkah ini diambil agar tidak menimbulkan terjadinya percampuran kebudayaan, nilai sosial, politik, ekonomi, dan ideologi dari luar Jepang ataupun dari Jepang ke negeri di luar Jepang. Adapun maksud peraturan ini adalah supaya orang asing jangan datang ke Jepang sehingga membawa ideologi persamaan manusia sehingga dianggap dapat merusak tatanan feodalisme Tokugawa.

Langkah ini juga diambil sebagai bentuk menjaga karakter moralitas bangsa Jepang, khususnya adanya fenomena Kristenisasi di Jepang yang dikuatirkan akan merusak sistem ajaran Ritsuryo ataupun ajaran Kong Hu Chu yang dianut bangsa Jepang.

Beberapa masalah yang terjadi terkait dengan urusan luar negeri sering tidak dilakukan di Jepang, sebagian besar saat ini di Jepang melancarkan politik pada tahun 1633. Hubungan luar negeri Jepang dengan berjalan ke luar negeri telah berjalan dari abad ke-7 dan ke-9, yaitu ketika Negosiasi ini demi kemajuan dan kemajuan negara Cina yang saat ini merupakan salah satu negara yang meningkatkan kemajuan di bidang budaya dan pengetahuan masa lalu.

Kamakura (masa feodal awal di wilayah Kamakura 1192-1333), yang menginvasi Kyushu pada tahun 1274 dan 1281, oleh bangsa Mongol yang memerintah Cina pada waktu itu oleh Kublai Khan yang mengorganisasi pasukannya untuk menyerang Jepang, Rusia dan bagian dari pulau-pulau di Jepang, Rusia, dan sebagian Timur Tengah. (Widarahesty, 2011: 46-47).

Negara Jepang adalah negara agraris, dengan mata pencaharian mereka terutama menjadi petani dan umumnya adalah petani beras. Pusat kegiatan ekonomi secara bertahap bergeser dari pertanian subsisten ke pertanian komersial dan industri kerajinan. Tetapi basis pajak pemerintah pada dasarnya tetap pada beras.

Ada beberapa upaya untuk memungut biaya perdagangan tetapi ini tidak menjadi basis pajak yang dapat diandalkan. Seiring berjalannya waktu, pemerintah bakufu menghadapi krisis fiskal sementara petani dan pedagang menikmati peningkatan pendapatan dan kekayaan.

Uang terdiri dari emas dan perak. Emas populer di Edo (Jepang Timur) dan perak digunakan di Osaka (Jepang barat). Untuk transaksi kecil menggunakan koin tembaga. Provinsi atau Hans juga diizinkan untuk mengeluarkan uang kertas lokal. (Ohno,2006).

Selain sektor pertanian, selama periode Shogun, ekonomi Jepang Tokugawa juga terdiri dari produk-produk manufaktur. Mereka menghasilkan sutra dan kain katun, kertas dan kaca. Ekonomi Jepang hanya terdiri dari rumah tangga dan perdagangan kecil ke dunia luar di Nagasaki.

Jangka panjang pemerintahan Keshogunan Tokugawa, sebuah Jepang yang membaik yang membaik di sektor ekonomi. Ekonomi lama yang mendasarkan Anda pada nilai tukar beras atau beras digantikan oleh sistem ekonomi uang. Ini sangat bermanfaat bagi pedagang dari militer yang diperkirakan berasal dari pasokan petani yang terdiri dari tanaman (beras). Para pedagang kemudian mengumpulkan perdagangan beras dan pengaruh yang lebih besar di bidang politik. (Dasuki, 1963:59).

Jepang membangun perekonomian yang sukses juga berkat masyarakat-masyarakat Jepang itu sendiri. Masyarakat ini memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi. Bekal dari hal tersebut adalah salah satunya juga melalui pendidikan. Menurut Dadiri (1998), pendidikan pada masa Kashogunan Tokugawa mengalami kemajuan yang positif.

Pada masa ini, banyak sekali tersebar buku-buku yang berisi ilmu pengetahuan yang diterbitkan oleh rezim Tokugawa, kantor-kantor, para pangeran setempat dan pribadi-pribadi. Dengan banyaknya buku yang diterbitkan, tingkat membaca para penduduk juga semakin meningkat (Dardiri,1998).

Pendidikan di zaman Edo berkisar dari studi yang tidak masuk dalam ilmu filsafat dan sastra Cina kuno di sekolah umum hingga pendidikan dasar anak di sekolah swasta. Demam pendidikan tidak hanya di kota besar seperti Edo, Osaka dan Kyoto tetapi juga fenomena nasional. Di sini, empat jenis utama dari lembaga belajar diperkenalkan, yaitu sekolah Bakufu, sekolah Profesional, sekolah Han, dan sekolah Terakoya atau sekolah dasar swasta.

Kekuasaan Shogun akhirnya tenggelam, ini dikarenakan selama pemerintahan Bakufu dengan politik isolasinya, mula-mula mereka bisa membawa negara dalam suasana damai. Tetapi di balik kedamaian itu sebenarnya pemerintahan Bakufu mempraktekkan pemerintahan dengan tangan besi.

Baca juga: Sejarah Pemerintahan Ekonomi Jepang

DAFTAR PUSTAKA

  • Dardiri, A. 1998. Sumbangan Periode Tokugawa Bagi Periode Modern (Restorasi Meiji) dalam Bidang Pemikiran dan Pendidikan. Dinamika Pendidikan. 5(1).
  • Dasuki, A. 1963a. Sedjarah Djepang. Djilid I. Bandung : Balai Penerbitan Guru.
  • Febrianty, F. Representasi Samurai sebagai Kelas Atas dalam Stratifikasi Sosial Masyarakat Jepang di Zaman Edo dalam Novel Tokaido Innkarya Dorothy Dan Thomas Hoobler. Jurnal Ilmiah UNIKOM Vol. 14, No.1 : 29-40.
  • Hane, M. 1991. Premodern Japan: A History Survey. USA: Westview Press
  • Narita, D. 2009. Riwayat Hidup Tokugawa Leyasu Sebelum Menjadi Shogun. Depok: Universitas Indonesia.
  • Ohno, K. 2006. The Economic Development of Japan : The Path Traveled by Japan as a Developing Country. Japan : GRIPS Development Forum.
  • Rustam, F. 2003. Reformasi Pendidikan Pada Masa Jepang Meiji: Studi Tentang Peran Politik Kekuasaan dalam Penerapan Pendidikan. Jurnal Sosial Humaniora. Vol. 7, No. 2: 45-48.
  • Saronto, B. 2005. Gaya Manajemen Jepang (Rahasia Dibalik Kekuatan Perusahaan- Perusahaan Jepang). Jakarta: PT. Hecca Mitra Utama.
  • Suherman, E. 2004. Dinamika Masyarakat Jepang Dari Masa Edo Hingga Pasca Perang Dunia II. Humaniora. 16(2): 201-210.
  • Wibawarta, B. 2006. Bushido dalam Masyarakat Jepang Modern. Jurnal Sosial Humaniora. Vol. 8, No. 1: 54-66.
  • Widarahesty, Y dan Rindu, A. 2011. Pengaruh Politik Isolasi (Sakoku) Jepang terhadap Nasionalisme Bangsa Jepang : Studi Tentang Politik Jepang dari Zaman Edo (Feodal) Sampai Perang Dunia II. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL. 1(1): 46-62
  • Wibowo, R.2017. Nalar Jawa Nalar Jepang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Widagdo, S.2017. Menjadi Muslim Di Jepang. Kendal: Ernest CV Achmad Jaya Group.

Biodata Penulis

NamaDiayu Putri Permatasari
Diayu Putri Permatasari
Emaildiayu112233@gmail.com
AlamatDesa Karanganyar, Kecamatan Ambulu, Kab. Jember, Jawa Timur : 68172
No. Hp08812848939
PTNUniversitas Jember, FKIP Pendidikan Sejarah
Penulis: Diayu Putri Permatasari
Editor: Supriyadi Pro

Pos terkait