Perjuangan panjang mempertahankan Irian Jaya

Usaha membebaskan Irian Jaya (dulu bernama Irian Barat) melalui jalan diplomasi telah dimulai sejak kabinet pertama dalam Negara Republik Indonesia Kesatuan 1950 dan secara terus-menerus telah dijadikan program oleh setiap kabinet.

Namun, usaha itu telah mengalami kegagalan sebagai akibat dari sikap Belanda yang berkeras kepala hendak tetap menguasai wilayah Irian, bahkan pada bulan Agustus 1952 Pemerintah Belanda dengan persetujuan parlemennya secara sepihak memasukkan Irian ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.

Bacaan Lainnya

Kemudian pihak Indonesia membalas tindakan Belanda itu pada bulan April 1953 dengan menghapuskan Misi Militer Belanda.

Berbagai Usaha Pembebasan Irian Jaya

Setelah usaha-usaha diplomasi secara bilateral tidak berhasil, maka kabinet Ali Sastroamidjoyo I membawa masalah Irian ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun usaha ini pun tidak membuahkan hasil. Kabinet Burhannudin Harahap meneruskan usaha kabinet yang digantikannya, melalui Sidang Majelis Umum PBB.

Pihak Belanda menanggapi dengan pernyataan bahwa masalah Irian adalah masalah antara Indonesia – Belanda dan mengajukan usul-balas yaitu penempatan Irian di bawah Uni Indonesia – Belanda, suatu hal yang tidak dapat diterima oleh Indonesia.

Sesudah pemilihan umum 1955, Kabinet Ali Sastroamidjoyo II membatalkan seluruh Persetujuan KMB (Konperensi Meja Bundar). Isi keputusannya dapat dilihat di artikel Perundingan Rum-Royen dan Konperensi Meja Bundar.

Setelah pembatalan KMB, tepat pada hari ulang tahun Kemerdekaan RI ke 11 (17 Agustus 1956) diresmikan pembentukan Propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu. Sultan Tidore Zainal Abidin Syah diangkat menjadi gubernur yang pertama.

Perjuangan panjang mempertahankan Irian Jaya

Konfrontasi Terhadap Malaysia

Karena jalan diplomasi yang ditempuh telah gagal, pihak Indonesia mengalihkan perjuangannya ke jalan konfrontasi terhadap Malaysia, yang dilancarkan 4 tahun kemudian mulai tahun 1964.

Konfrontasi untuk pembebasan Irian dengan sepenuh hati didukung oleh seluruh rakyat dan adalah sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 serta jelas untuk kepentingan nasional, berlainan dengan konfrontasi Dwikora.

Sebagai persiapan untuk melaksanakan konfrontasi pada tahun 1957 dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat. Aksi-aksi pembebasan dilancarkan di seluruh tanah air.

Pada bulan Desember 1958 semua perusahaan milik Belanda sejumlah 700 perusahaan, dinasionalisasi. Puncak konfrontasi adalah pemutusan hubungan diplomatik RI – Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960.

Sidang Majelis Umum pada tahun 1961 PBB kembali memperdebatkan masalah Irian. Sekretaris Jenderal PBB, U Thant meminta kepada seorang diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker untuk membantu dengan jalan mengajukan usul penyelesaian masalah ini kepada kedua belah pihak yang bersengketa.

Pokok-pokok usul Bunker adalah agar Belanda menyerahkan Irian kepada Republik Indonesia dengan perantaraan PBB dalam jangka waktu 2 tahun. Pemerintah RI pada prinsipnya menyetujui usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek.

Pemerintah Belanda membalas usul Bunker itu dengan menyatakan akan melepaskan Irian untuk ditempatkan di bawah perwalian (trusteeship) PBB untuk kemudian membentuk “Negara Papua”.

Sikap Belanda yang demikian itu pukulan langsung terhadap kedaulatan RI. Karena itu pemerintah menganggap bahwa kita sudah cukup sabar terhadap Belanda selama 11 tahun dalam persoalan Irian, dan sekarang sudah tiba saatnya untuk menempuh cara yang drastis, yakni dengan menggunakan kekuatan fisik.

Baca juga: Politik Luar Negeri Nefo Oldefo

Misi Pembelian Peralatan Perang

Untuk melaksanakan tekad itu pemerintah mempersiapkan kekuatan militer. Dalam rangka rencana tersebut pada bulan Desember 1960 pemerintah mengirimkan misi ke Uni Sovyet yang ditugaskan untuk melakukan pembelian senjata dan perlengkapan perang lainnya.

Misi ini dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional/KSAD A.H. Nasution, dan menghasilkan persetujuan kredit sebesar US $ 400 juta, yang akan diangsur dalam tempo 10 tahun.

Realisasi kredit akan diberikan dalam bentuk peralatan militer. Termasuk senjata-senjata berat untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Udara. Maka dalam waktu singkat Angkatan Perang telah menerima pesawat-pesawat pancargas, tank, kapal perang dan roket. Persetujuan ditandatangani pada tanggal 6 Januari 1961.

Menghadapi persiapan Indonesia, pihak Belanda mengajukan protes kepada PBB, menuduh Indonesia melakukan agresi. Selanjutnya Belanda memperkuat angkatan perangnya di Irian, baik personil maupun materiilnya, bahkan kapal induk Karel Doorman dikirim ke sana untuk menggentarkan bangsa Indonesia.

Operasi Pembebasan Irian Barat

Untuk lebih meningkatkan perjuangan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang di ucapkan Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.

Isi Trikora dapat dilihat di artikel Sejarah Pembebasan Irian Barat.

Selanjutnya dibentuk Propinsi Irian Barat gaya baru dengan putra Irian sebagai gubernur maupun sebuah Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang langsung memimpin operasi-operasi merebut Irian Barat.

Selaku Panglima Mandala ditunjuk Brigadir Jenderal Soeharto dengan markas besar di Ujungpandang. Pada tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jenderal Soeharto dilantik dan dinaikkan pangkatnya setingkat menjadi Mayor Jenderal.

Pada bulan Januari itu juga ditetapkan susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat dan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat sebagai berikut:

A. Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat

  • Panglima Besar: Presiden/Panglima Tertinggi Soekarno.
  • Wakil Panglima Besar: Jenderal A.H. Nasution.
  • Kepala Staf: Mayor Jenderal Ahmad Yani.

B. Sedangkan susunan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat adalah sebagai berikut:

  • Panglima Mandala: Mayor Jenderal Soeharto.
  • Wakil Panglima I: Kolonel Laut Subono.
  • Wakil Panglima II: Kolonel Udara Leo Wattimena.
  • Kepala Staf: Kolonel Achmad Tahir.

Pertempuran Laut Aru

Sementara itu, pada tanggal 15 Januari 1962 sebelum Komando Mandala selesai dengan konsolidasinya, telah terjadi Pertempuran Laut Aru.

Pertempuran laut yang tidak seimbang itu terjadi antara 3 perahu motor terpedo atau MTB Angkatan Laut RI di bawah pimpinan Komodor (Laksamana Pertama) Yos Sudarso, Deputy Kepala Staf Angkatan Laut melawan kapal perusak dan fregat Belanda yang dibantu oleh pesawat jenis Neptune, yang berkesudahan dengan tenggelamnya MTB Macan Tutul dan gugurnya Komodor Yos Sudarso dan Komandan Kapal, Kapten Wiratno.

Operasi-operasi untuk membebaskan Irian didasarkan atas Instruksi Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut:

1. Merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan operasi-operasi militer, dengan tujuan untuk mengembalikan wilayah Propinsi Irian ke dalam kekuasaan NKRI.

2. Mengembangkan situasi militer di wilayah Propinsi Irian:

  • sesuai dengan taraf-taraf perjuangan dibidang diplomasi.
  • supaya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di wilayah Propinsi Irian secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas/atau didudukkan unsur kekuasaan/pemerintahan daerah RI.

Strategi Baru Pembebasan Irian Barat

Untuk melaksanakan instruksi itu, Panglima Mandala menyusun Rencana Strategis dengan tahap-tahap sebagai berikut:

  1. Sampai akhir 1962
    Dengan jalan infiltrasi memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto, yang cukup ulet sehingga tidak dapat dihancurkan secara bagian demi bagian oleh musuh. Malah kesatuan-kesatuan ini harus dapat mendudukkan dan mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian.
  2. Awal 1963
    Mulai fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.
  3. Awal tahun 1964
    Fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian.

Persetujuan New York

Tetapi sampai pada triwulan ketiga tahun 1962 penyelesaian tugas tersebut harus dipercepat 6 bulan dengan membatalkan fase kedua yang sedianya akan dilaksanakan dengan operasi Jayawijaya.

Dalam pada itu pada tanggal 18 Agustus 1962 telah dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak oleh Presiden/Panglima Komando Tertinggi.

Surat Perintah Presiden tersebut dikeluarkan setelah ditandatangani persetujuan antara Pemerintah RI dengan Kerajaan Belanda mengenai Irian di Markas Besar PBB di New York pada tanggal 15 Agustus 1962.

Berhasilnya Tri Komando Rakyat itu adalah berkat kerja sama antara bidang militer dan bidang diplomasi. Diplomasi tanpa dukungan kekuatan militer akan sia-sia, sebagaimana yang telah dialami sebelum masa Trikora.

Pihak Belanda bersedia menerima baik usul-usul Bunker hanya setelah pasukan-pasukan RI berhasil melakukan infiltrasi dari laut dan udara dalam tahap pertama operasi.

Berlawanan dengan dugaan pihak Belanda, ternyata penerbang-penerbang Indonesia cukup mahir dan berani untuk dapat menembus tabir radar pihak Belanda di tengah malam buta.

Sedangkan pasukan payung tidak hanya berani diterjunkan di dalam gelap di hutan-hutan lebat dan daerah rawa Irian, melainkan juga setelah melawan keganasan alam, masih punya cukup semangat dan tenaga tempur.

Irian Barat Menjadi wilayah Indonesia

Demikianlah kota Teminabuan dapat direbut oleh pasukan payung RI yang menyebabkan pihak Belanda menyadari bahwa perlawanannya akan sia-sia. Karena itu mereka mau menandatangani Persetujuan New York.

Setelah tercapainya persetujuan, Irian diserahkan oleh pihak Belanda kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Dan pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan pemerintahan di Irian kepada Republik Indonesia.

Dengan demikian utuhlah sudah wilayah nasional Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Pos terkait